*36- Pertengkaran*

23 8 11
                                    

Seluruh penghuni kelas 12 IPS 2 kompak mengembuskan napas lega setelah mendengar bunyi bel pertanda kelas berakhir, tak terkecuali dengan Alya. Gadis itu menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangan setelah seorang guru yang sejak tadi berdiri di depan sana mengakhiri kelas dan pamit. Ia mengembuskan napas kasar beberapa kali sambil memejamkan mata, berusaha sedikit menenangkan diri karena kegelisahan yang entah kenapa sejak pagi terus saja menghantui.

Hari ini, semua memang berjalan seperti biasa, bahkan Ara pun terlihat begitu santai seolah peristiwa mengejutkan kemarin tak pernah benar-benar terjadi. Gadis itu masih sama seperti kemarin-kemarin yang lebih banyak diam dan hanya akan bicara saat ditanya. Alya pun memilih melakukan hal yang sama, mencoba bersikap biasa meskipun sejak pagi dirinya begitu gelisah. Namun, bukan berarti Alya benar-benar tidak peduli dengan apa yang terjadi kemarin, ia hanya mencoba melupakannya sejenak. Alya masih akan melontarkan banyak pertanyaan yang mengganjal dipikirannya agar tidak ada kesalahpahaman lagi. Alya hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Ra!" panggil Alya. Gadis itu sudah memutuskan untuk membicarakan semuanya sekarang. "Gue boleh tanya sesuatu?"

"Boleh, tanya aja," jawab Ara santai. Ia masih sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tas tanpa berniat menoleh ke arah Alya.

Alya menghela napas pelan, lantas menoleh ke samping. "Lo suka sama El?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Ara menghentikan kegiatannya. Dengan kasar, Ara menyimpan tasnya di atas meja, kemudian menoleh ke arah Alya dengan tatapan tak suka. "Iya, lo baru tau?"

Alya sontak terkejut sekaligus tak percaya. "Sejak kapan? Kenapa lo gak bilang sama gue?"

"Emang harus gue bilang sama lo? Emang dengan gue bilang, lo bakal ngelepasin Bastian buat gue? Nggak, kan? Jadi apa gunanya gue bilang?" cerca Ara dengan suara yang sudah mulai meninggi.

Kelas sudah nyaris kosong. Namun, beberapa orang yang masih betah duduk di bangkunya sontak menoleh setelah mendengar suara Ara. Bisa dipastikan setelah ini mereka akan penasaran dengan apa yang terjadi.

"Yang udah gak ada kepentingan di kelas, boleh tolong keluar gak?" teriak Caca. Gadis itu sedari tadi memang selalu memperhatikan Alya, khawatir terjadi sesuatu karena masalah kemarin dan saat ini kekhawatirannya itu benar-benar terjadi.

Tanpa harus disuruh dua kali, mereka mengangguk dan buru-buru meninggalkan kelas. Untung saja mereka tidak keberatan dan mengerti situasi yang terjadi saat ini.

Setelah mereka benar-benar keluar, Caca bergegas menghampiri Alya dan Ara. Sekilas ia melayangkan tatapan kesal pada Ara. "Lo apa-apaan, sih, pake teriak-teriak segala."

"Gue gak ada urusan sama lo, jadi mending lo gak usah ikut campur," jawab Ara dengan penuh penekanan.

Caca menggeleng tak percaya. Ara saat ini benar-benar jauh berbeda dengan Ara yang ia kenal. "Lo kenapa, sih, jadi kayak gini?"

Ara tersenyum miring, lantas bangkit dan mendorong Caca kasar. "Mending lo keluar, urusan gue sama Alya bukan sama lo!"

"Eh, biasa aja kali gak usah dorong-dorong!" bentak Caca yang sekarang sudah mulai terbawa emosi.

"Ca!" seru Alya pelan. "Mending lo tunggu di luar, ya. Gue mau ngobrol sama Ara." Alya tersenyum, mencoba meyakinkan Caca bahwa dirinya akan baik-baik saja.

Caca mengangguk pasrah. Sebelum pergi, ia lebih dulu melayangkan tatapan tajam pada Ara. "Jaga diri, Al, takutnya si Ara berubah jadi macan," sindir Caca. Gadis itu pun beranjak dari sana.

"Tolong tutup pintu juga, ya!" pinta Alya dan langsung mendapat anggukan dari Caca.

Saat ini, benar-benar hanya ada mereka berdua di kelas. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, yang jelas Alya memang perlu bicara serius dengan Ara.

Di Balik Diam [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang