42 : Tidak Ingin

1.7K 286 88
                                    

"AHHHH!" Si gadis berteriak saat tubuhnya tertarik kedepan.

Sasaki tidak terjatuh, melainkan berpegangan pada satu pergelangan tangan gadis tersebut untuk menahan dirinya. Jadilah tubuh Sasaki menggantung. Kakinya terus mencari pijakan tetapi jelas tidak ada. Si gadis harus memegang pagar besi dengan semua tenaga karena kalau tidak, dia bisa saja ikut terjatuh dari rooftop sekolah bersama Sasaki.

"Sial! Apa-apaan kau ini?! Lepaskan tanganku! Itu sakit!" Teriak si gadis lagi. Dia sangat ingin melepas pegangan Sasaki, namun gadis itu tidak bisa menahan tubuhnya untuk tidak terjatuh hanya dengan satu tangan saja.

"Ne." Sambil meringis netra gadis tersebut bertemu pandang dengan netra biru Sasaki. "Aku tidak pernah berbuat jahat kepadamu. Mengapa kau ingin aku mati?"

Alih-alih menjawab, gadis itu menanyakan hal yang menyakitkan bagi Sasaki. "Mengapa kau tidak mati?"

"Kalau aku mati. Kau juga harus ikut mati denganku." Jawab Sasaki membuat si gadis menatap horor padanya. Mata gadis itu berkaca-kaca. Ketakutan merayap dalam jiwanya.

"TIDAK. AKU TIDAK INGIN MATI! LEPASKANLAH TANGANMU INI." Dan si gadis berteriak untuk yang ketiga kali. Tetes demi tetes air jatuh ke wajah Sasaki. Gadis tersebut menangis.

Sasaki mengucapkan sesuatu dengan bibir yang bergetar. "Aku pun begitu. Masih banyak yang belum aku lakukan. Aku belum memberikan yang terbaik untuk Papa. Aku belum membahagiakan Papa. Aku--"

==========

Tidak lama Yuuji sudah sampai ke tempat Junpei memarkirkan mobil. Hanya dengan berlari saja. Tentu Junpei terkejut melihat Yuuji menghampirinya. "Kenapa Itadori-kun ke sini?"

Sebentar Yuuji mengatur nafas. "Sasaki belum pulang?" Dia balas bertanya.

"Sasaki-kun belum-- Eh? Itadori-kun, matte!" Yuuji berlari masuk ke dalam sekolah. Junpei pun juga ikut.

Dengan tergesa-gesa Yuuji mencari Sasaki di kelas namun tidak menemukan apapun selain kelas yang kosong. Lalu bertanya pada guru dan katanya semua siswa sudah pulang.

Ini sama kasusnya seperti Nobara yang kehilangan Sasaki. Tapi firasat Yuuji mengatakan kalau anaknya itu masih ada di kawasan sekolah.

Semua kelas Yuuji periksa ditemani dengan Junpei yang sedari tadi berusaha menyuruh Yuuji untuk tidak panik karena tidak menemukan Sasaki. Semua kelas kosong melompong tanpa penghuni selain benda-benda di dalamnya.

Yuuji hampir putus asa. Firasat buruknya masih belum hilang. Dia memutuskan untuk tidak menyerah. Ke segala penjuru sekolah Yuuji cari Sasaki. Dan dia terhenti saat mendengar suara teriakan.

Air mata Sasaki menetes. "AKU JUGA TIDAK INGIN MATI!" Teriaknya histeris. Bersama-sama dia dan si gadis menangis.

Yuuji menatap ke atas. Maniknya membulat. "SASAKI!"

"Papa?" Tangisan Sasaki berhenti dirasa mendengar suara Yuuji memanggilnya. Dia memandang Yuuji dari atas.

Ekspresi Yuuji bercampur aduk. Lega dan takut yang paling kentara. "Bertahanlah. Papa akan menyelamatkanmu." Segera Yuuji kembali menyusuri gedung sekolahan.

"Sakit sekali." Sementara tangan si gadis mulai melemas. Tenaganya untuk menahan diri sudah hampir diujung batas. Belum lagi keringat melicinkan pegangannya. Bila pegangan itu tergelincir maka habislah sudah nyawa mereka.

Satu tangan Sasaki beralih memegang pagar. Ia berusaha untuk memanjat. Mengetahui maksud Sasaki, gadis tersebut refleks mengumpatinya. "Brengsek! Kita akan jatuh kalau begitu."

Ini pertaruhan antara hidup dan mati. Jika mereka bisa bertahan, mereka akan hidup. Jika tidak bisa maka mereka akan mati. Dan mereka tidak menginginkan itu terjadi pada mereka. Setidaknya untuk sekarang.

"Ounch." Kaki Yuuji terkilir sebab terburu-buru menaiki anak tangga. Namun dia segera bangkit mengabaikan rasa sakit.

"Tenanglah, Itadori-kun." Ujar Junpei.

"Bagaimana aku bisa tenang? Anakku bisa mati kapan saja." Kata Yuuji dengan sebulir air mata yang diusap kasar.

"Jadi Papa tidak mau cerita karena takut aku menyalahkan Papa dan pergi meninggalkan Papa?" Yuuji mengangguki.

Sasaki tertawa kecil. "Tou-san sudah seperti pahlawan bagi Papa. Papa sudah seperti pahlawan bagiku. Mana mungkin aku meninggalkan pahlawanku?"

Ya. Yuuji tidak ingin Sasaki meninggalkannya.

Tang.

Suara besi beradu membuat si gadis menoleh. Yuuji langsung ke pagar dimana gadis itu masih berdiri dengan Sasaki yang memegang kuat tangannya.

Yuuji langsung menarik kedua bocah tersebut. Si gadis sampai terduduk dan dihampiri oleh Junpei. "Daijoubu? Kalau ada yang sakit kita periksa di rumah sakit ya." Ucap Junpei sambil tersenyum lembut.

"Papa." Sasaki memeluk erat Yuuji.

"Syukurlah, Papa masih diberi kesempatan untuk menyelamatkanmu." Ujar Yuuji mengusap surai anaknya yang menangis. Kemudian dia mengucapkan sesuatu pada si gadis. "Terimakasih ya. Kau mau bertahan sampai aku datang."

"Kenapa kau berterimakasih? Aku yang mendorongnya." Gadis tersebut mengaku tanpa ada yang bertanya mengapa mereka bisa berada di situasi menengangkan seperti tadi.

"Tapi kalau kau tidak bertahan, Sasaki pasti sudah mati."

"Papa. Papa. Papa. Kau suka sekali membicarakannya." Jujur dia bosan dengan cerita Sasaki mengenai sosok yang dipanggil Papa olehnya itu.

"Papa-ku itu orang yang sangat baik." Dan selalu itulah alasan Sasaki untuk membalas perkataannya.

Sekarang dia mengerti mengapa Sasaki sering membicarakan Papa-nya. Yuuji terlalu baik.

"Terimakasih." Yuuji masih bisa berterimakasih setelah mendengarkan kejujuran gadis itu.

"Jangan berterimakasih padaku." Setelah mengatakan itu si gadis menangis meraung-raung melihat Yuuji yang memberikan senyuman hangat padanya.

***

Nana gak tau kasih nama apa sama temennya Sasaki. Jadi pakai kata ganti 'gadis' aja :D

Yosh. Chapter depan adalah hal yang kalian tunggu-tunggu.

MirayukiNana

Sabtu, 29 Mei 2021.

SORRY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang