26

1K 178 0
                                        

Sudah sebulan Alana dan Adrian balikan, selama ini mereka belum pernah bertengkar sama sekali. Rupanya Adrian benar-benar menepati janjinya pada Alana untuk tidak membatasi pergaulannya dengan teman-temannya.

Seminggu sejak acara wisudanya yang juga dihadiri oleh Alana, ia berencana mengajak Alana makan malam.

Ia sudah menunggu di teras rumah Alana. Gadis itu sekarang sedang pergi ke minimarket karena disuruh bundanya.

Adrian gusar karena terlalu lama menunggu, ia merasa Alana pergi terlalu lama. Ia meminum teh yang sudah disediakan bunda Alana. Teh itu sudah dingin.

"Alana belum balik juga, ya?" Bunda Alana yang baru saja selesai sholat Isya menghampiri Adrian.

"Belum, Bun." Adrian menjawab sopan.

"Tumben kok lama itu anak? Cuma bunda suruh beli obat nyamuk elektrik doang loh."

"Nggak papa, Bun. Biar saya tunggu sebentar lagi."

"Ya, udah. Bunda masuk dulu, ya. Ada yang mau Bunda kerjain. Kamu nggak papa 'kan Bunda tinggal?"

"Oh, nggak papa, Bun."

Adrian kembali melihat arloji mahalnya, sudah sejam Alana pergi. Ia berniat menyusul Alana ke minimarket saja.

Belum sempat ia bangun dari duduknya, Alana datang dengan dibonceng Edgar. Adrian heran, tadi bunda tidak bilang kalau Alana pergi bersama Edgar.

Alana kaget melihat Adrian sudah menunggunya di teras. Wajah Alana terlihat gusar. Adrian melihat ekspresi Alana yang seperti itu jadi tambah curiga.

"Kamu kenapa bisa sama dia?"

"Itu, Mas. Tadi motorku mogok di jalan. Terus aku telepon Edgar buat jemput aku, sekalian bawa motor aku ke bengkel." Alana menjelaskan dengan takut-takut, ia takut Adrian salah paham padanya.

Edgar mengawasi semua itu dengan pandangan datar. Dalam hatinya ia merasa miris melihat Alana begitu takut kepada Adrian. Tapi apa boleh buat, dia bukan siapa-siapa, ia tak bisa ikut campur.

"Kenapa nggak nelpon aku?" Adrian bertanya dingin. Ia merasa marah karena Alana malah memilih mengandalkan Edgar daripada dirinya, selaku pacar.

"Maaf, Mas. Tadi aku 'tuh spontan aja. Nggak kepikiran sampai ke situ. Soalnya aku tadi panik." Alana menjelaskan dengan terbata-bata, ia takut kalau mereka akan kembali bertengkar karena masalah ini.

Alana menyesali kebodohannya, mengapa tadi ia malah menghubungi Edgar? Sebenarnya ia reflek saja, karena nomor ponsel Edgar ada diurutan teratas daftar kontaknya.

"Jangan salah paham, Alana nggak bersalah." Akhirnya Edgar buka suara. Ia tak tega melihat Alana yang seperti terintimidasi oleh pertanyaan Adrian.

Adrian kesal karena Edgar ikut bicara, ia menganggap Edgar sudah lancang karena ikut campur mengurusi hubungannya dengan Alana.

"Gar, lo pulang aja, ya. Makasih udah nganterin gue." Alana mengusir Edgar secara halus.

Alana malu karena Edgar menyaksikan semua pertengkaran ini, ia tak mau Edgar khawatir padanya.

"Ya udah, gue pulang dulu." Edgar menuruti perintah Alana. Tapi dalam hati ia khawatir dengan keadaan Alana.

***

Setelah kepergian Edgar, Adrian kembali menginterogasi Alana.

"Jadi kamu lebih senang meminta tolong ke dia daripada aku?"

"Nggak gitu, Mas ...."

"Aku jadi bertanya-tanya, sebenarnya kamu nganggap aku ini apa? Sepertinya aku sebagai pacar nggak ada gunanya."

Alana terdiam mendengar perkataan Adrian, ia tak tau harus menjawab apa.

"Aku sedih, Lan. Aku merasa bukan menjadi orang yang penting bagi kamu. Setiap kamu kesulitan kamu nggak pernah melibatkan aku, kamu malah menghubungi dia. Aku udah seperti orang luar dalam hubungan kalian."

"Aku sama dia cuma temenan, Mas. Berapa kali aku harus jelasin?"

"Yang aku lihat lebih dari itu, kamu tergantung sama dia."

"Mas, aku ...."

"Maafin aku, aku terpaksa mengatakan ini."

Alana diam, ia tak bisa membalas perkataan Adrian. Ia baru sadar, kalau selama ini memang sangat tergantung kepada Edgar. Setiap ada kesulitan, Edgar orang pertama yang diingatnya.

"Ya udah, aku pulang aja. Toh, kehadiran aku di sini nggak diperlukan." Adrian beranjak pergi.

"Mas, tunggu ...." Alana menahan tangannya.

"Sepertinya kita perlu introspeksi diri." Adrian melepaskan tangan Alana dan pergi begitu saja.

Teman Tapi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang