Alana segera menghampiri ketiga temannya, ia disambut dengan ledekan oleh Juki.
"Tumben, lo masih inget kita?"
Edgar memandang tajam ke arah Juki. Ia memberi kode kepada Juki agar menutup mulutnya.
"Belagu lo! Nggak mau naik bus sama kita-kita. Udah berasa kek Anna sama mister Grey lo?" Giliran Cahyo yang meledek Alana.
"Alexis!"
Terdengar ketua kelas memanggil nama Juki untuk mengambil snack. Juki menghampiri sang ketua kelas dengan bersungut-sungut.
"Kenapa lo manggil gue pakai nama itu, sih?"
"Orang gue cuma baca absen." Petra, sang ketua kelas, membela diri.
"Lagian lo, udah bagus-bagus orang tua lo ngasih nama bule, malah lo ganti nama purba." Edgar ikut menyahut.
"Primitif." Alana menambahkan.
"Gue males pakai nama itu. Abisnya kalau di novel-novel yang namanya Alex 'tuh pasti cowoknya brengsek, udah gitu sangean. Kan nggak cocok sama personaliti gue yang good boy ini."
"Good day!" Alana mencibir.
"Darrel!" Giliran nama Cahyo disebut.
"Satu lagi nih manusia nggak bersyukur. Udah dikasih nama sendiri, malah pakai nama bokapnya." Alana menggelengkan kepalanya.
"Lo sama Edgar yang mulai manggil gue gitu, sampai yang lain ikutan." Cahyo aka Darrel menggerutu.
"Gue masih inget, lo juga manggil gue Ismail." Alana membela diri.
"Lo sodaraan sama Mail. Ismail bin Mail." Juki balik meledek Alana. Memang saat jaman mereka masih SMP masih ada tradisi memanggil nama orang tua.
Juki mengintip snack box yang diterimanya, berisi kue lemper, emping melinjo, dan alay-alay ( gue nggak mau ngendorse)
"Yah, si Petra pelit amat. Bayar iuran 300 rebu dapat snack ginian doang. Udah idup gue pahit, makan emping melinjo malah tambah pahit. Nggak kena asam urat udah untung."
"Asam lambung!"
"Asam sulfat!"
"Heh!"
Edgar dan Cahyo menanggapi keluhan Juki dengan candaan. Alana hanya bisa tersenyum melihat tingkah ketiga temannya.
"Bersyukur, Juk. Kalau lo bersyukur nikmat lo bakal ditambah." Saran Alana.
"Alhamdulillah." Juki menuruti saran Alana, ia mengucap hamdalah dengan fasih.
"Sekarang punya lo buat gue, ya? Tadi pagi gue cuma sarapan promagh."
Alana menyerahkan snack box miliknya pada Juki, ia hanya mengambil alay-alay dan meminumnya saat itu juga.
"Lan, buruan balik ke pacar lo, dari tadi dia ngelihat ke sini terus. Takut gue, kalau di komik mata dia udah keluar api-apinya." Juki mengusir Alana.
"Lo ngusir gue?"
"Balik aja, Lan. Kasihan Adrian sendiri." Edgar menengahi.
***
Alana makan siang bersama Adrian di sebuah restoran mewah di resort. Alana terus memandang ke arah meja teman-temannya. Adrian mentraktir mereka semua.
"Gila, pacarnya Alana tajir banget, ya. Dermawan lagi." Petra sang ketua kelas berbisik kepada Edgar, memuji Adrian.
Setelah makan siang Adrian mengajak Alana naik jet ski. Mereka dihujani tatapan iri teman-teman Alana.
"Keren banget pacarnya Alana." Vivi, selir Edgar, berkomentar.
"Makanya lo kalau nyari gebetan yang mapan kek dia, jangan yang kek Edgar." Juki menyahut.
"Biar kata gue belum mapan, gue nggak pernah biarin cewek kelaperan pas jalan sama gue. Gue selalu menafkahi mereka. Bener nggak, Vi?"
"Iya." Vivi mengangguk mengiyakan ucapan Edgar. Ia memang sering ditraktir Edgar makan indomi di kantin sekolah.
"Halah, bucin lo, Vi. Cinta lo 'tuh irrasional. Mau-mau aja jadi budak nafsu si Edgar. Cintanya Edgar 'kan cuma buat Alana." Juki bercanda off side, membuat Edgar melotot.
"Budak nafsu apa maksud lo?"
"Maksud gue nafsu makan." Juki buru-buru meralat statemen-nya sebelum digebukin Edgar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.