19

1K 185 0
                                        

"Gar, sejak si Alan punya pacar dia jadi jarang ngumpul bareng kita, ya?" Cahyo melirik ke arah Alana yang sedang menelepon Adrian saat jam istirahat. Gadis itu memilih memisahkan diri dari gengnya dan duduk di bawah pohon rindang.

"Panggil nama dia yang lengkap dong, gue dengernya jadi sialan." Edgar tak senang dengan cara Cahyo menyebut nama Alana.

"Biasanya kita manggil dia juga gitu, yang manggil Lana 'kan cuma Adrian aja."

Lana memang panggilan khusus Adrian untuk Alana, tak boleh ada orang lain yang menirunya.

"Kalau dipikir Alan 'tuh beruntung banget dapetin Adrian."

"Adrian yang beruntung dapetin Alana." Edgar tak terima dengan pendapat Cahyo.

"Beruntung apaan, datar gitu, mana tepos. Galak lagi!"

"Mulut, lo! Jelek-jelek gitu dia temen kita." Edgar berang kalau ada yang menghina Alana, walupun sekedar bercanda.

"Iya, maaf. Bercanda. Kok lo emosi banget kalau ada yang ngejelekin dia?"

"Kita berdua udah temenan dari TK. Dia sahabat pertama gue."

Edgar dan Alana berteman sejak TK. Mereka juga bertetangga, sebelum mama papa Edgar bercerai saat ia SD. Kemudian Edgar mengikuti papanya pindah ke komplek lain. Saat SMP mereka bertemu lagi, bersama dengan Juki dan Cahyo mereka membentuk geng.

"Em, Gar? Lo pernah nggak punya perasaan yang lain ke dia?" Cahyo bertanya dengan hati-hati.

"Perasaan gimana maksud lo?"  Edgar mengangkat alisnya. Sama seperti Alana, ia paling tak suka kalau ada yang salah paham dengan hubungan mereka.

"Kayak perasaan cowok ke cewek?"

Edgar mengerti arah pembicaraan Cahyo, Juki juga pernah menanyakan hal yang sama padanya.

"Gue aja nggak pernah anggep dia cewek." Edgar membantah dugaan Cahyo.

"Gar, sejak Alan jadian sama Adrian, gue perhatiin akhir-akhir ini lo jadi sering murung."

"Gue cuma merasa kehilangan."

"Lo ... Cemburu?"

"Cih, makanan apa itu?" Edgar buru-buru membantah tuduhan Cahyo.

"Gue rasa lo cemburu, Gar."

"Gue sama dia cuma sahabat, sama kayak elo pada, ngerti?"

"Tapi kalau lo lagi sama dia, gue sama Juki kayak berada di lingkaran luar, kayaknya kita nggak bisa masuk dalam hubungan lo sama Alan. Kek beda circle gitu." Cahyo memberanikan diri mengutarakan perasaan yang selama ini ia pendam.

"Itu karena kami udah sahabatan jauh sebelum kenal lo dan Juki."

"Syukur kalau gitu, takutnya cinta lo bertepuk sebelah tangan."

"Gue? Nggak mungkin. Lo tau sendiri boncengan motor gue nggak pernah sepi dari cewek." Edgar tersenyum dipaksakan. Tentu saja Cahyo tak percaya begitu saja akan ucapannya.

"Gue takutnya itu modus lo aja buat nutupin perasaan lo ke Alan."

"Sok tau lo."

"Buktinya 'tuh cewek-cewek nggak ada yang bertahan sama lo lebih dari setahun. Udah kek pekerja outsourcing."

Cahyo benar, selama ini ia tak tau untuk apa ia memacari gadis-gadis itu. Nyata-nyata yang ada dipikirannya hanya Alana. Tak jarang pacarnya memutuskan dirinya karena merasa cemburu pada Alana.

Bagi Edgar, di hatinya kedudukan cewek-cewek itu tidak ada apa-apanya dengan Alana. Ia mungkin takkan bersedih jika putus dengan pacarnya, tapi ia akan sangat bersedih jika Alana putus dengan pacar barunya. Aneh? Memang.

Apakah ini yang dinamakan cinta? Ia rasa lebih dari itu. Ia tak ingin memiliki Alana, ia hanya ingin melihat Alana bahagia. Maka ia akan ikut bahagia. Itu saja.

Teman Tapi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang