There are three things that grow more
precious with age; old wood to burn, old
books to read, and old friends to enjoy.- Henry Ford
❁❁❁
Sekian lama mencari kerja setelah resign, thank God gue akhirnya diterima di sebuah startup bernama Delintidy sebagai UX Writer. Sebuah startup yang bergerak di bidang cleaning service di daerah Jaksel. Semua orang-orang di sana asik, sistem kerja sangat amat efektif dan efisien. Dan yang terpenting, enggak ada yang nyinyir kalau gue bawa mobil ke kantor.
Mau naik motor, mobil, commuter line, transjakarta, enggak akan ada yang nyinyir. Mungkin baru dinyinyirin kalau orang kantor datangnya diantar pakai andong yang dipinggul pelayan kerajaan macam di drama-drama saeguk.
"Han, Del, udah belum?" tanya Kak Arsen, Product Manager Delintidy. Yang sebentar lagi udah pasang mode ngamuk karena deadline makin dekat dan sejak pagi harus menghadapi hal-hal yang cukup menguras kesabarannya.
"Tone of voice-nya masih kurang sesuai gak sih?" Bukannya jawab pertanyaan Kak Arsen, Raihan, teman kerja gue yang sesama UX writer ini malah menatap ke arah gue untuk berdiskusi.
Gue cepat-cepat menyenggol lengan Raihan buat menyadarkan diri dia kalau sekarang bukan saat yang tepat buat bahas hal yang harus diedit.
"Gue ngomong sama lo berdua kali. Udah selesai belum?" Nah kan, baru dibilang.
"Udah Kak, tapi kaya masih kurang sesuai gitu tone of voice-nya," jelas gue.
"Kok masih bisa kurang sesuai?!"
Enggak jarang, gue dan Raihan berakhir mendengarkan rentetan ocehan dari Kak Arsen. Bukan enggak jarang lagi sih, tapi minimal sehari kita ada dengar lah sedikit. Cuma gue sama Raihan udah biasa, jadi ya kita dengarkan dengan lapang dada. Soalnya yang dimarahin bukan kita juga sebenarnya, jadi gue dan Raihan enggak sakit hati mendengarnya.
Kak Kendra aja gitu-gitu kalau lagi kerja galak banget. Apalagi pas susun laporan enggak sesuai ekspektasi Kak Kendra, fix ngoceh. Jadi mendengar Kak Arsen marah-marah soal kerjaan itu udah biasa.
"Soalnya baru selesai banget dan masih otw ngedit, Kak. Biar Kak Arsen juga puas sama hasilnya," jawab gue jujur.
"Gue sama Delyn udah berusaha kaya cheetah nih, Bang. Biar elo enggak tambah kecewa hari ini. Sampe gue sama Delyn kagak tahu udah gelep aja nih langit," tambah Raihan enggak kalah jujur.
Kerja hampir delapan bulan di Delintidy dan Raihan yang lebih lama tiga bulan dibanding gue di bawah Kak Arsen, gue dan Raihan yang awalnya selalu sopan mendengarkan tanpa berani jujur sampai jadi kita yang bicara apa adanya kaya gini. Toh Kak Arsen enggak suka juga gue dan Raihan banyak bacot doang, tapi hasil gak ada.
"Galak banget sih, Sen. Ini kalau anak-anak lo bukan Raihan sama Delyn, udah minta resign kayanya gara-gara lo marahin mulu."
Nah ini, penyelamat gue dan Raihan di kala situasi genting seperti ini. Kak Binar, Product Designer Delintidy. Kalau Kak Binar udah datang ke meja kita sambil membawa beberapa dokumen, gue dan Raihan secara bersama-sama akan langsung menghela napas lega. Karena Kak Binar pasti langsung mengingatkan Kak Arsen buat enggak marah-marah ke Raihan dan gue.
"Nih dari Ula. Dia sampai gak berani ke sini. Katanya Arsen lagi ngamuk," ucap Kak Binar sambil ketawa.
"Jangan suka marah-marah, Sen, sama Raihan Delyn. Lo paling cocok kerja sama mereka loh," ucap Kak Binar mengingatkan Kak Arsen yang lagi diam sambil menerima beberapa dokumen dari tangan Kak Binar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist: Gemercik
Ficción GeneralSebab dari bunyi air hujan yang jatuh melukiskan sebuah kisah yang baru. [Playlist ; Collaboration project 2.0] ©Written by Pitachynt January 4th, 2021