21.

65 7 1
                                    

"Ada yang ingin Tuan minum lagi?"

Minhyun melamun sembari memutar-mutar gelas berisi alkohol ditangannya. Sudah habis satu botol champagne yang ia minum, sudah dua jam berlalu Minhyun berada di pantry bersama bartender disana. Entah mungkin karena beberapa hal yang membuatnya memilih menghabiskan waktu di Bar, tidak seperti biasanya ia lakukan ketika melepas penat.

"Tidak" Minhyun berbicara sambil terbata, wajah murung itu mengisyaratkan bahwa dirinya sudah berada dalam pengaruh alkohol saat ini. "Cukup ini, dia tidak menyukaiku ketika mabuk"

Bartender yang tengah diajak bicara pun mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti ucapan Minhyun itu. "Dia?"

"Jane, kita.. kita bisa kembali pada hubungan sebelumnya dengan sungguh-sungguh, tapi kenapa kamu masih membenciku?"

"Tuan apakah anda merancau?" Bartender yang masih dalam posisinya.

"—Dengarkan saja, dia sedang mencurahkan isi hatinya" Tanpa ada yang tau seseorang menimpali datang dari arah pintu masuk berjalan menuju pantry.

Bartender itu pun menunduk seolah menyapa kedatangan Klan yang kini duduk tepat disisi kiri Minhyun. "Ada yang harus saya sajikan Tuan?"

"Seperti biasa"

Dan yah, Klan sudah tak asing dimata penghuni bar disana. Tamu yang sudah menjadi pelanggan terhormat, Klan setia datang dan hanya mengunjungi bar itu disaat dirinya tengah memerlukan asupan minuman.

"First impression. Ini pertama kali aku melihatmu berada disini Hyun, dan mabuk?"

Sayup-sayup mendengar ocehan seseorang disampingnya, Minhyun yang hendak terlelap sepertinya tidak jadi karena terlalu berisik karena ocehan Klan.

"Sial, kenapa aku selalu bertemu dengan pria ini?"

"Aku tidak tau ternyata dirimu kasar saat mabuk Hyun"

Menyela obrolan, bartender itu datang kembali sembari menyerahkan satu botol wine yang sebelumnya dipesan oleh Klan. "Silahkan Tuan"

"Thankyou"

Kembali mengatensikan pada Minhyun, Klan mendecih tertawa. "Kamu pasti sudah mengunjungi keluarga Jennie"

"Aku seharusnya sudah menghajarmu"

Klan tersenyum, menyodorkan gelasnya kehadapan wajah Minhyun. "Siapa? —kamu harusnya berterima kasih padaku. Dengan harga diri bodoh mu itu tidak akan mungkin bisa kembali dengannya sampai kapan pun jika bukan karena aku"

Keberuntungan Jennie sedang dipertaruhkan diantara dua pria itu. Tidak ada yang berhak siapa yang benar dan siapa yang salah, hati memang tak bisa dipaksakan, sementara semesta ada untuk menentukan.

"Aku tidak tau seberapa penting harga dirimu, tapi aku tau kamu tersiksa karena kebodohanmu itu" Minhyun lagi-lagi dibuat seperti pecundang oleh Klan.

Mungkin dalam beberapa waktu Klan sering kali terdengar bersikap kasar, tapi disatu sisi dia ada untuk perpihak pada kenyataan.

Mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya pada meja pantry, Minhyun melemah, dia mungkin sudah dianggap lemah selama ini. Ia tidak bisa bersikap jujur dalam hubungan asmaranya, selalu sembunyi dan lari. Ia merasa apa yang dikatakan Klan memang benar, sikapnya terlalu naif dengan perasaan Jennie. Jennie orang yang sebenarnya terluka selama ini, tapi Minhyun seolah menganggap bahwa dirinya juga tersakiti.

Caffeine | Jennie • Minhyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang