Sore ini Rania memang ada janji dengan teman kelasnya untuk mengerjakan tugas kelompok mereka. Dan jadilah ia terlambat untuk pulang ke rumah.
Ardito sudah menunggu Rania di meja makan. Niatnya, Rania akan disidang habis-habisan karena pulang terlalu larut.
"Emang gak bisa gitu ngerjain tugasnya besok lagi aja?"
Tepat di sebrang Ardito, Rania menunduk takut menatap Ardito.
"Tugasnya harus dikumpulin besok, sementara kelompokku cuma punya waktu hari ini. Aku juga gak tau kalau jadinya bakal selarut ini bang."
Ardito menghela napas lelah, "lain kali kalau kamu pulang telat, hubungi abang dulu! Gak baik anak gadis pulang larut apalagi sendirian! Paham?"
Rania mengangguk. Perkataan Ardito yang tegas menandakan tak ada main-main lagi. Rania harus patuh atau dia akan dapat konsekuensinya.
"Emangnya Reno nggak ikut? Kamu bisa nebeng dia kan?" Suara Ardito mulai melembut, berusaha santai.
Rania mengangkat kepalanya menatap Ardito takut-takut, "dia nggak sekelompok sama aku, lagian aku takut ngerepotin dia jam segini minta jemput."
"Udah tau jam segini bisa ngerepotin orang, trus ngapain kamu pulang larut?"
"Masih jam 9 baaangg." Rania merengek.
"Ck, jam 9 jam 9, cepet masuk kamar! Tidur, besok sekolah!"
Rania tersenyum, bangkit menuju Ardito lalu megecup pipinya dan mengucapkan selamat malam.
Waktu terasa cepat berlalu. Baru kemarin Ia dan Rania masih menghabiskan banyak waktu bermain petak umpat, kini adik kecilnya yang menggemaskan itu telah tumbuh besar menjadi gadis cantik dan menyebalkan tentunya.
***
Reno benar-benar kelimpungan pagi ini. Bagaimana bisa Rania dengan santai memanjat tembok belakang sekolah yang tingginya hampir mencapai 5 meter??
Seperti bukan masalah besar atau takut dan malu lantaran Ia memakai rok, dengan percaya dirinya ia bahkan dengan santainya melompati tembok itu. Hei, di bawah sini ada lelaki tahu!
Bila ditambah dengan kegiatan mereka 5 menit yang lalu, rasanya Reno ingin mati saja. Bisa-bisanya Rania menerobos lampu lalu lintas yang baru saja berubah warna menjadi merah. Bagaimana kalau tiba-tiba mamanya menelepon dan memarahinya karena ada surat tilang yang sampai ke rumah? Rania benar-benar gila!
Tapi tunggu, kalau Rania gila, bukankah Ia juga gila karena berteman dengan orang gila? Argh! Lupakan, sekarang fokus bagaimana caranya mengikuti jejak perempuan tak waras itu memanjat tembok setinggi hampir 4 meter!
Rania yang sudah di sebrang tembok berujar pelan, "Ren, lo bisa manjat kan?"
Reno menelan ludah ngeri, "gue takut gak bisa turun Ran."
Bisa Reno dengar Rania yang terkekeh di sebrang sana.
"Gue tangkep kok brother."
Reno ragu, tapi tak mungkin juga kan ia membolos? Hah... dengan segenap keberanian yang tersisa sesendok, Reno pasti bisa!
Reno mulai memanjat dengan hati-hati melalui celah-celah tembok yang rusak. Ketika sampai di atas, Ia melihat ke bawah. Ya Allah, kepala Reno mau pecah rasanya.
Ia genggam ujung tembok itu sembari menutup mata, "serius kepala gue muter Ran!"
Rania lagi-lagi terkekeh, terhibur dengan ekspresi lelaki itu yang seolah menggelitiki perut.
"Lompat, gue tangkep." Katanya dengan kekehan yang mulai mereda.
Reno benar-benar mual, ini pertama kalinya ia terlambat dan melakukan aksi ekstrem seperti ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/254797900-288-k479940.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
155
SonstigesRania suka semua jenis bunga, tapi satu hal yang amat Rania suka daripada semua koleksi tanamannya di halaman rumah, yaitu Reno. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan. Kayu kepada api yang menjadikannya abu. A...