Hilang : Menunggu

19 3 1
                                    


Kalau ada kabar pasti, maka menunggu bisa menjadi menyenangkan

Sepertinya tidak berlaku bagiku

Menunggumu menjadi hal yang paling menyakitkan

Namun tak bisa kuhentikan

Kabari aku, pulanglah

Karena aku sudah muak khawatir

---

Ah, sudah hampir tiga bulan, gumamku sambil mengurai napas yang cukup panjang.

Berbaring sambil memandangi langit-langit kamarku yang terang membuat cahaya lampu menyorot langsung ke arah mataku mataku. Cukup perih hingga bahkan meneteskan beberapa bulir air.

Bohong, aku hanya berdalih. Pikiranku yang sedang kacau adalah salah satu pengaruh terbesar mengapa mataku terasa sangat perih. Laki-laki yang sudah lebih dari empat tahun menjalin kasih denganku hampir tiga bulan ini tidak pernah mengabariku – Purnama Aditama.

Aku memanggilnya Tama. Sangat berharap hari ini dia memberikan kabarnya padaku. Sekedar pesan singkat yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja juga sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ya, walaupun aku tidak mengelak untuk meminta lebih. Seperti bertemu misalnya.

Aku bukannya tidak berusaha mencari. Aku mencarinya kemana-mana. Ke kampus, ke tempat biasa dia nongkrong bersama teman-temannya, ke studio tempatnya bekerja, bahkan sampai ke rumahnya. Tapi dia tidak nampak. Seolah-olah ditelan bumi atau memang hanya tidak ingin menunjukkan dirinya di hadapanku.

Semua orang yang kutanyai mengenai keberadaan kekasihku, selalu menatapku kasihan dan aku tidak menyukainya. Mereka bilang, tidak ada gunanya aku mencari. Tama memang sengaja menghindariku karena dia sedang bermain... perempuan.

Sedangkan Mama Tama juga mengatakan bahwa aku harus melepas Tama. Bahkan dia sampai menangis di hadapanku waktu aku mengunjunginya terakhir kali untuk menanyakan kabar dan keberadaan Tama. Mama meminta maaf dan menyesal dengan apa yang terjadi. Aku yang tidak tahu alasan beliau meminta maaf dan menyesal hanya mengatakan bahwa tidak ada yang buruk yang terjadi pada hubungan kami.

Kembali pada informasi yang kudapatkan dari beberapa kenalan, mereka bilang beberapa kali pernah melihat Tama berkencan dengan beberapa gadis berbeda. Aku tentu tidak percaya. Tidak mungkin selama empat tahun hubungan kami, dia tega melakukan itu. Bahkan mereka menunjukkan beberapa foto Tama bersama gadis lain di beberapa kesempatan. Bahkan beberapa dari gambar yang mereka tunjukkan, ada gambar di mana Tama menggandeng juga merangkul beberapa perempuannya.

Aku bilang, itu hanya peran yang Tama mainkan dari resiko pekerjaannya sebagai model. Ku bilang, mungkin Tama sedang sibuk bekerja di beberapa event sehingga membuatnya bekerja dengan beberapa model perempuan yang berbeda. Mengingat ketenaran Tama sebagai model tampan yang namanya akhir-akhir ini sedang naik.

Mendengar alasanku, mereka semua menganggapku konyol. Sampai akhirnya, mereka menyerah untuk memberikan kabar apapun mengenai Tama padaku. Karena mereka tahu bahwa aku memilih untuk tidak mempercayainya. Ya, sampai Tama sendiri yang mengatakannya atau aku sendiri yang melihatnya langsung. Dan, aku harap, itu tidak akan pernah terjadi.

Ah, memikirkan banyak skenario buruk mengenai apa yang telah ku alami karena hilangnya Tama membuatku sesak.

Aku bangkit dari tidurku dan bergerak ke arah meja kerjaku. Ku raih ponsel yang ku letakkan di atas tumpukan buku lalu duduk kembali di atas kasur. Memeriksa beberapa notif yang masuk sambil berharap salah satunya dari Tama. Aku bahkan sampai tidak sadar bahwa aku menahan napas sambil menggerakkan jariku untuk mengecek satu persatu notif yang masuk.

Pulang yang Tak DisambutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang