- PROLOG -

15 6 2
                                    


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Suasana taman kota sudah mulai sepi. Langit telah menggelap padahal waktu masih menunjukkan pukul 15.00 WIB. Sepertinya awan akan menumpahkan bendungan airnya. 

Beberapa anak beserta ibunya terlihat berlari agar tidak terkena gerimis yang mulai turun namun, seorang anak perempuan berumur sembilan tahun masih saja betah memetik bebungaan yang ada di pinggiran taman tersebut. 


"Sayang, ayo pulang. Besok kita ke sini, lagi," bujuk seorang ibu pada putrinya.

"Mama pulang duluan saja. Rumah kita, kan tidak terlalu jauh. Aku nanti menyusul," jawab perempuan itu tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga-bunga yang indah itu.

"Cepat pulang, ya, Nak! Mama mau angkat pakaian yang ada di jemuran dulu." Segera sang ibu pergi dengan berlari kecil.

"Nah! Akhirnya!" pekik perempuan manis itu girang. Di tangannya telah terbentuk sebuah rangkaian bunga yang sangat cantik dan unik. Kini ia akan pulang bersama hasil jalinan bunganya yang sungguh menawan.

Saat hendak pulang, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya bersamaan dengan guntur yang menggelegar. Perempuan muda itu tersentak dan segera berlari mencari tempat untuk berteduh. Untungnya ada sebuah tenda kecil di sudut taman yang mampu melindunginya dari dinginnya air hujan.


Menit demi menit berlalu, gadis mungil itu semakin kedinginan. Ia sangat ingin pulang dan menikmati coklat panas buatan mamanya yang sangat nikmat serta cocok untuk menghangatkan tubuhnya disaat-saat seperti ini. Sesekali terlihat ia menggosok-gosok kedua telapak tangannya lalu menempelkan ke kedua pipi tembamnya demi mencari hawa hangat. 

Tanpa ia sadari, seorang pria bertubuh jangkung tengah memperhatikannya dengan pandangan yang menyiratkan sesuatu. Tak lama kemudian, pria itu memutuskan untuk menghampirinya.

"Halo anak manis," sapa pria itu dengan senyuman anehnya.

Perempuan yang disapa oleh pria itu tidak menjawab. Seketika perasaannya mendadak tak karuan. Ia ingin segera pulang, namun alam seolah tidak mendukung keinginannya. Perempuan itu merasakan aura yang kurang baik dari pria itu.

Ia perlahan bergeser ke kiri, demi menjaga jarak dari pria yang ia taksir berumur kisaran 20-24 tahun. Bukannya diam di tempat, pria itu malah terang-terangan semakin mendekat ke arah gadis berumur sembilan tahun itu.

"Sore ini main sama om, yuk!" Tiba-tiba tangan pria itu menggenggam pergelangan tangan kanan perempuan tersebut.

Jantung gadis itu berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Bulu roma yang ada disekujur tubuhnya meremang. Ia berusaha melepas genggaman pria itu sambil menggeleng cepat tanpa mengeluarkan suara apa pun. Sayangnya kekuatannya tak sebanding untuk melawan tenaga pria yang kini menyeringai puas terhadapnya.


"Ayo!" Pria itu menarik paksa anak gadis itu menerobos derasnya hujan. Perempuan itu berusaha berontak, tetapi dinginnya hujan berhasil melemahkannya. Ia menggigil. Pria itu terus menariknya hingga mereka menjauhi taman dan melangkah menuju sebuah bangunan bertingkat yang tak berpenghuni.

"TOLONG!" teriaknya. Namun nihil, suara hujan jauh lebih keras dari suaranya.

Pertahanannya sudah runtuh. Gadis itu menangis sejadi-jadinya di bawah lebatnya hujan. Harusnya ia tadi pulang bersama ibunya.


Siapa sangka sore itu adalah kenangan terburuk yang tak terlupakan olehnya.


***


Salam hangat,

Bintang

ARAGAM [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang