Chapter 2 : Curhat

856 130 33
                                    

Happy Reading

Felix berada dikamarnya, tak sendirian, sahabat baiknya yang bahkan sudah ia anggap adik sendiri, Jeongin berada disana sejak sore tadi menemaninya dan mendengarkan curhatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Felix berada dikamarnya, tak sendirian, sahabat baiknya yang bahkan sudah ia anggap adik sendiri, Jeongin berada disana sejak sore tadi menemaninya dan mendengarkan curhatannya.

"Hyunjin itu emang bukan tipe yang macem-macem, tapi tetep aja Jeong, kalo kamu diposisi aku pasti kamu juga ngerasain. Seenggaknya dia ngasih aku kepastian kek. Mau dibawa kemana hubungan ini kalo dia aja selalu ngeles tiap ditanya kapan mau ngelamar." Felix masih dengan sedikit kekesalan setelah beberapa saat lalu dihabiskannya dengan menangisi pertengkaran bodohnya dengan Hyunjin.

Jeongin disampingnya menepuk-nepuk pelan punggungnya, "Sabar, Lix. Mungkin Hyunjin itu belum siap. Kan kamu sendiri tau kalo dia masih trauma sama perceraian bapak ibunya dulu. Belum lagi kembaran yang deket banget sama dia tahun depan udah jadi istri orang." Jeongin mencoba memberi pengertian pada sahabatnya itu.

"Tapi tetep aja, Jeong. Aku juga pusing tiap hari denger daddy sama mommy tanya kapan Hyunjin sama keluarganya dateng kesini? Bahkan mommy sampe nawarin aku buat dijodohin sama anak temennya. Aku juga stress, Jeong."

Jeongin mengangguk pelan, dirinya tau Felix sedang tertekan saat ini. Sebagai sosok yang saling mengenal sejak usia belia, mudah baginya mengetahui bagaimana perasaan pemuda itu.

"Aku gak pengen ragu, tapi mommy aku yang ragu. Aku cinta sama Hyunjin, sangat. Tapi karena Hyunjin yang gak juga ngasih kepastian, mommy curiga kalo Hyunjin gak serius sama aku. Mommy bahkan sempet nuduh yang enggak-enggak."

Tepukan dipunggung Felix terhenti. Jeongin menatap penuh penasaran pada Felix, "Maksud kamu?" Tanya Jeongin tak mengerti.

Helaan nafas terdengar, "Mommy nuduh bisa aja Hyunjin main api dibelakang aku makanya dia gak mau nikahin aku. Aneh banget kan? Gak ada angin gak ada ujan mommy tiba-tiba ngomong kayak gitu."

Jeongin terkesiap.

Mommy Felix berpikiran seperti itu?

"Makanya itu Jeong, mommy berkali-kali nawarin aku buat dikenalin sama anak-anak temennya. Dia ragu sama Hyunjin, aku bingung banget kalo udah gini." Keluh Felix.

Jeongin hanya mendengarkan Felix. Ditatapnya Felix yang kini berbalik menghadap kearahnya sambil memeluk bantalnya dan menyembunyikan setengah wajahnya disana.

"Kamu juga pernah enggak punya pikiran kayak mommy kamu?" Tanya Jeongin ragu-ragu

Felix mendongak, mengernyitkan keningnya sebelum menggeleng, "Gila aja aku mikir gitu. Aku percaya sama Hyunjin, gak mungkin dia main belakang. Apalagi dia kan orang sibuk, gak sempet pastinya buat cari selingkuhan."

Ya, Felix tak bohong saat mengatakan ia percaya pada Hyunjin sepenuhnya. Mereka menjalin hubungan tak hanya sebulan dua bulan, melainkan hampir lima tahun. Ia menghafal rutinitas-rutinitas Hyunjin yang tak jauh dari kata sibuk itu.

"Kamu sendiri Jeong, apa kamu gak mikir buat cari pasangan lagi?" Pertanyaan Felix seolah menohok Jeongin.

Ingatannya mengalir pada sosok yang selama ini mengisi hatinya sebagai orang yang ia cintai. Alasan mengapa ia enggan menjalin hubungan.

"Ini udah empat tahun loh, Jeong. Kamu juga harus mulai mikir buat berkeluarga." Ucap Felix lembut, mencoba membujuk Jeongin yang kini tersenyum miris.

"Gimana ya, Lix. Kamu kan paling tau kalo aku orangnya susah buat sekedar suka sama orang lain. Susah banget malah. Sekalinya jatuh cinta endingnya gak berjalan mulus." Jelas Jeongin.

Felix mengangguk.

Iya, ia tau itu.

Jeongin memiliki trauma dengan hubungan asmara setelah kakak perempuannya menjadi gila gara-gara cintanya ditolak. Jeongin gak mau jadi kayak kakaknya dan memilih untuk gak jatuh cinta, sampai akhirnya untuk pertama kalinya ia jatuh cinta sama mantan tunangannya dulu.

"Kak Woojin pasti seneng kalo kamu punya penggantinya dan hidup bahagia sama pendampingmu." Ucap Felix lagi.

Jeongin menunduk.

Rasanya sesak jika mengingat sosok Woojin yang disebutkan oleh Felix. Sudah sekian lama ia tak mendengar nama itu dan saat seseorang menyebutnya, runtuh sudah pertahanannya.

"Lix-" Panggil Jeongin disela isakannya.

Felix memeluk Jeongin hangat. Tangannya mengelus punggung Jeongin, berharap sentuhan lembutnya dapat menenangkan si manis yang didera rindu.

"Aku jatuh cinta sama seseorang."

Deg!

Felix membeku mendengarnya.

Rasa hangat menjalar dihati mendengar ucapan Jeongin barusan. Ia melepas pelukannya dan tanpa bisa ditahan, senyum bahagianya terbit.

"Sama siapa?!" Tanyanya antusias.

Hening.

Jeongin mengusap kasar air matanya, "Seseorang yang susah buat kugapai." Jawab Jeongin pesimis.

Felix menggeleng mendengarnya, sahabatnya akhirnya kembali jatuh cinta setelah hatinya dibuat hancur sekian tahun yang lalu. Ia tentu tak akan membiarkan Jeongin kembali merasakan patah hati yang akan memungkinkan hatinya untuk membeku.

"Jeong, kamu harus yakin sama perasaan kamu. Gak ada yang gak mungkin didunia ini. Kalo emang dia jodohmu, pasti gimanapun kalian bakal bersatu. Yang perlu kamu lakuin cuma merjuangin perasaan kamu." Ujar Felix mencoba meyakinkan Jeongin.

"Siapapun dia, kalo emang kamu cinta sama dia, kejar. Aku gak mau kamu hancur buat kedua kalinya. Cukup sekali aku liat kamu hancur, Jeong."

Mendengar kalimat Felix, Jeongin makin menangis sesenggukan. Dalam hati ia bersyukur memiliki sahabat seperti Felix. Namun disaat bersamaan, ia juga merasa bersalah.

 Namun disaat bersamaan, ia juga merasa bersalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tbc

It Ain't MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang