Because of you, I can feel myself slowly, but surely, becoming the me I have always dreamed of being.
– Tyler Knott Gregson
❁❁❁
Delyn
"Kak Del ada yang ketinggalan gak?" tanya Iris ketika melihat gue menarik koper dari dalam kamar di Jumat pagi ini.
"Enggak ada Ris, udah semua. Tadi aku udah coba lagi," balas gue meyakinkan Iris.
"Elo berdua doang sama Devian?" tanya Kak Shelma sambil menatap gue lekat.
Gue menggeleng kepala sambil tertawa. "Enggak kok Kak, ada kakaknya Devian sama anaknya."
"Oh, gue kira berdua doang," sahut Kak Shelma dengan tatapan jailnya.
"Kak Shel, plis," balas gue sehingga Kak Shelma langsung tertawa.
"Have fun di sana Kak Del," ucap Lana semangat, "dari aku yang sibuk sama deadline," tambahnya lesu.
Gue mengepalkan kedua tangan di depan dada. "Semangat Lana, kamu pasti bisa!"
Nares udah cabut dari kontrakan beberapa waktu lalu. Sehingga di kontrakan sekarang tinggal berempat dengan segudang kesibukan masing-masing.
Akhir-akhir ini kita benar-benar sibuk dengan dunia sendiri. Sampai-sampai kita udah jarang banget punya waktu hanya untuk sekadar kumpul di meja makan dan sarapan bareng. Jadi ini termasuk momen langka melihat kita semua berkumpul di pagi hari hanya untuk mengantarkan gue sampai di depan rumah.
Padahal gue cuma mau pergi selama empat hari, Senin malam gue udah balik. Tapi ada rasa sedikit haru karena ya walau kita semua udah benar-benar sibuk, mereka masih mengusahakan bangun pagi dan memastikan gue berangkat.
Gue melirik ke sekeliling kontrakan. Iya sih, gue cuma pergi empat hari. Tapi, kenapa rasanya gue kayak gak bakal balik ke sini?
Gue udah coba tanya Mama Papa. Gue udah minta saran ke Kak Kendra. Gue udah sering banget cerita masalah ini ke Devian. Tentang gue yang tampaknya enggak lagi membutuhkan sebuah kontrakan dekat kantor karena gue merasa gue udah sembuh.
Gue enggak lagi perlu takut untuk ke kantor naik KRL di saat musim hujan yang diimbangi frekuensi hujan gak menentu. Gue enggak lagi perlu memberhentikan mobil di tepi jalan untuk mengontrol napas gue ketika hujan deras turun.
"Itu Devian, Del?" tanya Kak Shelma ketika melihat outlander sport putih berhenti di depan rumah.
Kali ini, gue enggak tahu lagi deh itu mobil siapa. Setelah jemput gue dengan mobil berbeda, seengaknya gue tahu mobil Devian itu Sonet abu-abu yang belum lama ini dia beli hanya karena gue bilang, "Design-nya bagus loh."
Terus bulan depannya dia datang jemput gue dengan mobil itu sampai gue enggak bisa berkata apa-apa dan bereaksi apa pun selama beberapa saat. "Enggak lagi-lagi deh aku bilang barang bagus di depan kamu kalau begini."
Dan Devian selalu terkekeh setiap gue ngedumel karena dia bilang gue lucu banget kalau lagi ngedumel. Kalau udah begitu biasanya gue malah enggak jadi ngomel karen salting sendiri hadehh.
"Aku emang lagi cari mobil, terus kamu suka yang itu dan emang bagus, jadi sekalian deh."
Dari kita masih sama-sama orang asing sampai status kita berubah, Devian tuh selalu ada aja hal-hal yang bikin gue kaget dengan tingkahnya yang enggak bisa ditebak.
"Elyn!" Devian turun dari mobil langsung menghampiri gue yang masih berada di teras rumah.
Sejak gue akhirnya berdamai dengan diri sendiri dan enggak lagi menyalahkan diri ketika Devian mengalami kecelakaan kala itu, dia benar-benar konsisten memanggil gue Elyn di mana pun. Lucunya sejak itu pun kita juga mengubah penuturan kata gue-elo menjadi aku-kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist: Gemercik
General FictionSebab dari bunyi air hujan yang jatuh melukiskan sebuah kisah yang baru. [Playlist ; Collaboration project 2.0] ©Written by Pitachynt January 4th, 2021