Rintik 15: Bersua

169 28 43
                                    

Anything is possible when you have the right people there to support you.

- Misty Copeland

❁❁❁

"MAMA!" Gue langsung berteriak ketika membuka pintu rumah.

"Ada apa? Kamu kenapa-napa?" tanya Mama khawatir karena gue berteriak dan berlari ke dalam rumah.

"Hehehehe, enggak ada apa-apa. Kangen Mama Papa, udah lama gak pulang." Gue langsung menghampiri Mama yang masih berjalan dari kamar menuju ruang tengah, kemudian memeluk Mama.

"Kamu ini, La, dua minggu doang padahal," ucap Mama sambil balas memeluk gue dan mengelus bahu gue beberapa kali.

"Kamu langsung balik lagi?" Melihat Papa yang baru keluar dari kamar mandi, gue langsung bergantian memeluk Papa.

Iya, padahal cuma dua minggu doang enggak pulang ke rumah. Padahal juga gue setiap hari selalu chat-an di grup bareng Mama Papa. Selalu kasih tahu keseharian gue, selalu kirim foto makanan yang gue makan ke grup, kasih tahu gur ngapain aja dan pergi main ke mana. Tapi, tetap aja kangen banget.

"Besok kan Lala ke rumah Nina, Lala balik pulang lagi aja kali ya, Ma, Pa, abis pergi sama Raihan?"

Rumah Nina di Tangerang juga, cuma agak lebih jauh sedikit dari rumah gue. Sebenernya bukan soal rumah Nina di Tangerang juga, gue ngerasa kaya udah lama enggak menghabiskan waktu bareng Mama dan Papa.

"Gak capek bolak-balik?" tanya Mama.

"Enggak dong!" ucap gue riang.

"Hari ini Lala aja yang belanja keperluan rumah," tawar gue sambil membuka kulkas dan mengambil sekotak susu frisian flag rasa sweet delight yang sampai kapan pun akan selalu Mama beli walau gue sekarang udah agak susah pulang rumah karena kerja.

"Gak usah, La. Istirahat aja di rumah, nanti sore udah balik lagi. Mama bisa pergi sama Papa nanti atau sama Tante Liana. Mama enggak akan pergi sendiri kok."

Sejak gue ngontrak di Arumdalu, Mama jadi beli semua perlengkapan dan kebutuhan rumah yang awalnya selalu gue yang lakuin. Dari perlengkapan mandi sampai makanan di kulkas. Hahaha aneh, ya? Kan itu mah wajar kali, La.

Emang gue sama Papa aja yang enggak pernah kasih Mama untuk berjalan lama-lama mengitari supermarket. Walau Mama bilang gue enggak perlu kaya gini. Sebenarnya Papa mau belanja sendiri, tapi tahu sendiri kalau bapak-bapak belanja bulanan mah bisa dua kali lipat budget-nya, Papa aja ngakuin.

"Tuh La, liat Papa. Padahal Mama sebelumnya udah bilang jangan beli yang itu," protes Mama gemas.

"Aduh, Dek. Itu kan beda dikit doang," protes Papa balik sambil bolak-balik struk belanjaannya tadi, "emang kalau kaya gini kita bakal rugi, La?" tanya Papa meminta gue untuk membelanya.

Maklum, perempuan mah enggak bisa lihat diskon, apalagi ibu-ibu.

"Hahahahaha, kan lumayan, Pa. Mending Lala aja yang pergi beli besok-besok. Pokoknya Lala pasti pulang ke rumah kalau barang-barang di rumah udah abis deh."

Gue anak tunggal dari pasangan suami istri bernama Maharani dan Abirama Soediono. Bentar-bentar, kok jadi aneh gini opening-nya.

Gue tumbuh bahagia di sebuah keluarga sederhana. Kita masih suka mempermasalahkan keuangan, memperdebatkan hal-hal yang mungkin terlihat sepele bagi keluarga lain. Contohnya seperti Papa yang malah beli minyak goreng enggak diskon, padahal jelas-jelas di tempat khusus minyak udah ada banner minyak goreng promo gede banget.

Playlist: GemercikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang