16. Bulan dan Bintang

18 2 2
                                    

"Bulan dan bintang. Diciptakan Tuhan untuk saling berdampingan. Namun... bisakah keduanya bertahan sampai akhir?"

• Langit Korea •

"Aku yakin, kita mampu untuk melewati semuanya bersama."

"Tapi aku nggak Na, aku nggak yakin..."

Ya... rasa ragu masih tetap ada. Dan itu sampai sekarang, dengan alasan yang masih sama.

"Kalau tidak?"

Jaemin langsung terdiam mendengar pertanyaanku. Seketika, suara-suara yang berada di sekitar menjadi lenyap. Mereka seperti tidak ada, tidak tersisa sama sekali. Yang menjadi fokusku hanya Jaemin, suara yang ku dengar hanya deru napasnya yang tenang dan terasa hangat.

Bersamaan dengan tangannya yang mengambil tanganku, salju kemudian turun dengan perlahan. Tangan kami yang saling mengerat satu sama lain itu, seketika terasa semakin dingin karena butiran salju yang menjatuhi.

Jaemin kemudian bersuara, "Kamu tau kan... hubungan ini, kita yang menjalani. Aku sama sekali nggak menuntut apa-apa, yang aku butuhkan hanya kepercayaan dari kamu. Lantas, jika kamu nggak percaya sama diri kamu sendiri... aku harus mendapatkan kepercayaan itu dari siapa?"

Aku mengerti. Iya, aku sangat mengerti dengan apa yang barusan dia katakan. "Tapi, Na... seseorang juga nggak punya kendali atas dirinya sendiri." kataku.

Dia lantas menjawab, "kata siapa?"

"Kataku, barusan."

"Salah." ujarnya.

"Kok?"

"Diri kamu sendiri itu kamu yang menentukan. Kamu kuliah di sini atas kemauan diri kamu sendiri, kan?

"Iya,"

"Ada yang bisa ngelarang nggak?"

"Hmm," Jawabku sambil menggeleng.

Jaemin lantas tersenyum dengan menghela. Senyuman yang selalu terlihat sama. "Karena memang seperti itu kenyataannya, setiap orang berhak atas kendali diri mereka sendiri. Maka dari itu, lebih dari orang lain kamu harus bisa percaya sama diri kamu sendiri. Nggak peduli dengan apa yang nantinya akan terjadi, yang ada hari ini, ya harus dijalankan dengan baik. Dan yang akan terjadi di masa depan nanti, harus diterima dengan tangan terbuka."

Kalimat panjang lebar pertama yang dia katakan padaku. Sukses membuatku terenyuh, bagaimana bisa ada orang sebaik dia? Orang yang selalu melihat apapun tanpa hanya dari satu sisi, selalu melihat sisi baik dari setiap keburukan sekalipun.

Melihatnya tersenyum, menyeretku untuk melakukan hal yang sama pula. Aku ingin menangis, tapi kenyataannya tidak ada yang perlu aku tangisi, apa yang dikatakan oleh Jaemin memang benar adanya.

"Na... bukan kamu,"

Dia menaikkan alisnya, "Ha? Apanya?"

"Bukan kamu yang beruntung, tapi aku. Tuhan udah ngasih kesempatan buatku, kesempatan untuk dicintai seorang Na Jaemin,"

Ucapanku barusan, urung membuat senyum Jaemin memudar karena bingung dengan penuturanku yang kurang jelas pada awalnya. Dia tersenyum kembali.

"Kamu tau, kan... itu semua terjadi karena aku adalah Na Jaemin." Katanya sambil tertawa.

Aku juga tidak tahu, tiap detik pun, pemandangan yang selalu aku dapat saat bersamanya adalah senyuman indah itu. Meskipun dia memakai masker, tapi aku tahu jika sedari tadi Jaemin tidak memudarkan senyumannya.

Langit Korea | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang