Beberapa kali (Name) mengedipkan matanya, mencoba mengartikan ajakan yang dilontarkan dari lelaki dihadapannya ini. "Hah, apa?" Sedangkan yang ditanya seperti itu, hanya terdiam membutuhkan jawaban dari gadis dihadapannya ini, siapa lagi jika bukan (Name). "Mau pulang bersama tidak?"
Hokuto berbicara seperti itu mengulangi pertanyaan sebelumnya, bertingkah seperti biasanya. Tanpa ekspresi yang terlihat jelas, yang sebelumnya berdehem pelan karenanya. "Ah, iya. Aku lupa kalau diluar sedang hujan," kata (Name) menoleh ke arah luar jendela, tidak lama setelahnya menatap Hokuto lagi dan melanjutkan ucapannya, "Boleh saja."
Mengangguk pelan meng-iya-kan jawabannya, dan segera dirinya menuju kursi di mana ia duduk saat ini. "Jangan lupa kemasi barangmu," tutur Hokuto, mengingatkan (Name) yang kembali bengong tadinya. "Hm ...." Segera keduanya membereskan barang-barang mereka.
Kemudian, Hokuto beranjak ke depan pintu dan mematikan lampu ruangan kelas. Karena sebelumnya mereka pakai untuk kegiatan pembelajaran selama dikelas, ketika cuacanya agak gelap. (Name) segera menyusul ketertinggalannya dengan Hokuto.
Hokuto menutup pintu kelas dan berjalan diselasar kelas bersama (Name), tetapi langkah kakinya mendahuluinya sedari tadi, membuat (Name) menggerutu alhasil langkah Hokuto berhenti. Menoleh ke arahnya, memijat pelipisnya dia cukup lelah dengan apa yang dilakukan (Name) hari ini sama sekali membuang-buang waktu.
だけど
また別の感情が胸にあるよ"Ada apa?" Hokuto mulai mengeluarkan suara, (Name) akhirnya pun bisa menyelaraskan langkah kakinya. "Bukan apa-apa, hanya kesal saja." Menarik napas panjang, dirinya masih mencoba untuk membuang jauh-jauh perkataan yang datang dari gadis disampingnya ini, cukup dengan sebagian besar omong kosong.
Padahal, sedari tadi di kelas mereka saling berbicara, tetapi sekarang. Tidak ada sepatah katapun terlontar, kondisi mereka adalah yang paling sering dipertanyakan beberapa siswa. Mereka berdua itu dekat atau tidak? Kadang seperti orang banyak celoteh, kadang juga seperti orang bisu. Tidak mempunyai omongan yang bagus.
Tidak ada yang tau, tetapi mereka memang tidak memiliki hubungan khusus satu sama lainnya. Bayangan-bayangan mengerikan memasuki kembali memori gadis itu, bersamaan bunyi petir menggelegar terdengar. Hokuto menahan kebisingan akibat petir itu, menenangkan pikirannya sembari menarik napas perlahan-lahan.
Netra biru tuanya, melirik ke arah (Name) yang menutup telinganya dengan posisinya berjongkok. Dan sesuatu itu menghantui memorinya, membuatnya memeluk tubuhnya sambil mengatur napas perlahan. "Kau baik-baik saja?"
You and My dream
Two of us ... Just two of usHokuto memegang bahu (Name), awalnya cukup kaget bagi dia ketika Hokuto menyentuh bahunya tiba-tiba seperti itu. "Ah, ya ... tidak apa-apa, hanya saja sesuatu yang menyakitkan kembali terngiang," gumamnya, langsung tersadar. "Tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja, tidak apa-apa."
Tidak mengerti apa yang dikatakan oleh (Name), Hokuto kembali melihat keluar jendela disampingnya. "Sudah larut ya? Sepertinya, tidak apa-apa untuk berkeliaran seperti ini sesekali. Lagian, hujannya sudah sedikit mereda."
"Aku benci hal itu."
Suara itu, berasal dari (Name) yang dalam pemikiran Hokuto, dirinya memang sedang tidak baik-baik saja sekarang. "Apa kau bisa berdiri sekarang? Kau terlihat seperti orang tertekan, tetapi ke sampingkan hal itu dulu. Ini sudah larut, dan kau harus segera pulang, (Last Name)." Gadis itu menoleh ke arah Hokuto, iris matanya menatap ekspresi Hokuto.
Tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Tangan Hokuto menjulur kepadanya, ia rasa ingin membantunya untuk berdiri. Kemudian, gadis itu menerima tangannya dan berdiri. "Iya iya. Sekarang, jangan menceramahiku! Aku masih mengatur napasku akibat petir tadi," kata (Name) membalas perkataan Hokuto.
同じ痛み 浮かび上がる ふたつの残像
あの日からSetelah sekian lama berlalu, keduanya melanjutkan perjalanan mereka untuk pulang. Tetapi, ketika digerbang masuk Akademi. "Sebentar, apakah tidak ada perkerjaan idola seperti hari-hari biasanya? Sepertinya, baru kali ini aku melihatmu sedang tidak sibuk sekali sekarang."
Hokuto mendesah pelan, memutar bola matanya malas. "Sekarang, bukannya bersiap pulang malah menanyakan hal itu. Hm, mereka menundanya untuk besok hari." (Name) yang mendengarnya mengangguk-angguk pelan karena hal itu.
"Ku pikir akan selalu bertabrakan dengan Akademi. Ternyata, mereka mengambil kesepakatan untuk hari apa saja, agar tidak menghentikan aktivitas belajar-mengajar." Mengajak-acak surai hitamnya Hokuto berkata, "Tidak seperti itu, jika sudah kelas tahun ketiga nantinya."
Bersedekap dada, menarik napas panjang, sempat membuang pandangannya ke arah lain. "Mau bagaimana lagi, semuanya pasti akan datang cepat atau lambat, tidak akan ada yang tahu." Perkataan (Name) adalah kebenarannya, membuat dirinya mengangguk pelan.
俺たちは夢という
サディスティック抱いて ここにいるMalam yang cukup mengerikan menurut (Name), akhirnya terselesaikan. Menjelang pagi, embun pagi menyambut kesegaran pagi. Hari ini adalah waktu piket bagi (Name). Dia sudah berangkat lebih awal karena hal itu. Awalnya.
Ternyata, dia datang lumayan terlambat daripada hari biasanya ketika piket. Datang seperti hari di mana bukan jadwal piketnya. (Name) juga tidak bisa menyangkal hal itu. Pemikiran masa lalunya masih terngiang-ngiang dimemori kepalanya.
Cukup membuatnya kesulitan untuk tidur, ketika dimalam hari. Dia mencoba untuk menenangkannya bagaimanapun caranya. Mencoba untuk melupakan sesaat masa lalu yang sadis juga pahit. Ia merasa cukup kuat untuk menahan penderitaan itu semuanya sendiri. Tetapi, itu adalah hal yang mustahil dipendam ketika hal itu kembali terngiang-ngiang.
"(Name)! (Name)!"
-
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING'S SYMPHONY! Hidaka Hokuto. ✓
FanficKeakraban tanpa sadar hadir diruang lingkup kecil mereka. Awalnya, Hokuto berpikir bahwa untuk mendekati (Name) sangatlah sulit. Tetapi, memang benar seperti apa yang dikatakan beberapa siswa. Sudah seminggu semenjak kejadian itu. Mungkin sekarang a...