*25- Tersesat*

34 12 14
                                    

"Al, anterin gue ke perputaakaan daerah, yuk. Di sana banyak buku-buku novel, lho. Lo pasti suka," ucap Ara di sela makan siang mereka di waktu istirahat.

"Oh, ya? Di mana emang, Ra?" sahut Alya yang mulai tertarik dengan ajakan dari Ara itu.

"Ada, deh, pokoknya. Gue lupa nama tempatnya. Nanti kita pake taksi online aja, gue hafal, kok, jalannya. Kalau naik angkot bakal lama, takut kesorean. Gimana?" Ara meneguk sedikit air mineral di depannya, lantas menoleh ke arah Alya.

Alya mengangguk setuju. Lagi pula sudah lama Alya tidak meminjam novel karena novel-novel di perpustakaan sekolah sudah hampir ia baca semua. Sisanya tinggal novel yang tidak menarik bagi gadis itu.

"Berdua aja? Caca gak diajak?" tanya Alya. Gadis itu baru sadar jika akhir-akhir ini Caca lebih jarang ada di kelas.

Ara langsung menggeleng cepat. "Berdua aja. Tuh, anak satu udah jarang ada di kelas. Katanya sibuk ngurusin ektrakulikuler mading. Maklum, semester depan, kan, dia udah mau pensiun," jelas Ara sambil melanjutkan kembali kegiatan makannya.

Diantara mereka bertiga, memang Ara dan Alya yang tidak aktif di ektrakulikuler sekolah. Dulu, Alya pernah ikut ekskul potografi bersama Tiwi, lalu memilih keluar saat naik kelas 11. Karena Alya yang dulu memang lebih suka sendiri, jadi itu yang membuat Alya lebih memilih keluar.

Berbeda dengan Ara, gadis itu sejak SMA memang tak suka ikut ekskul-ekskul seperti itu karena menurutnya tugas-tugas sekolah saja sudah berhasil membuat stress, Ara tak mau kegiatan ekskul menjadi beban pikirannya juga. Untung saja pihak sekolah tidak mewajibkan setiap murid ikut ekskul, jadi tak akan masalah jika tidak mengikuti ekskul sama sekali pun.

"Oke, deh. Tapi, gue harus bilang dulu sama El," ujar Alya dan langsung membuat Ara kembali menoleh.

"Aduh, lo jangan bilang mau ke perpustakaan daerah. Dia pasti gak bakal izinin lo pergi sama gue," jawab Ara sedikit khawatir, takut malah nanti Bastian benar-benar tidak mengizinkan Alya pergi bersamanya.

Gadis itu berpikir sejenak. Perkataan Ara ada benarnya juga. Bastian pasti tidak akan mengizinkannya pergi, apalagi jika tahu kalau Alya akan mengunjungi tempat yang sama sekali belum Alya tahu sebelumnya. Jika pun laki-laki itu mengizinkan, ia pasti akan memaksa ikut dan hanya bisa menjadi pengganggu saja.

"Oke, deh, gue gak usah bilang aja sama El," putusnya.

Ara mengangguk setuju. Mereka pun kembali melanjutkan kegiatan makannya sebelum waktu istirahat berakhir.

***

Alya mengedarkan pandangan ke sekeliling setelah dirinya dan Ara turun dari taksi. Tempat yang mereka pijaki sekarang adalah tempat yang benar-benar asing bagi Alya. Suasana sepi dan sejuk mendominasi keadaan di sini. Hampir setiap rumah yang berdiri di daerah ini selalu dikelilingi pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Alya jadi tak yakin jika ada perpustakaan di tempat seperti ini.

"Ini bener tempatnya di sini, Ra? Kok, gue gak yakin, ya?" tanya Alya seraya menoleh ke arah Ara yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya.

"Bener, Al. Tapi, gue lupa harus masuk gang mana. Bentar gue inget-inget dulu," balas Ara sambil mengingat-ngingat jalan yang pernah ia lalui tempo hari.

Alya pun hanya bisa mengangguk, lalu mengikuti langkah Ara yang entah mau kemana. Setelah berjalan cukup lama, bukan perpustakaan yang mereka temukan melainkan sebuah cafe kecil yang terlihat ramai oleh pengunjung. Akhirnya, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di sana.

"Kayaknya kita tersesat, deh, Ra." Alya terduduk lemas di salah satu bangku cafe yang tepat berada di depan jendela.

Ara mengembuskan napas kasar, lantas mengangguk pelan. "Kayaknya. Tapi, gue yakin, kok, tempatnya di daerah sini."

Di Balik Diam [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang