Langkah Bawor tersaruk-saruk ketika memasuki pinggiran Hutan Pucung. Meski dadanya terasa nyeri, namun ada yang lebih nyeri ketimbang itu. Yaitu, rasa dendam di hatinya.
"Keparat! Dia harus mati di tanganku!" desis pemuda berbaju kuning itu berulang-ulang.
Belum habis rasa kesal Bawor, mendadak berkelebat satu bayangan merah ke hadapannya. Dan tahu-tahu telah berdiri di hadapan Bawor. Bawor melompat gesit. Langsung diayunkannya sebelah kakinya.
"Hiih!"
"Uts! Sabar, Bawor. Ini aku Sukma!" seru sosok bayangan merah yang baru muncul, seraya melompat ke samping menghindari tendangan.
"Sial! Kukira siapa. Kau rupanya, Sukma."
"Kenapa kau ini, Bawor?! Kukira kau senang. Nyatanya tampangmu malah kusut bukan main," tanya sosok bayangan merah yang ternyata pemuda berbaju merah. Dialah Sukma, satu dari Lima Golok Setan.
"Sudahlah! Mana yang lain?" elak Bawor.
"Tengah bersantap. Ada apa?"
"Nanti saja kuceritakan."
Sukma mengikuti langkah Bawor yang terburu-buru menuju sebuah pondok kecil yang hampir roboh. Di sana telah menunggu tiga kawannya yang lain.
"Lihat! Bisa kalian tebak apa yang terjadi padanya?!" seru Sukma sambil tersenyum lebar ketika Bawor menghempaskan tubuhnya di atas dipan disertai helaan napas sesak.
"Kukira dia kekenyangan sampai lemas begitu!" sahut pemuda berbaju biru tua yang tak lain Wisesa.
"Mana mungkin kekenyangan sampai lemas begitu...," timpal pemuda berbaju coklat, yang bernama Cakra.
"Kenapa tidak? Dia kekenyangan perempuan!" sanggah pemuda yang bernama Sembada. Mendengar itu mereka tertawa bersama.
"Berapa perempuan yang kau sikat, Bawor?!" lanjut Sukma.
"Sudah! Sudah! Aku sedang tidak suka bercanda!" bentak Bawor, berang.
"Hei, kenapa kau ini? Bukankah ini pestamu? Mestinya kau bangga. Karena semua penduduk desa itu yang dulu pernah menghina dan meremehkanmu, kalang kabut ketakutan!" tukas Sukma.
"Aku sedang pusing!" keluh Bawor bersungut-sungut.
Wisesa beringsut dari tempatnya. Didekatinya Bawor, sahabatnya itu. Kemudian dia menepuk pundaknya pelan.
"Apa yang tengah kau pikirkan, Bawor. Ceritakanlah. Kami bukan sekadar kawanmu. Tapi juga saudaramu yang siap membantu segala kesulitanmu," ujar Wisesa.
Bawor menarik napas panjang. Sulit baginya menceritakan persoalan yang tengah dihadapinya.
"Ayo, katakanlah!" ulang Tukijan.
"Betul, Kakang. Ceritakanlah apa kesulitanmu. Bukankah guru telah berpesan agar kita selalu bersatu dan saling bahu-membahu dalam mengatasi kesulitan?" desak Cakra.
"Benar, Bawor! Ceritakanlah, apa kesulitan yang tengah kau alami! Tidak biasa-biasanya kau pusing memikirkan sesuatu!" timpal Sukma.
"Guru pasti akan marah besar padaku...," gumam Bawor lirih.
"Apa maksudmu?" tanya Wisesa.
"Setelah kalian pergi lebih dulu, aku sempat bermain-main dengan seorang wanita. Dan setelahnya..., tiba-tiba saja seorang pemuda berbaju rompi putih telah berdiri di depan pintu...," tutur Bawor.
"Lalu?" selak Sukma semakin tertarik mendengarkan cerita kawannya.
"Aku menganggap remeh padanya. Dan...."
"Dia menjatuhkanmu?" tebak Wisesa.
Bawor mengangguk.
"Kurang ajar! Di mana dia sekarang? Biar kuhajar orang itu!" dengus Sukma.
"Jangan bertindak sembrono, Sukma. Dia bukan orang sembarangan...," ingat Bawor.
"Huh! Di dunia ini hanya guru kita yang terhebat! Tak seorang pun yang bisa mengalahkannya. Dan sebagai murid-muridnya, maka kita pun menjadi orang yang tidak terkalahkan!" dengus Sukma seraya membusungkan dada.
"Tapi buktinya dia memang hebat, Sukma...."
"Kau hanya lengah, Bawor. Percayalah.... Apa yang dikatakan Sukma benar. Guru orang terhebat sejagad. Dan kita muridnya pun mewarisi kehebatannya!" ujar Wisesa coba menyadarkan saudara seperguruannya.
"Aku telah menyerangnya dengan bersungguh-sungguh. Tapi tetap saja dia berhasil menjatuhkanku dengan mudah...," ulang Bawor.
"Kenapa kau malah mengagung-agungkan musuh dan tidak percaya pada kemampuan sendiri?" tukas Sembada, tak suka.
Bawor tidak lagi menjawab. Rasanya percuma saja mendebat mereka. Lagi pula, mungkin saja mereka benar. Karena saat menghadapi lawan, dia dalam keadaan marah. Sehingga tidak mampu mengendalikan diri.
"Kita cari dia untuk membalaskan sakit hati Kakang Bawor!" desis Cakra.
"Ya!" sambut yang lain cepat.
"Dimana terakhir kau bertemu dengannya?" tanya Sembada.
"Di Desa Jeram...."
"Kita berangkat kesana sekarang juga!" seru Sembada.
Tekad itu langsung disambut yang lain dengan bersemangat. Namun tidak buat Bawor.
"Kenapa kau diam saja? Ayo bangkit dan tunjukkan semangatmu!" seru Wisesa, melihat Bawor masih terpaku.
"Tapi kalian.... Kalian tidak akan melaporkan kekalahanku itu pada guru, bukan?" tanya Bawor takut-takut.
"Kau tidak kalah, hanya lengah. Jadi tak ada yang mesti dilaporkan!" sahut Sembada menegaskan.
"Sekarang mari kita berangkat ke sana!"
"Baiklah...."
KAMU SEDANG MEMBACA
181. Pendekar Rajawali Sakti : Lima Golok Setan
AksiyonSerial ke 181. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.