10.

73 13 0
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

Entah ada kejadian apa yang membuat suasana tegang dan canggung itu, Jennie tidak begitu penasaran dengan keributan yang sempat ia dapati ketika berjalan dilorong bersama managernya. Bercak darah kering disudut bibir Minhyun yang sempat menimbulkan tanda tanya dibenak Jennie.

"Siapa?"

"Ini aku" setelah menyuruh managernya untuk pergi lebih dulu ke kamar inap, Jennie pergi mendatangi ruangan kerja Minhyun sesaat setelah kejadian dilorong itu.

Minhyun membukakan pintu, raut wajah tak berarti apapun itu mempersilahkan Jennie untuk memasuki ruangannya.

"Ada apa?"

Tak menghiraukan, Jennie memilih berjalan melihat-lihat ruangan Minhyun. "Kamu akan pulang?"

Menjawabnya dengan anggukan kepala, Minhyun mengekori Jennie memperhatikan bagaimana wanita itu mengamati setiap sudut ruangan.

"Aku akan pulang besok, kamu tidak perlu mengundurkan diri"

"Bagaimana kamu tau? Siapa yang mengizinkan mu pulang?"

"Kamu tidak perlu peduli"

"Kamu bahkan belum sepenuhnya mendapatkan perawatan Jane, tubuh mu masih lemah"

"Lemah?" Jennie yang mengamati rak buku disudut ruangan itu kini menyeringai terkekeh. "Aku memang lemah"

"Dapatkan perawatan yang baik, jika aku tidak bisa melakukannya untuk mu"

Jika itu yang seharusnya terjadi, Minhyun tak bisa mengelak. Usahanya, perhatiannya bahkan sama sekali tidak digubris oleh Jennie, bisa apa Minhyun disaat ia mau meluruskan apa yang sebelumnya terjadi dimasa lalu tetapi tidak diharapkan, lebih baik berhenti.

Walaupun begitu Jennie menyadari, belakangan ini Minhyun terus dibebani rasa bersalah. Ekspresinya juga cara memandang dirinya yang berbeda tidak seperti saat mereka bersama kala dulu. Jauh dalam hati, Jennie masih memiliki empati untuk Minhyun meski dia telah menyakitinya sangat dalam. Dia menjaga sama seperti sedia kala, sikap Minhyun yang mengerti untuk tidak menyinggung luka, Jennie akui dia tidak berpura-pura. Hanya terkadang kenyataan sulit diterima.

"Klan yang melukai sudut bibir mu?"

Teringat, Minhyun meraba bibirnya yang masih sedikit terasa perih. "Itu salah ku"

"Kamu memang pantas mendapatkannya" Tangannya yang dilipat didada terlepas, Jennie meraih bingkai foto kecil yang terletak di meja kerja Minhyun.

Dan entah tiba-tiba muncul perasaan aneh dibenaknya ketika mendapati foto itu, karena asing dan terlihat bahagia. Minhyun dengan penampilan seragam Dokter nya yang berpose didepan gedung tua.

"Karena ini?" sembari memperlihatkannya pada Minhyun.

Foto yang diambil 3 tahun silam, dimana masa-masa Minhyun mengabdikan diri untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi di negara yang Jennie saja tidak tau itu dimana. Sampai Minhyun tidak mampu mengabari selama 3 tahun lamanya.

"Aku mau mendengar alasannya"

Memberanikan diri meski tidak sepenuhnya siap, Jennie ingin mengetahui skenario yang disembunyikan Minhyun hingga memilih mengorbankan perasaan dan menjauh darinya.

Sedang dari sana Minhyun melihat ada sebuah harapan dari pernyataan Jennie, ia menerka. Tetapi disisi lain Minhyun ingin diam, ia malah menginginkan seperti adanya saat ini dan tidak untuk mengutarakan hal yang membuatnya pergi dari Jennie.

"Bukan karena apa, aku hanya merasa keliru dengan perasaanku"

Jennie terpaku, jauh dari apa yang ia kira ia tidak mengharapkan ucapan seperti itu dari mulut Minhyun. Seketika merasa ada yang menusuk hatinya, ia membungkam getaran rasa sakitnya dulu kini kembali.

"Aku salah sudah membebani mu" lanjut Minhyun.

"Semuanya sudah terjadi, beruntung hanya aku yang mengalami akibatnya. Dan sekarang kisah sudah berakhir"

Tak disangka waktu berlalu dengan percuma, Jennie menyesali dulu hari-harinya ada untuk menangisi Minhyun yang bahkan sama sekali tidak mencarinya. Ia rela melepaskan dan selama itu mencoba mengikuti keinginan Minhyun, meski sulit.

"Aku akan menerima apapun sebagai balasannya, tapi jangan pernah mengira aku menyesal telah bersamamu. Jika mungkin kamu masih melihat ku, aku ucapkan terimakasih karena sudah mau menemani ku, aku bahagia"

Mengikuti naluri, Jennie menutup mulutnya yang hendak tersedu karena tak kuasa menahan lemahnya hati. Ia menangis, semuanya telah sirna dengan nyata sekarang.
Kenangan masa lalu bersama Minhyun setidaknya ada sebagai bagian warna hidup.

Indah janji tidak seindah apa yang dijalani.

"Jane.." bergerak untuk mendekap, Minhyun membiarkan Jennie dalam pelukan dan kelak terlepas cucuran air mata membasahi kemejanya.

"Kamu puas?!" Masih diselingi sedu, mantan wanitanya itu berteriak seolah meluapkan atas segala apa yang dikhawatirkan dua tahun kemarin.

Membelai lembut dengan penuh kerinduan juga rasa bersalah, Minhyun menggigit bibir bawahnya ikut menahan kepedihan yang harus ia hadapi kedepannya. Dekapan yang kini ia rasakan akan menjadi akhir jika semesta tidak lagi berkehendak untuk ia dan Jennie bertemu. Jiwa yang teduh tak lagi bisa menemani, tak dapat lagi ia rasakan, Minhyun akan lupakan.

"Maafkan aku.. maafkan aku.."

Apalagi yang harus ditinggalkan selain sosok? Mungkinkah kenangan? Tidak akan pernah bisa. Sejauh apapun mencoba untuk lupa, perjalanan sunyi dan kebahagiaan selalu akan teringat disuatu saat. Banyak gambaran
masa lalu yang terbayang-bayang, memberikan satu kerinduan dan keinginan untuk kembali.


"Jenn?"

Tanpa disadari, kini keduanya diberi jeda begitu pria yang tak asing mengetuk pintu ruangan, mencari wanita yang dinanti setelah beberapa menit lalu tak kunjung menampakkan diri.


"Tuan?"

"Oh, Dokter Minhyun" Manager Jennie datang ketika dia sempat lewat dan melihat pintu kaca memperlihatkan adegan pilu ditengah ke khawatirannya. Entah ada apa.

Senyum kaku yang ditunjukan Minhyun membuat sang manager ikut merasa canggung karena telah mengganggu disaat-saat yang terkesan berharga itu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya lagi masih sangat penasaran setelah melihat Jennie dengan wajah parau.

"Jennie kelelahan, ia butuh istirahat"

Lihat, bahkan Minhyun sudah tidak lagi memanggilnya dengan nama 'Jane'. Itukah permulaannya demi memberanikan diri dengan perpisahaan? Jennie kalut, ia masih tersedu lukanya begitu menyakitkan untuk bisa tersadar.

Sejujurnya melepas Jennie sangat berat bagi Minhyun, ia hanya sedang berpura-pura agar semua hal yang menggantung menjadi jelas. Kebaikkan Jennie adalah hal yang paling penting untuknya. Biarkan lambat laun hilang.

"Aku antar ke kamar"

Jennie mengelak, ia pergi melangkahkan kaki meninggalkan posisinya, disusul sang Manajer seraya menunduk permisi pada Minhyun.







•••

Lelah hati.. update untuk kesekian kali.
Jadi gimana?

Caffeine | Jennie • Minhyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang