Warning: Typo(s) bertebaran!
Aish... lama banget sih Ardigo beli ayam bakarnya. Eh, emangnya di Irlandia ada ayam bakar? Ada dong pastinya, masa gak ada sih. Di Nandos pasti ada jualnya.
Aku terkesiap saat mendengar suara kode password apartement dan juga suara seorang pria dan wanita. Apa jangan-jangan Ardigo sudah pulang bersama Andira sepupu tercintanya?
"Nami? Kok lo bisa disini?" Suara yang sangat familiar menyadarkanku. Aku menoleh ke sumber suara dan ternyata Andira menatapku dengan raut tanya.
Ardigo hanya mengedikkan bahu acuh tanda tidak peduli dengan pertanyaan sepupunya sedangkan aku speechless harus menjawab apa. Eh, kenapa bingung harus menjawab pertanyaan Andira? Toh, aku disini, kan dibantu Ardigo karena dia mengobati lukaku walau tidak ikhlas.
Aku melintirkan ujung kaosku. "Gue.. gue tadi kecelakaan, Dir. Dan untungnya Ardigo mau merawat gue."
Andira memicingkan matanya, "benarkah? Kalian tidak berbuat macam-macam, kan?" Tudingnya.
Aku tersedak air liurku sendiri. "Apaan sih, Dir. Gue hanya di obati luka gue sama Ardigo, yakan Ar?"
Ardigo yang tadinya sibuk sama pesananku beralih menatapku dan Andira secara bergantian. Lalu pria itu mengangguk setuju. Tuhkan, dia di pihakku!
"Tentu saja, lagian ngapain aku berbuat macam-macam sama wanita yang bukan tipe gue." Ujarnya ketus seraya meletakkan ayam dan kentang di atas piring.
Ish, memangnya tipe cewek Ardigo kayak mana, sih? Masa aku bukan tipenya? Nyebelin, ih!
Andira melotot tajam pada sepupunya, "jaga ucapan lo, Ardi! Kena karma baru nyahok!"
Ardigo tertawa sinis menanggapi ucapan Andira, "hahaha... kena karma? Nggak banget, lagian aku sudah punya pacar. Mana mau gue sama cewek yang gak ada jaim-jaimnya kayak dia. She's not my type."
Aku menunduk menahan rasa sakit yang bergejolak. Ucapan yang berupa sindiran itu membuatku sedih. Dan fakta yang baru kuketahui adalah, Ardigo sudah punya pacar!
Ah, apa peduliku. Sebelum janur kuning melengkung kita masih ada kesempatan untuk mengejar cintanya. Ya, aku akan membuat Ardigo tidak bisa berpaling padaku juga aku akan membuat Ardigo putus dengan kekasihnya bagaimanapun caranya akan kulakukan demi mendapatkan hatinya.
Kejam? Tidak! Aku hanya ingin Ardigo jadi milikku hanya itu saja. Lagian aku yakin cinta pacarnya tidak sebesar cintaku pada Ardigo. Aku yakin itu.
"Baru pacar aja bangga. Mungkin pacar kamu nantinya bukan jodohmu, siapatahu jodohmu aku. Kan takdir ditentukan oleh Priska (*karena saya Tuhan mereka)" Ucapku dengan bijak. Ardigo menatapku dengan sengit sedangkan Andira cekikikkan mendengar ucapanku.
Ardigo mendengus, lalu meletakkan pesananku di atas meja tamu. "Bangun woiii!!! Mimpi terus kerjaannya. Ogah gue nikah sama lo. Dih, amit-amit." Ketusnya sambil menatapku dengan ngeri.
Aku tertawa senang. Ardigo kalau marah makin ganteng loh. "Kan sudahku bilang, siapatahu mimpiku jadi kenyataan kalau kamu bisa jadi future husband Namira. Yagak, Dir?'' Aku meminta persetujuan dari Andira.
Andira menggeleng melihat percekcokan antara aku dan Ardigo. "Udahan deh, dan kamu Nam, kok bisa sih kecelakaan?" Tanyanya.
Aku nyengir sambil garuk-garuk kepala, "kan gue ngejar Ardigo, eh guenya gak lihat kiri-kanan, dan gue ditabrak sama mobil."
Andira menggelengkan kepalanya sambil berdecak, "lo bisa gak sih jangan ceroboh? Sifat ceroboh lo bikin gue gemas sendiri jadinya." Sungutnya.
Aku mendelik, "ish, orang kecelakaan bukannya di simpati malah dapat omelan." Cibirku kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold
RomanceAku Namira, gadis yang tidak mengerti apa arti Cinta? Aku tidak tahu mengapa saat aku menatap pria sepupu dari temanku rasanya aku tidak bisa bernafas. Walau hanya melihat sorot matanya yang tajam Entah apa yang ada di dalam diriku, aku mengganggu...