"Tumben lo dateng, Lan?" Juki menyindir Alana yang tiba-tiba datang ke markas mereka. Gadis itu datang dengan ojek online.
"Gue kangen sama kalian." Alana duduk di samping Edgar di bangku panjang. Ia segera memesan es teh dan mi goreng kesukaannya.
"Lo dateng diantar Adrian?" tanya Edgar. Ia celingukan mencari keberadaan Adrian.
"Gue naik ojol."
"Pasti dia lagi sibuk, makanya nggak bisa antar lo." Edgar mencoba menghibur Alana yang kelihatan sedang bersedih.
"Kami udah putus."
Ketiga cowok itu saling berpandangan, mereka menghentikan kegiatannya memakan mi instan.
"Giliran udah putus lo nyariin kita." Cahyo angkat bicara. Edgar menendang kakinya, memberi kode agar dia diam.
"Justru gue putus sama dia gara-gara kalian, dodol!" Alana berkata dengan kesal.
"Karena kita?" tanya Edgar heran.
"Iya, dia nggak suka gue temenan sama kalian. Dia nyuruh gue milih antara dia atau kalian. Ya gue pilih kalian lah."
"Wah, gue mesti tersanjung atau apa, nih?" Juki mencibir penjelasan Alana.
"Lan, bisa kita bicara sebentar?" Edgar mengajak Alana pergi. Ia meminjam helm Juki dan mengulurkannya ke Alana.
Alana dan Edgar pergi diiringi tatapan keheranan Juki dan Cahyo, seperti biasa mereka ada di lingkaran luar hubungan kedua orang itu.
***
Edgar membawa Alana pergi ke taman depan kompleks. Sebelumnya mereka mampir ke swalayan. Biasanya setelah disogok es krim Alana bisa bercerita dengan lancar.
"Bener, lo putus sama Adrian gara-gara kita?" tanya Edgar.
"Iya."
"Lo nggak semestinya ngelakuin itu, lo cinta 'kan sama dia?"
"Ya mau gimana lagi. Gue terlanjur mencintai orang yang salah. Dia nggak mau ngertiin persahabatan kita." Alana tersenyum dipaksakan.
"Tapi, Lan ...."
"Pacar bisa jadi mantan, tapi teman nggak akan bisa jadi mantan. Kalian akan selalu ada buat gue, bener 'kan?" Alana menepuk pundak Edgar. Saat ini yang dia perlukan hanyalah dukungan sahabat-sahabatnya.
"Kami akan selalu ada buat lo." Edgar balas menepuk pundak Alana.
"Tapi kalau gini caranya mungkin lo nggak akan punya pacar, Lan. Gue tau perasaan Adrian, dia cemburu." Edgar mulai khawatir dengan masa depan Alana.
"Gue yakin suatu saat ada cowok yang bisa ngertiin gue, ngertiin persahabatan kita."
"Kalau nggak ada?"
"Ya terpaksa gue jadi perawan tua." Alana berkata santai.
"Kalau bunda minta menantu?"
"Ya salah satu dari kalian harus nikahin gue, gue undi."
"Ih, males, nggak mau gue sama lo." Edgar menggeser duduknya, menjauhi Alana.
"Lo bukan tipe gue, gue suka yang bohay, bukan yang tipis kek kertas HVS gini."
Alana tersinggung mendengar penolakan Edgar yang terang-terangan.
"Sialan lo, ya! Udah gue bela-belain juga." Alana pura-pura marah.
"Ya udah, biar gue aja yang nikahin lo." Edgar terpaksa berjanji.
Alana terharu mendengar perkataan Edgar. Sahabatnya itu memang selalu ada untuknya. Hampir saja ia menangis karena terharu.
"Edgar, lo ...."
"Tapi lo jadi bini gue yang nomer empat." Edgar kabur meninggalkan Alana.
"Edgar!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.