PERSIS

117 13 0
                                        

"Uhuk! Uhuk!" Romeo memukul-mukul lengannya. "Sorry, Bro. Gue nggak senga -"

Melihat Romeo tiba-tiba berhenti berbicara, terperangah dengan mulut terbuka, membuat Lord turut memusatkan perhatiannya ke depan.

Ajaib. Keduanya baru menyadari jika bangunan mewah yang di dalamnya terdapat banyak ruang dan perabotan mahal itu, tampak seperti gubuk reyot ketika dilihat dari tampilan luarnya.

"Hah? Mata gue rabun apa gimana, nih?" Berulang kali Romeo mengusap matanya. "Lo juga liat, kan?"

Lord hanya mencibir lantas mendengkus sambil membuang muka. "Ni orang emang nggak tahu diri. Udah bikin gue jatoh, pake sok akrab lagi."

Srek..

"Siapa di sana?" Lord menoleh sisi kanannya.

Di balik ilalang dan tumbuhan liar yang tinggi, lelaki itu melihat daun-daunnya begoyang.

"Serahkan padaku, Kawan." Romeo maju selangkah, menepuk pundak Lord sekali.

Dengan kemampuannya, kali ini Romeo menyalin fungsional teleskop, yang mampu merekam objek dari jarak jauh agar terlihat lebih dekat dan jelas. Masih dengan tubuh serta fisik yang sama, namun hebatnya ia bisa meniru fungsional dari benda apa pun.

"Wow, ada cecan, Men!" Senyum Romeo merekah lebar. "Dia pasti juga mau ke sini. Wah, harus gercep kenalan sebelum keduluan sama Si Gelay atau Si Judes ini."

"Eh, tapi kayaknya, tipe gue sama Si Gelay beda, sih." Romeo mengusap-usap dagunya. SIbuk berdiskusi dengan dirinya sendiri. "SI Gelay, kan, sukanya sama yang ganteng-ganteng modelan gini. Hahahahaha!"

Romeo menyikut lengan Lord, menaik-naikkan sebelah alisnya, lalu berlari penuh semangat untuk mengecek keberadaan gadis yang dilihatnya tadi. Beberapa saat ia berhenti di antara ilalang dan tumbuhan-tumbuhan itu, namun tak menemukan siapa pun di sana. Tak menyerah begitu saja, Romeo mencoba berjalan lebih jauh demi memastikan penglihatannya tak salah.

"Nggak ada yang normal di sini. Lebih baik gue pergi aja," gumam Lord di antara keheningan suasana di tempat asing itu.

Tempat yang sepertinya jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Tempat yang dari luar terlihat sangat biasa, namun di dalam bangunan itu, situasinya seperti berada di rumah para bangsawan. Mewah sekali.

Hanya satu yang mengganggu Lord; terlalu banyak ornamen berwarna pink yang mencolok mata.

"Kamu mau ke mana?"

Suara dari balik punggungnya membuat telunjuk Lord terangkat dari tombol di kursi roda.

"Di mana aja, asal nggak di tempat aneh ini dan dengan orang-orang aneh," sembur lelaki itu kemudian kembali menjalankan kursi rodanya.

Tapi ternyata Eros memanggilnya lagi. "Bukannya kamu tadi nyari sesuatu? Atau nyari seseorang? Udah ketemu?"

Lord tidak menjawab. Ia memilih diam dan terkesan tidak peduli. Walau berhentinya kursi roda yang ia jalankan, cukup menujukkan jika lelaki itu sedang bergulat dengan hatinya sendiri.

"Apa dia aneh, seperti lelaki yang tadi? Apa ada sesuatu di diri dia yang buat kamu terkejut?" tanya Eros yang tentu semakin membingungkan Lord.

"Nggak usah dicari," kata Eros buru-buru ketika melihat lelaki itu hendak menjalankan kursi rodanya lagi. "Mungkin dia yang bakal nyusulin kamu ke sini."

Selama beberapa saat, keduanya diselimuti keheningan. Eros menunggu reaksi lelaki itu tanpa berusaha mendekatinya. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti di dalam tadi. Bayangkan semarah apa Lord kalau sampai kejadian memalukan itu terulang lagi.

Dan satu lagi, kali ini Eros sedang dalam mode serius. Mendadak ia teringat dengan nasibnya yang bergantung pada ketujuh target. Hidup matinya ada di tangan mereka. Paling tidak selama menjalankan misi dari Love Cupid, ia harus terlihat meyakinkan di depan para target.

Kecuali jari-jari lentiknya yang memang tidak bisa dikontrol juga bulu mata lentiknya yang seringkali mengedip-ngedip genit tanpa sadar setiap kali ia tertawa.

"Hah?" Eros mendadak terkejut sambil memegangi telinganya. "Kantor polisi?"

Dari sudut matanya, diam-diam Lord mengawasi. Ia melihat Eros seperti berkomunikasi dengan seseorang. Oh, ralat. Lebih tepatnya bertelepati. Karena lelaki itu tidak menggunakan ponsel atau alat komunikasi semacamnya.

"Duh, cape, deh. Belum-belum udah bikin masalah," ucap Eros mengeluh sendiri. Lelaki itu mengusap keringat di dahinya dengan gaya centil.

Sebelum meninggalkan Lord, ia berpesan, "Ada yang harus saya urus. You jangan kemana-mana, ya. Jangan bikin saya makin rempyong."

Lalu semena-mena ia memegangi kepala Lord, memaksa lelaki itu menganggukkan kepala. "Nah, saya anggep ini persetujuan. Oke, cyin. Eyke cap cus dulu."

Sontak Lord memundurkan wajahnya untuk berjaga-jaga. Takutnya Eros main nyosor. Meski sadar betul kejadian di dalam tadi, murni tanpa kesengajaan, tapi lama-lama geli juga kalau dipikirin.

"Hah, dasar orang-orang gila," gerutu Lord. Kali ini ia tidak perlu berpikir dua kali untuk meninggalkan tempat itu. "Bisa-bisa nanti gue ketularan aneh."

Namun baru beberapa saat kursi rodanya berjalan, ia kembali berhenti. Tatapannya tertuju ke depan. Matanya sedikit menyipit karena pandangannya terhalangi lampu jalan.

Perlahan tapi pasti, ia mulai bisa melihat dengan jelas rupa dari dua sosok yang berjalan mendekatinya itu.

"Apa gue kena diplopia? Tapi kalo diplopia, harusnya objeknya keliatan sama. Satu objek terlihat ganda." Lord terheran-heran dan mulai berspekulasi sendiri.

"Atau karena kebanyakan nonton film fantasi, gue jadi berhalusinasi bisa membelah diri kayak naruto?"

Sampai di detik yang tidak terduga, suara keduanya menyadarkan lamunan lelaki itu.

"Ternyata lo udah sampe duluan," kata gadis berambut pendek yang berdiri tepat di depannya.

Tak hanya seorang diri, gadis itu datang bersama seorang lelaki dan bayi yang berada dalam gendongan lelaki itu.

"Halo, Kak. Papa Mama dari pagi tadi nyariin lo terus, tuh," sapanya pada Lord, lengkap dengan senyuman ramah. Ia juga mengangkat sebelah tangan bayi dalam gendongannya untuk memberi sapaan pada Lord.

"Anyeong, ayo bilang halo ke saudara kembar Kakak."

Ini kali pertama sepasang saudara kembar itu bertemu. Oh, bahkan mungkin berkat Inge, mereka akhir saling tatap. Lord tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi seingatnya, terakhir kali ia sedang bersama Inge di halaman rumah sakit. Mencoba lari dari kejaran orang tuanya juga bodyguard yang diutus untuk menangkapnya.

Anehnya ketika terbangun dan sadar, tahu-tahu ia sudah berada di tempat asing ini.

Lalu bagaimana bisa saat ini, di depan matanya, Inge muncul bersama saudara kembarnya yang entah datang darimana itu?

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOADING ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang