⚪14⚪

1K 265 31
                                    

Tarikan napas terkejut dari Luna membuat Jiyeon langsung melirik ke arah pintu, memastikan tidak ada siapa pun yang mencuri dengar percakapan mereka. Tidak ada bayangan pada celah bawah pintu meyakinkan Jiyeon jika mereka masih aman untuk melanjutkan percakapan dengan berbisik pelan.

"Ta—tapi Putri, itu terlalu beresiko," kata Luna, ketakutan terpancar jelas di iris cokelatnya. Gelagatnya terlalu menjelaskan untuk itu.

Jiyeon menggeleng menanggapi, ia meraih kedua tangan Luna yang mendadak dingin dan berkeringat, matanya menyoroti pelayan pribadinya itu dengan keyakinan jika Luna bisa ia andalkan.

"Tidak akan terjadi sesuatu, hanya kau yang bisa kupercaya, dan kalau kita sampai ketahuan, kau hanya perlu berkata jika aku yang memaksamu melakukannya, katakan jika aku mengancammu untuk membantuku."

Kesetiaan tidak perlu dipertanyakan, bisa dibilang Luna lebih tahu mengenai segala hal tentang Jiyeon dibanding Jiyeon sendiri. Hal yang sangat mahal yang tidak bisa dibeli dengan apa pun. Dan Luna memilikinya, bertahun-tahun menghabiskan waktu bersama Sang Putri hanya membuat rasa setia itu semakin tinggi.

Luna mengangguk pelan, lebih dari apa pun, ia bukan mencemaskan diri sendiri, tapi lebih mencemaskan keselamatan Jiyeon karena misi yang akan gadis itu jalani. Kemungkinan buruk selalu menghantui disetiap tindakan bahaya yang Jiyeon ambil tanpa bisa mundur lagi. Gadis itu terlalu keras menerjang bahaya daripada menjadi gadis penurut seperti kakaknya, Sharon.

"Bilang pada ayah, ibu dan Sharon jika aku hanya ingin makan malam di kamar. Tegaskan jika aku sama sekali tidak ingin diganggu, kau mengerti?"

Luna mengangguk paham, lalu Jiyeon mulai menjelaskan lebih detail mengenai rencananya untuk malam ini. Berharap saja tidak ada hambatan yang bisa memposisikan dirinya ke dalam bahaya yang lebih parah. Tapi ... apa yang lebih parah dari dipenggal?



Simpul terakhir ia ikat kuat, memastikan jika boots-nya tidak menjadi boomerang di dalam misi ini. Di depannya, Luna berdiri dengan gelisah, gadis itu pun mengenakan baju tidur milik Jiyeon, beruntung warna rambut mereka hampir sama.

Hari semakin gelap, Jiyeon yakin orangtua dan kakaknya sudah terlelap. Sekali lagi gadis itu menoleh pada Luna, ia berdiri dan menatap pantulan dirinya di cermin. Celana kulit bewarna hitam yang ketat menbungkus jenjangnya dan ditutupi boots senada mencapai setengah betisnya. Kemeja hitam yang sedikit longgar untuk memudahkan pergerakannya, bagian bawah kemeja itu ia masukan ke dalam pinggang celana, ia tidak ingin hal-hal kecil yang melekat di tubuhnya malah mempersulitnya.

Luna membantunya menguncir surai panjangnya di belakang kepala. Dan terakhir, jubah hitam dengan penutup kepala yang sangat berguna untuk menyembunyikan warna rambutnya yang mencolok dalam kegelapan. Mengikat tali di depan tulang selangkanya, yang menahan jubah tersebut tidak lepas dari tubuhnya.

Di balik boots sebelah kirinya, Jiyeon sudah menyelipkan belati yang sudah dilumuri racun, hal yang ia pelajari dari Sunghoon. Ia tidak akan membawa pedang, itu termasuk hal yang akan membahayakan dirinya sendiri, namun selalu ada cadangan dari semua itu, sebuah pisau yang ia selipkan di belakang pinggangnya.

Luna kembali mengingatkannya agar berhati-hati, gadis itu berdoa dalam hati saat Jiyeon nekat turun melalui balkon dengan seprei ranjang yang sudah ia ikat satu sama lain dan memastikan lilitan pada pagar pembatas pun kuat saat menahan beban tubuhnya. Dan setelah Jiyeon sampai ke bawah dengan selamat, Luna segera menarik seprei itu ke atas, agar para penjaga yang berlalu lalang tidak mengetahui jika si Tuan Putri berhasil meloloskan diri.

Jiyeon menjaga langkah kakinya agar tidak menginjak sesuatu yang rapuh dan berisik nantinya, pakaian serba hitam sangat mampu menyembunyikannya di antara gelapnya taman bagian selatan dan penjagaan lumayan sedikit di sini. Gadis itu bergegas menuju istal, waktu yang ia miliki tidaklah banyak.

Verticordious✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang