PRAEMISIT potongan terakhir, hancur.
ଽ by kurooyate ⵓ lilie.Masih di hari dan tempat yang sama, pukul 15.00 sore.
"Tsum, ga mau foto gue?"
"Tumben lo pengen difoto, buat apa?"
"Buat kenang-kenangan. Kalau gue pernah terpenjara di kamar ini."
"Aneh-aneh lo sampe dibikin kenangan segala, yaudah gue foto"
Aku mengambil kamera dari dalam tas. Dan bersedia untuk memfoto Osamu.
"Satu... dua... tiga..."
Hasil jepretan muncul dalam layar kamera Atsumu, terlihat Osamu dengan gaya dua jari kanannya yang diangkat ditemani oleh infus di sebelahnya. Wajah nya pucat, kurus, dengan mata tertutup tersenyum lemah.
"Lo ga mau foto sama gue, Tsum?"
"Gue belum mandi, nanti aja"
"Ga ada nanti-nanti, gue maunya sekarang." Mengapa Osamu terlihat buru-buru seperti orang yang terkejar oleh waktu?
Aku menuruti untuk berfoto dengannya. Ku aktifkan kamera depan dan mengangkat tangan kanan ku keatas bersama dengan kameraku. Osamu memperlihatkan wajah ceria saat foto denganku, tangan kirinya bersandar di pundakku.
"Satu... dua... tiga..."
Kulihat hasil foto kami berdua. Hampir sama, iya sama-sama pucat dan kurus. Namun aku masih terlihat lebih bugar darinya.
"Jelek" Ucapku, pelan.
"Jangan dihapus, simpan."
Matanya sudah sangat lelah untuk tetap terjaga. Ia seperti menyembunyikan banyak hal yang terjadi selama ini. Rambutnya bagaikan kelopak bunga yang terus-menerus berjatuhan. Kupikir kesehatan nya semakin membaik, kenyataannya tidak. Dia sakit, sangat sakit, memburuk. Bohong, terlihat jelas dari senyuman yang selalu ia buat.
"Tsum, mau tisu"
Aku mengambil tisu dan memberikan nya ke Osamu. Tangannya gemetar saat mengambil tisu, ia batuk selama lima kali. Aku tak sanggup mendengar suara batuknya, terlihat melelahkan.
"Tsum, darah" Ucap Osamu dengan tisu di tangannya yang masih gemetar.
"Mau panggil dokter?" Aku mengambil tisu bekas darahnya dan kumasukkan kedalam plastik hitam.
"Tidak perlu"
Ia menghembuskan nafasnya, matanya mulai terpejam. Gerakkannya kembali kaku.
"Tsum, Samu mau pulang."
"Tsumu juga mau Samu pulang ke rumah"
"Ayo pulang, Tsum?"
Tidak membalas pertanyaan nya. Aku mengenggam tangan kirinya yang lemah.
"Bisa tolong ambilkan bunga itu kemari, Tsum?"
Jari kanannya menunjuk ke arah bunga matahari yang ditaruh di depan televisi. Kuambil bunga itu dan menaruhnya pelan kedalam genggaman tangan Osamu. Tanganku juga ikut mengenggam vas bunganya, karena tangan Osamu sudah tak sanggup lagi untuk menggenggam dengan erat.
"Lihat Tsum, bunganya sudah layu total. Tidak ada kelopak bunga lagi yang tersisa. Ini berarti aku yang menang, karena masih diberi kesempatan untuk tetap hidup dan bernafas walau tidak lagi seperti manusia pada umumnya."
"Tsum, Samu capek. Samu mau bermimpi indah."
"Samu tinggalin Tsumu sebentar, ya?"
"Boleh ya, Tsum?"
Aku memejamkan mata, menahan rasa tangis keluar dari mataku. Aku menolaknya dengan keras.
"GAKK SAM!! Gak boleh, lo ga boleh pergi."
"Samu mau bermimpi indah, masa ga dibolehin?"
Ia langsung memelukku, hangat. Pelukan ini terasa nyata dan sangat erat. Aku bisa merasakan betapa berat nya ia hidup bersamaan dengan penyakit yang dideritanya. Lebih berat dibandingkan hidup sendirian. Dasar, ia membuatku menangis disaat-saat aku tak ingin menangis di hari ulang tahun.
Kami masih berpelukkan, ia berbisik kepadaku. "i'll see your face again, and you will find me."
"Terimakasih, terimakasih, terimakasih banyak Atsumu."
Cara bicaranya semakin melemah, tubuhnya semakin panas dan melemas.
"Ini hari ulang tahun kita, lho?"
"Itu hari yang bagus Tsumu, selamat ulang tahun dan selamat tinggal untuk kita berdua."
Waktu yang ia nantikan terjadi pada hari yang membuat Atsumu semakin frustasi dan terus diterpa mimpi buruk.
"Heh, kok diem aja Tsumu? Samu udah ga kuat tahan lagi"
"Selamat.... tinggal.... Miya Osamu"
"Selamat tinggal Miya Atsum-"
Kata-katanya terhenti oleh waktu, aku tak lagi mendengar suara detak jantung Osamu. Nafasnya terhenti, matanya tak sepenuhnya terpejam, ia menangis dengan senyuman diwajahnya.
"Terimakasih sudah berjuang, terimakasih sudah mau bertahan sampai hari ini. Osamu" Suara tangis dan teriakan rasa kehilangan Atsumu terdengar sampai luar kamar. Para suster sudah terjaga di depan pintu, aku melihat Kita-shin dengan matanya yang terkejut.
Aku menidurkan Osamu kembali ke ranjang nya dengan posisi seperti orang yang sedang tertidur bermimpi indah. Ku bersihkan air matanya hingga tak ada yang tersisa. Semuanya bersih, ia sudah layak tertidur dengan tenang sekarang. Kututup matanya perlahan, dan menaikkan selimut berwarna putih sampai diujung matanya.
Ia berhenti melanjutkan kisahnya disaat umur dua puluh tahun. Bab terakhir Osamu berjudul "Ulang Tahun."
Tidurnya sangat damai, bunga matahari.
☆ ☆ ☆
Hari ini, rumah kembali ramai dengan orang-orang berpakaian hitam, termasuk diriku. Bebanku sudah hilang, mimpi buruk yang selalu datang mengampiriku pun juga sudah hilang bagaikan angin lewat. Bunga itu sudah layu, tak ada hal lain lagi yang bisa kulakukan.
"Terlalu cepat lo ninggalin gue, Sam."
Kedua kalinya janji ku tidak ditepati. Hidup lebih lama katanya, lucu sekali. Nyatanya dia meninggalkan ku lebih dulu. Ku taruh bunga matahari di dekat batu nisan nya.
"Bunga ini kan yang lo mau? Gue beliin yang baru."
Suara isak tangis keluar dari tenggorokan Atsumu. Dia berusaha mati-matian untuk menahannya, berusaha keras untuk menjaga dirinya tetap tenang, tapi ia terlalu lemah untuk melakukan gertakan seperti itu. Ia menangis di depannya, melanggar janji yang ia buat.
"Senyum, gue masih hidup. Di semua kenangan yang kita buat."
"Osamu...?" Aku mendengar suara Osamu, di depan batu nisannya.
Percaya tidak percaya, yang aku dengar tadi, tidak salah lagi! Itu adalah Osamu. Kali ini ia tak lagi berbohong, aku mengerti apa yang dimaksud nya tentang kata "hidup lebih lama." Dan saat ini, ia sedang membuktikan apa yang disebut hidup lebih lama.
"Kak Kita.."
"Kita harus hidup sambil menanggung perasaan kehilangan kita. Rest in peace, Miya Osamu."
"Rintarou.."
"Mau gimana lagi jika memang sudah takdirnya, selamat bermimpi indah. Miya Osamu"
Giliranku mengucapkan salam perpisahan.
"Osamu, selamat tidur. I will find you, in another life"
Aku pulang, dan dia pun juga ikut pulang di rumah barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAEMISIT
FanfictionPengorbanan dan perjuangan seorang Atsumu menunggu adiknya, Osamu. Sampai dimana umurnya berhenti menua untuk selamanya. Original character by Furudate Haruichi (noted.) alangkah lebih baiknya membaca di tempat yang tenang. Selamat membaca !!