Tujuh : Kejutan

112 12 8
                                    

SETELAH KEPERGIANMU

(SEKUEL ''JANTUNG ATAU HATI")

Bukan tentangmu lagi, ini tentangku, dia dan mereka

Bag. 7 : Kejutan

*****

"Aku terlalu sering mengalah, sampai aku tak mengenal apa itu egois."

*****

Dua gelas cokelat panas berhasil Denny buat. Ia melangkah ke meja makan di mana Alvin tengah menunggunya. Lebih tepatnya melamun. Karena setelah terbangun karena mimpi buruk, Alvin hanya diam, melamun. Melihat Alvin yang menjelma menjadi patung, seketika membuat Denny sedih. Alvin harusnya tak terpuruk seperti ini. mungkin Alvin masih merasa bersalah karena sebelum Lyn meninggal dia masih menyakiti hati Lyn. Ditambah hatinya yang hancur ketika Lyn benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Bahkan tanpa mengucapkan selamat tinggal. Tapi selama ini ia dan teman-teman lainnya berharap Alvin bisa kembali ceria.

"Vin, nih minum dulu," ucapnya sembari mendorong cangkir panas itu mendekat pada Alvin. Alvin menarik nafas dalam. Ia mengangguk pelan, kemudian menarik cangkir itu agar lebih dekat. Kedua telapak tangan menyelimuti badan cangkir, berharap panas dari cangkir dapat menghanagatkan telapak tangannya yang dingin.

Denny menyesap pelan susu cokelat miliknya, tapi dengan tatapan mengawasi Alvin. Alvin hanya menyentuh cangkirnya tapi tak berniat meminum isinya.

"Diminum, Vin. Keburu dingin." Alvin mengangguk patuh. Cangkirnya ia angkat, kemudian meminum sedikit demi sedikit susu cokelat itu. mengalir melewati kerongkongannya yang sedari tadi terasa kering.

Beberapa kali meminumnya hingga setengah gelas, berhasil memberikan sensasi tenang pada dirinya. Bukan hanya itu, rasa ketakutan yang sempat muncul itu perlahan-lahan menghilang. Sepertinya memang benar kalau cokelat itu bisa memberikan rasa tenang dan nyaman pada diri.

"Thanks, Den," ucapnya lirih. Kalau saja Denny tak membangunkannya tadi, sudah pasti dirinya tak mampu mengendalikan emosinya dan membangunkan teman-teman yang lain. Denny mengangkat sebelah alisnya. Ia mengangguk.

"Vin," akhirnya Denny kembali memecah keheningan. Alvin mendongak, mengalihkan fokus Alvin dari susu cokelat miliknya yang tinggal sedikit.

"Gue tau lo sayang banget sama Lyn. Dan lo nggak bisa ngelupain dia. Dan lo juga masih merasa bersalah sama dia. Tapi," Denny menggantungkan kalimatnya. Ah, entah kenapa rasanya ia tak bisa melanjutkan. Namun, demi kebaikan Alvin dirinya harus mengatakan yang sejujurnya.

"Lo nggak bisa stuck di satu tempat kek gini. Gue yakin Lyn disana bakal sedih kalo liat lo kayak gini. Lo berhak bahagia, Vin. Bukan berarti gue minta lo lupain Lyn. Cuma, gue sebagai sahabat dan kelurga lo, gue juga mau liat lo bahagia. Bukan terus merasa bersalah kayak gini dan terus-terusan bersedih."

Alvin termenung. Sesaat kedua tangannya terkepal. Itu sama saja. Menurutnya. Tidak bisa dirinya tak bisa melakukan itu. rasanya kali ini dirinya dikalahkan emosi yang melenggak ingin keluar.

"Gue nggak bisa."

"Lo bisa, Vin. Life must go on. Lo nggak bisa kayak gini. Sekarang, yang perlu lo lakuin adalah belajar untuk ikhlasin Lyn. Biar dia bahagia disana."

"Tapi nggak segampang itu, Den. Rasanya, gue nggak bisa ngelupain gimana gue nyakitin Lyn, kecewain dia, bikin dia sakit hati. Dan parahnya disaat dia butuh gue, gue malah ninggalin dia dan benci dia.

Gue nggak bisa ngelupain itu semua Den. Dan ini cara gue buat nebus rasa bersalah gue dan cinta gue ke Lyn." Satu tetes air mata lolos begitu saja dari sudut mata Alvin. Dadanya sesak tatkala memori memaksanya memutar seluruh kenangan menyakitkan yang ia berikan pada Lyn. Matanya menutup. Kedua lengan bertumpuk diatas meja dengan kepala menunduk. Alvin benci, tapi memang ini satu-satunya ia menebus rasa bersalahnya pada Lyn.

Setelah Kepergianmu (Sekuel Jantung Atau Hati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang