Bahwasanya setelah melukaimu, aku dikurung oleh rasa bersalah yang tidak pernah mau berhenti. Ia menyiksaku, terus mengingatkan kepadaku bahwa aku begitu kejam di masa lampau. Bahkan setelah melarikan diri pun, rasa bersalah itu justru kian subur. Dan engkau adalah pupuk mengapa rasa bersalah itu terus tumbuh.
Bahkan setelah mendapatkan luka dariku. Bahkan setelah kulontarkan kalimat-kalimat kejam tak berperasaan padamu. Bahkan setelah aku meninggalkanmu tanpa sedikitpun menoleh. Kau tetap berlaku begitu baik kepadaku. Kau tetap tersenyum di depanku. Kau tetap menyapaku dengan suara paling ceria. Padahal aku sendiri tahu bahwa jauh di lubuk hatimu, kau sibuk menguatkan diri.
Aku merasa begitu buruk di depanmu. Bagaimana bisa setelah diperlakukan dengan kejam olehku, kau tidak membenciku. Bahkan tidak sekalipun kau menyumpah serapah atas kejahatan yang aku lakukan padamu di masa lampau.
Rasa bersalah itu mengungkung diriku, tertanam subur dalam hati dan kepalaku. Tapi meski begitu, aku tetap mendongakkan kepalaku. Memasang ekspresi dengan senyum miring, hingga mereka mengecap aku sebagai seorang gadis sombong. Padahal, aku mati-matian melindungi diriku sendiri dari kehancuran. Aku tengah memasang topeng paling kuat agar orang-orang tidak tahu kelemahanku.
Tapi tetap saja, rasa bersalah itu tetap terus ada meski tahun telah berlalu. Rasa bersalah yang menjebakku dalam ketakutan-ketakutan berkepanjangan. Rasa bersalah yang mungkin akan terus menghantuiku, hingga eksistensi dariku telah hilang dari semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive
Random[continuation of stay alone] Bahkan setelah berpisah dan menyakitimu, aku turut patah hati. Kemudian aku melakukan kamuflase bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Itu semua kulakukan demi harga diriku yang tersisa. Karena tanpa itu, aku akan turu...