BAGIAN 5

89 9 0
                                    

Tanpa menunggu jawaban lagi saat itu juga Cakra bergerak cepat menyerang dengan mengibaskan goloknya.
Wut!
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Namun ujung golok Wisesa terus mengikuti. Begitu juga tatkala tubuhnya berjumpalitan beberapa kali dan melompat ke belakang. Ujung golok Cakra bergerak terus mengikutinya.
"Hm.... Anak ini menguasai ilmu silatnya dengan baik," gumam Rangga di hati.
"Yeaaat!"
"Uts!" Cakra mengejar terus tatkala Pendekar Rajawali Sakti baru saja menjejakkan kakinya ke tanah. Ujung goloknya langsung menyapu ke leher.
Rangga bergegas merunduk, lalu bergeser sedikit ke samping. Bersamaan dengan itu, Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat melepas tendangan menggeledek. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Duk!
"Aaakh...!" Cakra menjerit kesakitan dan terjungkal beberapa langkah ke belakang, begitu tendangan Rangga mendarat telak di dada.
"Cakra! Kau tak apa-apa?!" seru Sukma seraya mengejar kawannya.
Bawor dan yang lain segera menyusul kemudian.
"Oh! Dia memang hebat...," keluh Cakra sambil mendekap dadanya yang terasa nyeri.
"Biar kujajal dia!" dengus Sembada.
"Jangan! Sia-sia saja!" cegah Wisesa.
"Dia belum mencoba ilmu golokku, bukan?"
Apa yang dikatakan Sembada bukan sekadar sesumbar. Di antara keempat kawannya memang ilmu goloknya paling lihai.
"Lebih baik kita bereskan bersama-sama," usul Bawor.
"Tidak! Aku yakin bisa memereskannya!" tukas Sembada seraya bangkit berdiri, memandang tajam pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Mulailah!" ujar Rangga, dingin.
"Jangan bangga dulu karena bisa menjatuhkan keempat kawanku. Aku akan menebas lehermu!" dengus Sembada.
Bersamaan dengan itu, Sembada mencabut golok. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaat!"
Bet!
Golok Sembada yang panjang laksana pedang, menyambar ke leher Pendekar Rajawali Sakti secepat kilat. Dengan gesit Rangga mencelat ke belakang sambil jumpalitan. Namun Sembada terus mengejarnya dengan satu tendangan menggeledek.
"Heaaat!" Begitu menjejak tanah, Rangga mengibaskan sebelah tangannya.
Plak!
Setelah terjadi benturan, Sembada langsung mengayunkan golok menebas pinggang. Namun Pendekar Rajawali Sakti lebih cepat mengegoskan tubuhnya sedikit. Kemudian sambil berputar, dilepaskannya tendangan ke dada.
"Hiih!" Bergegas Sembada melompat ke samping. Lalu cepat goloknya ditebaskan ke pinggang Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!" Rangga segera menjatuhkan diri sambil mengait kaki Sembada.
Plak! Bruk!
Dan begitu Sembada terjatuh, sebelah kaki Rangga menghantam pergelangan tangan yang menggenggam golok. Sementara sebelah lagi menghantam ke perut.
Tak! Begkh!
"Aaakh...!" Tak ayal lagi, Sembada menjerit kesakitan. Tubuhnya langsung melengkung dengan mata melotot. Tampak urat mukanya menegang menahan rasa sakit
"Hup! Bangkitlah! Kuberi kau kesempatan sekali lagi!" ujar Rangga segera bangkit dengan melejit ke belakang.
Sembada pun bangkit dengan wajah berang. Pandangan matanya kelihatan menyimpan amarah dan dendam. Namun begitu, dia tidak berani lagi mencoba seorang diri.
"Kenapa diam saja?! Ayo, kita bereskan dia!" seru Sembada pada keempat kawannya.
Mendengar teriakan Sembada yang lain serentak melompat mengurung Rangga. Tapi mereka yang tadi berada di belakang Pendekar Rajawali Sakti tidak tinggal diam. Dan langsung mencabut senjata masing-masing untuk memberikan bantuan. Begitu juga Seta, Ragi, Rimang, Balung, dan Parwa.
"Tidak usah! Menepilah kalian. Biar mereka kutangani sendiri!" kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Tapi Pendekar Rajawali Sakti! Mereka berlima. Sedangkan kau hanya sendiri!" kilah Seta.
"Tidak apa-apa...," sahut Rangga berusaha meyakinkan. "Nah, mundurlah!"
Meski ragu-ragu, toh akhirnya mereka yang hendak membantu segera menepi juga. Namun untuk berjaga-jaga, mereka membuat lingkaran. Kalau Pendekar Rajawali Sakti terdesak, maka mereka akan segera memberi bantuan.
"Salah seorang pergi. Laporkan hal ini pada Ki Baluran serta yang lainnya!" bisik Seta agak keras.
"Biar aku saja!" sahut seorang pemuda.
"Cepat!"
"Iya, iya!" Pemuda itu langsung keluar dari barisan, dan berlari cepat ke arah desa.
Sementara itu Rangga telah bersiap menghadapi Lima Golok Setan yang mengitarinya dengan wajah dingin dan sikap mengancam.
"Yeaaat!" Sukma mendahului dengan teriakan melengking. Serangannya cepat dan bertenaga kuat.
"Heaaa...!" Kemudian diikuti serangan empat orang lainnya yang saling susul-menyusul.
"Hup!" Rangga cepat membungkuk menghindari tendangan Sukma, lalu melompat ke samping. Ditangkisnya sodokan Wisesa sambil menunduk untuk menghindari sabetan golok Cakra dari arah samping. Dan tiba-tiba tubuhnya melenting ke atas.
Namun Sembada dan Bawor telah menunggunya. Tanpa mau buang-buang waktu mereka langsung menyerang Rangga. Rangga menangkis kedua serangan dengan gesit.
Plak! Plak!
Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti hendak balas menghantam, mendadak dari arah belakang, Wisesa mengirim tendangan geledek. Saat itu juga tubuh Pendekar Rajawali Sakti berputar bagai gasing seraya meluncur deras ke arah samping kiri. Dan seketika tubuhnya berkelebat cepat mengerahkan jurus 'Seribu Rajawali'.
"Hiyaa! Hiyaa! Hiyaaa!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berputar cepat mengelilingi Lima Golok Setan. Seolah-olah tubuhnya kini berjumlah banyak. Sesekali, Rangga meluruk deras kearah Lima Golok Setan. Bukan saja menangkis serangan, tapi juga balas menyerang dengan gencar. Dan....
Begkh! Diegkh...!
"Aaakh...!"
Sembada dan Bawor tampak terjungkal ke belakang disertai jerit kesakitan. Ketika salah satu tubuh Rangga mendarat tadi, Sembada mendapat sodokan telapak tangan kiri. Sementara Bawor mendapat hajaran di dada lewat tendangan keras.
"Heaaat..!"
Sebenarnya Lima Golok Setan kebingungan, mana yang harus diserang. Karena tubuh Pendekar Rajawali Sakti tampak begitu banyak. Dengan asal-asalan, Sembada, Wisesa, dan Cakra menyerbut bersamaan. Namun setiap kali menyerang, mereka hanya menebas angin kosong. Seolah-olah tubuh Pendekar Rajawali Sakti hanya berupa bayangan saja.
"Heaaa...!" Tiba-tiba, Pendekar Rajawali Sakti mencuat. Langsung dihantamnya dada Sukma.
Duk!
"Aakh...!" Sukma kontan terpekik. Tubuhnya terjengkang terhantam kepalan Rangga.
Cakra dan Wisesa geram bukan main. Mereka pun segera kembali menyerang dari dua arah. Belakang dan depan.
"Uts!" Dengan merubah jurusnya menjadi 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Rangga melesat ke atas menghindari sabetan golok Cakra. Sementara itu dari arah depan, Wisesa telah berbalik sambil mengayunkan tendangan ke perut.
Dan semua serangan itu memang luput. Bahkan seketika setelah berputaran beberapa kali, Pendekar Rajawali Sakti meluruk dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' dengan kedua kaki berputaran. Lalu....
Bak! Begkh!
"Aaakh!"
Cakra dan Wisesa kontan terjungkal roboh sambil mengeluh kesakitan, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat di dada dan punggung.
"Hup!" Begitu mendarat, Pendekar Rajawali Sakti kembali melenting ke samping untuk mengatur jarak terhadap Lima Golok Setan yang cepat bangkit dan bersiap kembali menyerang.
Srak! Sret!
Empat dari Lima Golok Setan langsung mencabut golok masing-masing.
"Adakah di antara kalian yang bersedia meminjamkan golok untuk kupakai?" tanya Rangga pada para pemuda yang mengikutinya.
"Silakan pergunakan punyaku, Pendekar Rajawali Sakti!" sahut salah seorang pemuda, buru-buru menghampiri menyerahkan goloknya.
"Terima kasih...," ucap Rangga, begitu menerima golok.
"Huh! Kau betul-betul menganggap rendah pada kami, he?! Kenapa tidak kau cabut saja pedangmu!" dengus Sukma.
"Jangan pedulikan soal itu! Bereskan dia secepatnya!" selak Wisesa.
"Pergunakan jurus 'Hujan Golok Menebas Lalang'!" teriak Sukma.
"Yeaaat...!"
"Hiih!"
Kembali Lima Golok Setan mengurung Pendekar Rajawali Sakti dari lima jurusan. Dan seketika mereka menyerang bersamaan.
"Hup!" Rangga bersiap menyambut mereka dengan mengibas-ngibaskan goloknya sambil memainkan jurus gabungan dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Seketika tubuhnya berkelebat sambil memutar-mutar golok di tangannya.
Trang!
Golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti menangkis sabetan golok Wisesa. Lalu arahnya berbalik cepat ke samping, menangkis sambaran golok di tangan Sembada sambil menundukkan kepala. Sehingga serangan Sukma dari belakang luput mengenai sasaran.
Pada saat berikutnya, Rangga harus mengegoskan tubuhnya. Sehingga tusukan golok Cakra berhasil dihindarinya. Lalu tubuhnya melejit ke atas, menghindari sambaran golok Bawor.
"Hup!"
"Haaat...!"
Lima Golok Setan terus mengejar, seperti tidak memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti. Padahal saat itu juga Rangga telah berbalik. Golok di tangannya dikibas-kibaskan demikian cepat membabat semua golok di tangan Lima Golok Setan.
Trak! Tak!
Bret! Cras!
"Aaa...!" Dua golok terpental, disusul terdengarnya jeritan melengking tatkala Bawor terjungkal berlumuran darah. Isi perutnya terburai keluar disambar golok Rangga. Sembada pun terpekik, karena pinggangnya berdarah terserempet golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Cepat tinggalkan tempat ini!" teriak Wisesa seraya menyambar tubuh Bawor. Sementara Sukma menyambar tubuh Sembada.
"Heaaa!"
Saat itu juga Cakra, Sukma yang membopong Sembada, dan Wisesa yang membopong tubuh Bawor, mencelat kebelakang sambil melemparkan sebuah benda sebesar telur puyuh ke arah Pendekar Rajawali Sakti secara bersamaan.
Wusss!
Blushh...!
Begitu benda itu melesat, Rangga melenting ke belakang. Dan ketika kakinya mendarat, asap tebal telah menghalangi pemandangan. Kesempatan itu digunakan empat dari Lima Golok Setan untuk terus melesat.
"Sial! Mereka cerdik juga!" desis Rangga, setelah melepas aji 'Bayu Bajra' untuk mengusir asap yang menghalangi pandangannya.
Hal itu memang disengaja oleh Lima Golok Setan untuk menghambat bila Pendekar Rajawali Sakti mengejar. Memang begitu cepat gerakan Lima Golok Setan. Sampai-sampai Rangga belum sempat mengerahkan aji 'Tatar Netra' untuk menembus asap tebal itu dengan pandangan matanya. Dengan demikian, Pendekar Rajawali Sakti tak tahu ke mana mereka melarikan diri.
Apalagi mereka berlari menembus hutan yang tak jauh dari tempat pertarungan. Rangga berbalik ketika mendengar suara langkah kaki tergopoh-gopoh mendatanginya. Begitu menoleh, Rangga melihat serombongan penduduk Desa Kayu Asem yang dipimpin Ki Baluran.
"Bagaimana, Rangga? Kau berhasil meringkus mereka?" tanya Ki Balukran langsung.
Rangga menggeleng lemah.
"Sayang sekali. Hanya seorang yang berhasil kulukai. Yang lainnya berhasil masuk ke dalam Hutan Pucung...," desah Rangga.
"Apakah kau tidak berani mengejar mereka, Rangga?" tanya Ki Gandara.
Rangga memandang orang tua itu sekilas, lalu menghela napas pendek tanpa berkata apa-apa. Ki Baluran dan yang lain seketika ikut melirik Ki Gandara. Pertanyaan itu memang tidak sopan sekali. Mungkin terdorong rasa geram dan dendam untuk bisa mendapatkan buruan yang selama ini membuat mereka tidak enak tidur dan tidak enak makan.
"Ki Gandara! Tidakkah kau lihat kalau Rangga letih? Masuk ke dalam Hutan Pucung dalam keadaan seperti ini seperti bunuh diri. Dia belum pernah ke sana. Padahal didalamnya selain dihuni ribuan ular berbisa, juga binatang-binatang buas serta pasir dan rawa hidup," jelas Ki Baluran.
"Mereka akan keluar. Kita tunggu saja," sambung Rangga, datar.
"Maaf, aku tidak bermaksud merendahkanmu, Rangga...," ucap Ki Gandara menyadari kekeliruannya.
"Sudahlah, tak apa...."
"Katamu tadi salah seorang dari Lima Golok Setan telah kau lukai? Apakah dia tewas?" tanya Ki Baluran.
"Kelihatannya begitu.... Tapi kalau guru mereka ahli pengobatan, mungkin orang itu bisa tertolong...."
"Guru mereka? Ah! Kenapa aku bisa melupakannya!" seru Ki Baluran sambil menepuk jidat.
"Kenapa dengan gurunya," tanya Rangga seraya mengerutkan dahi.
"Muridnya terluka parah. Sudah pasti dia tidak akan tinggal diam, melihat keadaan itu!"
"Jangan terlalu mempersoalkan hal itu, Baluran," ujar Ki Jarot.
"Apa pun yang terjadi akan kita hadapi bersama."
"Betul, Ki!" timpal Rangga. "Aku akan tetap di sini sampai persoalan selesai."
"Terima kasih, Rangga...."
"Sebaiknya kita pulang. Aku khawatir mereka mencari jalan memutar dan memporak-porandakan desa kita!" cetus Ki Pajang.
"Ya, benar!" timpal yang lain.
"Mereka tidak akan secepat itu untuk tiba di Desa Kayu Asem," sahut Ki Baluran.
"Tapi apa yang dikatakan Ki Pajang bukan tidak mungkin terjadi. Oleh sebab itu karena tidak ada yang bisa dikerjakan lagi di sini, maka ada baiknya kita kembali."
"Apakah tidak sebaiknya beberapa orang menunggu mereka di sini, Ki?" tanya seorang pemuda.
"Siapa yang akan berjaga?"
"Kami bersama... Pendekar Rajawali Sakti kalau dia setuju!" sahut pemuda itu seraya melirik Rangga.
"Bagaimana, Rangga?" tanya Ki Baluran.
"Aku setuju saja. Tapi dengan begitu berarti kekuatan kita terbagi-bagi. Padahal belum tentu mereka akan keluar sekarang. Dua kawan mereka terluka. Dan kalaupun sembuh, perlu waktu beberapa hari. Jadi kurasa mereka tidak akan muncul dalam satu atau dua hari ini. Meski begitu kewaspadaan kita harus tetap dijaga terus," sahut Rangga.
"Kalau begitu lebih baik kita semua kembali ke desa. Dengan begitu kekuatan terpusat di sana!" usul Ki Pajang.
"Ya. Kurasa itu lebih baik," sahut Ki Baluran.
Tak berapa lama kemudian mereka segera meninggalkan tempat itu.

***

181. Pendekar Rajawali Sakti : Lima Golok SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang