Bagaimanapun Lima Golok Setan tetap merasa khawatir Pendekar Rajawali Sakti akan mengikuti. Makanya, Wisesa lantas memberi perintah agar terus berlari agak jauh ke dalam hutan.
"Kita berhenti di sini!" seru Wisesa, ketika telah merasa aman.
"Apakah kau yakin dia tak akan mengikuti kita?" tanya Sukma.
"Kurasa dia akan berpikir seribu kali untuk mengejar kita sampai di sini."
"Aku akan cari kayu bakar dan air!" kata Sukma selanjutnya.
"Aku cari makanan!" timpal Cakra. Wisesa mengangguk, kemudian membaringkan tubuh Bawor yang tengah sekarat. Sementara Sembada yang terluka ringan hanya terduduk lesu.
"Kau harus bertahan, Bawor! Kau tak boleh mati!" desis Wisesa.
"Aku..., aku... akh...!"
Wajah Bawor menegang. Dan suaranya tercekat putus. Meskipun di tengah perjalanan tadi Wisesa sempat menotok beberapa jalan darah agar tidak keluar kelewat banyak, namun luka yang diderita kawannya itu cukup parah. Sehingga meski berusaha bertahan, namun akhirnya Bawor kalah juga.
"Bawor! Bangun! Bangun!" teriak Wisesa seraya mengguncang-guncangkan tubuh kawannya.
"Sudahlah, Wisesa! Dia tidak akan bangun lagi. Bawor sudah mati," ujar Sembada yang sesekali meringis karena menahan luka di pinggangnya.
Wisesa terdiam. Dipandanginya wajah Bawor untuk sejurus lamanya.
"Kita mesti menguburkannya...," lanjut Sembada.
Wisesa terdiam. Sembada pun ikut terdiam. Apa yang dipikirkan Wisesa mungkin pula bisa dimengerti. Mereka berlima sudah seperti saudara meski sebelumnya tidak saling mengenal.
"Pertama kali dia datang, tubuhnya kurus dan mukanya pucat. Dia ceritakan kalau ayah ibunya sudah mati. Dan orang-orang desa itu sering memukulinya...," tutur Wisesa seperti pada diri sendiri.
"Ya, aku juga dengar...."
"Ayah dan ibunya bekas dukun santet yang mati dikeroyok penduduk. Orang-orang tidak memandang sebelah mata padanya. Tiap kali ada yang terbunuh maka tuduhan selalu dialamatkan pada mereka. Para penduduk lantas menghukum mereka. Untung saja, Bawor bisa melarikan diri ke Hutan Pucung ini. Bisakah kau rasakan itu?" tanya Wisesa dengan suara mengambang tanpa menoleh pada kawannya.
"Ya...," sahut Sembada, pendek.
"Setelah kedatangan Bawor dan yang lain, kita membentuk hubungan saudara. Kini dia mati. Apakah kita akan tinggal diam saja!" lanjut Wisesa.
"Tidak! Aku bersumpah akan membalas si keparat itu!" desis Sembada.
"Ya. Dia mesti mati untuk menebus kesalahannya ini!"
Pada saat itu, Sukma dan Cakra telah kembali. Mereka mendekat dan mengusap-usap wajah Bawor sambil tertunduk sedih.
"Bisa kurasakan kalau Bawor tidak bernapas lagi...," gumam Wisesa lirih.
"Dia sudah mati...," jelas Sembada pelan.
Cakra mengangguk.
"Bajingan!" desis Sembada sambil mengepalkan kedua tangan. Wajahnya kelihatan geram sekali.
"Dia mesti mati!"
"Pemuda itu?" gumam Cakra.
"Kau pikir siapa?!" geram Sembada.
"Tapi..., dia hebat sekali! Kita telah mencobanya berlima. Dan...."
"Diam, Cakra! Kira mesti membunuhnya meski apa pun caranya!" bentak Sembada geram.
"Apa caranya?!" balas Cakra sengit.
"Sudah! Jangan kalian pertengkarkan soal itu. Nanti akan kita pikirkan bersama!" lerai Wisesa.
"Apakah tidak sebaiknya kita memberitahu Guru?" usul Cakra.
"Tidak. Guru pasti akan marah. Dan bisa-bisa, beliau akan menghukum kita!"
"Kita belum mencobanya, bukan?"
Wisesa berpikir sebentar, lalu melirik Sembada dan Sukma.
"Bagaimana menurut kalian?"
"Kurasa untuk saat ini belum perlu...," sahut Sukma.
"Kau punya usul?" tanya Wisesa.
"Yang menjadi persoalan bukan hanya pemuda itu saja. Tapi juga semua penduduk Desa Kayu Asem. Untuk itu, mereka pasti mendapat pembalasan yang sama!" desis Sukma.
"Coba kau jelaskan apa rencanamu?" tanya Wisesa yang tidak mau bertele-tele.
"Kita tidak bisa menghadapi pemuda itu secara langsung, bukan? Nah! Kita gunakan cara lain!"
"Cara lain bagaimana, Kang?" tanya Cakra.
"Kita buat dia kebingungan!"
"Caranya?" cecar Sembada.
Sukma berbisik ke telinga mereka satu persatu. Dan ketiga kawannya itu mengangguk-angguk setuju.
"Boleh juga kita coba!" kata Wisesa.
"Ya!" sahut Sukma dan Cakra hampir bersamaan.
"Kita tunggu sampai beberapa hari. Dan biar mereka mengira kita tidak kembali. Sekalian menyembuhkan lukaku,'' ujar Sembada.
Mereka mengangguk. Wisesa mengepalkan kedua tangan dengan wajah geram.
"Awas kau, Pendekar Rajawali Sakti! Rasakan pembalasan karni nanti!" desis pemuda ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
181. Pendekar Rajawali Sakti : Lima Golok Setan
ActionSerial ke 181. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.