MERINTIS

75 17 25
                                        

Ruth mempertajam tatapannya. 

Pada satu titik, seluruh fokusnya terpusat.

Semakin dalam.
Semakin lama.

"Tatap mata ojan.."

Eros terkekeh menggoda Ruth. "Kamu lagi praktek menghipnotis?"

Hah? Kok nggak ngefek? Batin Ruth. Matanya sampai pedas, tapi tidak terjadi apa-apa pada lelaki itu.

"Gimana sih, lo," bisik Romeo yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. "Praktekin yang tadi, Men...Lo bisa nyerang gue, masa ke dia nggak bisa?"

Ruth mengerling jengkel. "Man, Men, Man, Men. Lo kira gue pengamen?" 

"Udah-udah, jangan pada bencandaan terus, ya. Aku tahu kalian semua nantinya akan menajdi kawan yang sangat-sangat akrab." Eros bertepuk tangan bangga melihat para target berkumpul di depannya. 

Hanya saja setelah dilihat benar-benar, hitungannya ternyata salah. Mulai dari yang paling ujung, gadis berambut panjang dengan penampilan ala mbak-mbak karaoke, di belakangnya ada gadis lain yang terlihat cupu, lalu di sampingnya tampak seorang lelaki berwajah antagonis duduk di kursi roda, si ibu muda, oh, ralat, si remaja yang sepertinya hamidun duluan, kemudian terakhir si lelaki yang hobi tepe-tepe.

"Satu..dua...tiga.."

"Lo ngitungin apa, sih? Lintingan arisan?" tanya Romeo memperhatikan Eros.

"Atau nomer urut pembataian kita." 

Celetukan Lord sontak memancing ketakutan para target. Mereka menatapnya menunggu kejelasan ucapan lelaki itu.

"Dia pasti mau jadiin kita tumbal. Lo pada pernah nonton film Runaways, nggak? Orang tua dari anak-anak yang punya kemampuan spesial, ternyata kerja sama alien gitu. Biar aliennya bisa hidup di bumi, mereka ngasih persembahan ke si alien berupa tumbal." 

Glek.

Lord yang pintar dan selalu memberi penjelasan masuk akal dari setiap perkataannya, berhasil meracuni otak para target.

"Dan lo tahu, tumbalnya siapa?" tanyanya sembari berkeliling menatap para target. "Anak-anak yang nggak punya tempat tinggal, manusia-manusia putus asa, dan mereka yang berniat lari atau menghilang dari kehidupan ini."

Tak ada yang bersuara. Lord tidak bermaksud menyindir. Tapi tampaknya seluruh target menyadari sendiri. Termasuk si pembicara, ia langsung mematung begitu teringat beberapa saat lalu mencoba bunuh diri dengan membiarkan kursi rodanya meluncur ke rel kereta.

"DOR!" 

Eros tertawa manja melihat kepanikan di wajah-wajah para target. "Kalau pun saya cari tumbal, saya pasti pilih tumbal yang bibit, bebet, bobotnya bagus. Wajah-wajah putus asa ini, mana laku buat dijadikan tumbal!" tunjuknya dari ujung ke ujung.

"Dasar nggak konsisten." Lord bersuara lagi. Ia melirik Eros dengan tatapan mencela. "Tadi pake gue-lo, sekarang saya-kamu."

"Oh, maunya sayang-kamu?" goda Eros makin kesenangan melihat Lord yang bergidik ketakutan. Lelaki itu kini menatap satu per satu targetnya. "Aku punya penawaran menarik buat kalian."

"Apa? Lo mau kasih kita duit?" sambar Ruth. Matanya langsung ijo. Tidak munafik. Baginya, uang lebih berharga dari apa pun dan siapa pun. 

Eros tersenyum tipis melihat reaksi gadis itu. "Lebih berharga dari uang."

"Cih, bullshit. Mana ada yang lebih berharga dari uang?" timpalnya tak mau kalah.

"Kamu pasti tertarik dengan penawaran saya." Eros menanggapi dengan santai. Ia beranjak dari halaman kemudian mengajak para target masuk ke bangunan yang sudah dirancangnya sendiri menjadi 'Eros Kingdom' . Tapi tak satu pun dari mereka yang bergerak mengikutinya.

LOADING ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang