BAGIAN 7

85 8 0
                                    

Gardika memandang Pendekar Rajawali Sakti dengan sorot mata tajam, geram bercampur heran. Dalam waktu singkat dia berhasil dihajar. Dan kalau saja pemuda itu terus mengejarnya, dia akan sedikit kerepotan. Tapi pemuda itu tegak berdiri mengatur jarak sambil mengawasinya.
"Masih ingin dilanjutkan?" tantang Rangga, dingin.
"Hm.... Kau memang lebih hebat dibanding mereka. Tapi itu hanya permulaan. Selanjutnya kau akan kubuat tidak berkutik!" dengus Gardika.
"Kenapa banyak omong?"
"Hup!" Bukan main panasnya Gardika melihat pemuda berbaju rompi putih ini mulai bertingkah. Maka secepat kilat dia kembali menyerang. Pedang di tangannya berkelebat menyambar-nyambar. Dan bersamaan dengan itu, tiga tangannya yang lain serta keempat kakinya silih berganti ikut menyerang.
"Hiyaaa..." Rangga meningkatkan kecepatannya ketika menggunakan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' untuk mengimbangi serangan. Goloknya berkali-kali menangkis kelebatan pedang yang di pegang Gardika.
Trang! Trang!
Buk...!
"Aaakh...!" Beberapa kali senjata mereka saling berbenturan. Dan beberapa kali pula Rangga berhasil menyarangkan goloknya. Gardika mengeluh tertahan. Tulangnya terasa ngilu meski kulitnya tidak terluka.
Memang seperti itu yang diinginkan Rangga. Membuat lawan kesakitan serta penasaran. Kalau sudah mengamuk hebat, maka saat itu dia akan semakin mempermainkannya.
"Yeaaa...!" Dengan membentak garang, Gardika kembali menerjang. Namun Rangga telah siap menyambut. Golok di tangannya berkelebat secepat kilat menerobos pertahanan, membabat leher, lalu pindah ke pangkal lengan.
Trang!
Ketika baru saja terjadi benturan senjata, Gardika segera jumpalitan. Dicobanya menghajar Pendekar Rajawali Sakti lewat dua telapak kakinya.
"Hup!" Tapi Rangga cepat melejit gesit. Goloknya cepat menikam ke jantung Gardika. Terpaksa makhluk aneh ini bergulir ke kiri. Namun, Pendekar Rajawali Sakti telah mengayunkan sebelah kakinya menghantam pinggang.
Duk!
"Aaakh...!" Tendangan yang dilepaskan Rangga keras bukan main laksana hantaman bandul besi yang beratnya puluhan kati. Gardika menjerit kesakitan. Tubuhnya kontan terlempar ke samping.
"Hiyaaa!" Rangga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Langsung tubuhnya berkelebat mengejar. Goloknya dikebutkan ke leher, namun masih sempat ditangkis Gardika.
"Hiih...!"
"Hup...!"
Bahkan dengan gemas, Gardika menyodok perut Rangga lewat tendangan beruntun. Namun Pendekar Rajawali Sakti keburu mencelat ke atas, sehingga tendangan itu mengenai tempat kosong.
"Hiih!"
Golok Pendekar Rajawali Sakti kembali berkelebat menyambar leher. Namun Gardika cepat berbalik seraya menyabetkan pedangnya untuk menangkis.
Trang!
Golok Rangga terus menekan. Dan bersamaan dengan itu, kedua kakinya menyodok ke dada, membuat Gardika kerepotan. Cepat makhluk aneh ini mencelat ke samping.
Rangga segera mengikuti sambil memutar tubuh. Kedua kakinya bergerak cepat silih berganti. Dan tiba-tiba kakinya menyusup ke bawah secara tak terduga. Lalu....
Duk! Des!
"Aaakh...!" Kembali Gardika menjerit kesakitan ketika tendangan beruntun Pendekar Rajawali Sakti bersarang di dada dan perut. Tubuhnya kontan bergulingan beberapa langkah. Dan ketika berusaha bangkit, tendangan Rangga kembali bersarang di kepalanya.
"Bangsat!" desis Gardika geram seraya membabatkan pedang.
Dalam keadaan kepala agak pusing seperti sekarang, maka babatan makhluk aneh ini tidak terarah. Sehingga Rangga mampu menghindarinya dengan berkelit kesamping dan kembali menyarangkan pukulan.
Duk! Des!
"Aaakh...!" Gardika terlempar ke belakang, sampai terjerembab ke belakang. Namun daya tahan tubuhnya amat mengagumkan. Meski terhuyung-huyung, Gardika cepat bangkit dan siap menyerang kembali.
"Hm.... Hebat juga daya tahan tubuhmu!" puji Rangga.
"Huh!" Gardika tidak meladeninya. Hatinya penuh amarah. Hanya satu keinginan yang ada di kepalanya. Membunuh pemuda itu secepatnya! Maka tanpa ayal lagi dia langsung meluruk sambil melepas pukulan jarak jauh.
"Mampus kau! Yeaaa...!"
"Uts!"
Jderrr!
Pukulan maut milik Gardika ternyata berupa sebongkah pusaran angin yang bergerak cepat. Rangga terkejut. Meski hanya bentuk angin, tapi kalau sampai menghantam tubuh bisa dibuat remuk. Terbukti sebatang kayu tumbang dihantam pukulan itu ketika Rangga lompat menghindarinya.
"Yeaaa...!" Melihat pukulan pertamanya gagal, Gardika semakin penasaran. Kembali dihantamnya Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan jarak jauh.
"Hup!" Pendekar Rajawali Sakti segera menjatuhkan diri, sehingga pukulan jarak jauh itu lewat dua jengkal di atas punggungnya, menerabas apa saja yang dilewati. Bahkan punggungnya terasa seperti membentur benda yang cukup keras, meski cuma kebagian desir anginnya saja.
"Hm.... Membahayakan...!" gumam Pendekar Rajawali Sakti, begitu bangkit berdiri.
"Yeaaa...!" Gardika kembali meluruk, terus menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sebelum sampai, Rangga telah melesat dengan merunduk ke bawah. Langsung ditikamnya perut makhluk aneh itu dengan golok sekuat tenaga,
Buk...!
"Aaakh...!" Meski tidak mampu menembus kulit tubuhnya, tapi Gardika merasakan sakit yang hebat. Tubuhnya mental dan terhuyung-huyung ke belakang. Lalu secepat itu pula Rangga melempar goloknya. Dan seketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti dicabut.
Sring! Begitu pedang yang bersinar biru berkilau itu tercabut, Rangga kembali meluruk deras.
"Hiyaaa...!" Kemudian secepat kilat pedang itu berkelebat memapak kedua kaki Gardika.
"Aaakh...!" Gardika terpekik kesakitan. Kedua kakinya kontan putus dibabat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Kendati demikian dia masih mampu berdiri di atas dua kakinya yang lain.
Rangga sendiri tak memberi ampun lagi. Tubuhnya kembali berkelebat sambil menusukkan pedangnya ke perut Gardika.
Crab!
"Aaakh...!" Kembali makhluk itu memekik kesakitan. Pedang Rangga menembus perut sampai ke bagian belakang. Darah hitam memancur dari luka serta perut Gardika. Dua pasang matanya membelalak seperti hendak keluar dari sarangnya.
"Nenek, tolong aku...! Tolong akuuu...!" teriak Gardika sambil berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hhh...!" Rangga menghela napas pendek seraya menyarungkan pedangnya. Dia kelihatan tidak berniat untuk mengejar
"Kenapa kau tidak menghabisinya sekaligus, Anak Muda?" tanya Ki Aswatama yang keadaannya kini agak membaik.
"Dia akan mati tidak lama lagi...," sahut Rangga, yakin.
"Gerakannya masih gesit. Rasanya dia akan bisa hidup seribu tahun lagi."
Rangga tersenyum.
"Kekuatannya hanya karena dia memiliki ilmu kebal. Tapi tidak lama. Karena beberapa saat kemudian, dia akan kehabisan darah lalu tak berdaya. Lagi pula ada yang lebih penting," jelas Rangga.
"Apa itu?"
"Tidakkah kau dengar kata-katanya yang terakhir? Dia memanggil seseorang."
"Ya, neneknya. Tapi apa anehnya? Mungkin dia teringat pada neneknya yang sangat menyayanginya."
"Tidak! Neneknya yang telah meracuni pikirannya."
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Naluri."
"Cuma naluri?" tanya Ki Aswatama, seperti menganggap enteng.
"Naluri yang didasarkan pengalaman, Ki. Nah! Uruslah yang lain. Aku pergi dulu!"
"Hei, tunggu dulu! Mau ke mana kau?!" teriak Ki Aswatama, ketika melihat pemuda itu menghampiri kudanya.
"Membasmi pohon harus sampai ke akar-akarnya," sahut Rangga tenang, seraya melompat ke punggung kudanya.
"Apa maksudmu?"
"Akan kuikuti dia dan kutemukan neneknya itu. Bila perlu, neneknya mesti bertanggung jawab atas perbuatannya."
Setelah berkata begitu, Rangga cepat menggebah Dewa Bayu meninggalkan Ki Aswatama yang masih bengong memandangnya.

183. Pendekar Rajawali Sakti : Jahanam Bermuka DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang