⚪09⚪

1.2K 287 51
                                    

Hujan benar-benar lebat di luar sana. Langit sore sudah seperti malam yang mencekam dengan kilatan petir yang sesekali menyambar. Di ranjang besarnya, Jiyeon hanya bisa memeluk kedua lutut dengan pandangan kosong menatap ke luar jendela. Beberapa menit yang lalu gadis itu melarang keras Luna yang hendak menutup jendela kaca dengan gorden biru tua.

Pikirannya berkelana pada pesta makan malam yang berakhir dengan bencana. Seberapa kuat ia bertahan untuk beberapa hari ke depan? Belum habis dua puluh empat jam saja rasanya sudah mengerikan.

Seperti yang sudah ditulis oleh penulis gila itu di novel, Jungkook mati keracunan. Berengsek! Keparat mana yang berhasil melakukannya?!

Kini segala macam hal buruk seolah siap meneror setiap napas yang Jiyeon keluarkan. Rasa ketakutan itu berhasil menyumbat tenggorokan hingga gumpalan pahit terasa di ujung lidahnya.

Dalam duduk pun Jiyeon tidak bisa tenang, kuku ibu jari menjadi santapan gelisah untuk giginya. Mengigiti seakan-akan bisa mengurangi beban pikirannya.

"Tuan Putri, Anda belum makan apa pun sedari pagi. Apa Anda ingin saya bawakan makanan ke sini?"

Suara Luna pun tidak berhasil merebut atensi, Jiyeon tetap dalam posisi seperti tadi pagi. Wajah gadis itu semakin terlihat pucat, juga lingkaran hitam yang cukup jelas pada mata tajamnya yang kini memancarkan tatapan kosong meski Luna sudah berusaha mengajak berkomunikasi.

Bukannya ia tidak tahu jika Tuan Putrinya itu tengah depresi lantaran baru kehilangan calon suami. Bahkan Luna sempat heran karena Jiyeon memilih tidak mendatangi pemakaman Jungkook hari ini. Mungkin Jiyeon tidak sanggup menyaksikan Jungkook untuk yang terakhir kali.

"Tuan Putri—"

"Tinggalkan aku sendiri," sela Jiyeon.

"Anda bisa jatuh sakit jika tidak mengisi perut dengan makanan, Tuan Putri."

"Aku tidak peduli! Sekarang pergi dan tinggalkan aku sendiri!"

Sekali pun ia mati, gadis itu benar-benar tidak peduli. Ini sama saja masuk ke dalam novel tanpa berbuat apa-apa demi mengubah jalan cerita.

Ironis, baik di kehidupan nyata atau di sini Jiyeon tetap saja berakhir tragis. Entah dosa seperti apa yang dia lakukan dulu semasa hidup hingga berakhir dengan cerita mengerikan di kehidupan sekarang.

Dengan langkah beratnya, Luna keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan. Mungkin Jiyeon masih butuh waktu untuk masa berkabungnya. Dan Luna tidak ingin menjadi sasaran kesedihan gadis itu dengan lemparan barang atau puluhan makian.


"Bagaimana bisa kejadian besar seperti ini menimpa Pangeran?" Raja Rain dengan sang istri masih diliputi rasa duka atas kepergian calon suami putri bungsunya. Duduk ditemani secangkir teh dan Duke Taehyung yang sudah satu jam bersama pasangan suami istri tersebut.

"Saya juga cukup terkejut dengan kejadian malam itu, semua terjadi tiba-tiba. Dan saya juga khawatir dengan kondisi Putri Jiyeon yang tampak terpukul melihat calon suaminya meregang nyawa di depan mata," tutur Taehyung prihatin.

Sharon pun datang dengan gaun anggunnya, mendengar jika tunangannya menyambangi istana, membuat gadis itu merias diri dan memilih pakaian terbaiknya untuk menemui pujaan hati.

"Sudah lama di sini, Duke?" sapanya ikut mendudukkan diri pada salah satu kursi.

"Tidak juga, Tuan Putri."

Sedikit jauh dari sana, Luna berjalan dengan nampan berisi susu cokelat hangat untuk Sang Putri yang mogok makan sampai saat ini. Meski memiliki sifat kasar dan meledak-ledak, Luna tetap khawatir akan kondisi Jiyeon.

Verticordious✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang