1. Ginan dan Jatuh Cinta

23 0 0
                                    

GINAN dan JATUH CINTA

Rani tidak pernah menyangka, teman yang dulu selalu ia ajak bolos kelas sewaktu kuliah, tempat ia meminjam uang, tempat ia berkeluh kesah kini sedang menyatakan perasaannya di pinggir jalan di dalam pondok tukang sate saat Rani akan menggigit tusukan sate ketiganya. Mulutnya menganga sempurna saat mendengar Ginan bilang bahwa Ginan sudah menyukai Rani sejak semester satu perkuliahan mereka. Itu artinya sudah tujuh tahun berlalu.

Rani memukul lengan Ginan keras membuat pria itu meng-aduh.

"Ngomong kok ga dipikirin!"

Ginan tertawa kecil melihat keterkejutan di wajah Rani. Ginan sudah menduga bahwa reaksi Rani akan kesal karna ucapannya. Sebab sejak dulu Rani selalu mengatakan bahwa ia tidak menyukai Ginan dan jangan berharap banyak darinya. Tapi Ginan bisa apa dengan perasaannya, ia hanya seorang manusia biasa yang bisa jatuh cinta.

"Lu jangan bikin gue kesel lima hari lagi ya!" lanjut Rani dengan sewot. Ginan kembali tertawa mengingat dulu tiga tahun yang lalu ia juga menyatakan perasaannya kepada Rani dan tentu saja ditolak mentah-mentah seperti ini. Bahkan Rani enggan berbicara dengannya selama lima hari dan akhirnya Ginan menyerah dengan mengakatakan bahwa ungkapan perasaannya hanyalah bualan semata.

Tapi kali ini Ginan tidak akan seperti itu. Ia sudah bertekad akan memperjuangkan Rani walaupun sebenernya Rani tidak suka diperjuangkan, atau lebih tepatnya Rani tidak suka dikejar-kejar cinta.

"Mau lo kesel lima hari gue ga bakal bilang ini becanda lagi, Ran." Ginan memerhatikan wajah bulat Rani yang sedang mengunyah satenya. Satu tusukan sate masuk lagi ke dalam mulutnya yang sudah penuh. Rani bahkan mengambil satu tusukan sate dari piring Ginan dan mengangkatnya meminta persetujuan bahwa sate itu akan ia makan. Ginan hanya mengangguk kecil menandakan sate itu sudah berpindah kepemilikan.

Rani melambaikan tangannya dan menggeleng pertanda tidak setuju. Ia meminum seteguk air di dalam gelasnya dan mengehempaskannya ke meja di depannya.

"Udah mending makan sate lo abis itu nganterin gue pulang. Nyokap gue pasti udah nunggu" balassnya santai.

"Tinggal satu tusuk, gue aja yang ngabisin?" tanya Rani sambil mengangkat alisnya.

Ginan tertawa melihat Rani yang langsung mengambil sate yang tersisa di piringnya. "Gue bayar dulu." balas Ginan.

Malam itu menjadi malam kesekian kalinya yang menjadi saksi bahwa mencari kerja di ibukota itu sulit. Lagi-lagi Rani tertidur pulas di dalam mobil Ginan yang melaju kencang di jalanan. Ginan menghidupkan radio agar suasana lebih sedikit relax. Ia melirik ke arah Rani sebentar dan tersenyuum kecil. Sejak ia memutuskan memberi tahu perasaannya kepada Rani, ia tahu bahwa ini tidak akan mudah. Ginan tidak akan ditolak sekali atau dua kali, ia akan ditolak berkali-kali.

Membayangkan itu membuat Ginan kembali tertawa. Ia tidak takut akan penolakan Rani. Ia hanya butuh waktu untuk meyakinkan Rani dan Ginan tau bahwa suatu saat nanti ia akan berhasil.

Rani memegang lehernya yang pegal saat baru terbangun dari tidurnya di atas mobil Ginan.

"Makasih ya, Nan. Doain gue cepet dapet kerja biar ga nyusahin lo mulu." Ucap Rani dengan wajah mengantuknya.

Ginan menangguk dan tersenyum pelan. "Tapi nanti kalo lo ga mau kerja juga gapapa sih. Gue aja yang kerja, lo di rumah aja."

Rani menatap Ginan bingung. Ia membuka mulutnya seakan ingin bicara namun ia urungkan. Rani hanya mengangkat pundaknya pelan "Terserah deh gue ga ngerti."

Ginan tertawa melihat wajah bingung Rani. Ia mengulurkan tangannya dan memegang kepala Rani. Ginan mengembuskan mata Rani kuat-kuat hingga membuat perempuan itu terkejut.

Rani langsung memukul lengan Ginan "Gue kaget! Kebiasaan deh lo." ucapnya pelan.

"Biar jalan ke rumahnya ga jatuh karna ngantuk. Udah sana turun." balas Ginan sambil melepas sabuk yang ada di kursi Rani.

"Yaudah, gue turun dulu."

Rani mengempaskan badannya ke atas kasur dan menutup matanya sebentar. Rani tidak bodoh untuk mengerti ucapan Ginan padanya tadi sebelum turun dari mobil. Rani hanya malas menanggapinya. Dulu Ginan juga menyatakan perasaannya saat Rani baru lulus dari kuliahnya. Tapi Rani tidak menyukai Ginan dan menolaknya. Tapi hari ini Ginan kembali menyatakan perasaannya pada Rani dan Rani bingung harus menganggapinya bagaimana. Karna meskipun sudah tiga tahun terlewati sejak insiden menyatakan perasaan itu, sampai saat ini Rani tidak merasakan perasaan suka pada Ginan.

Paginya Rani keluar kamar dengan handuk di pundaknya. Ia berjalan ke arah meja makan dan melihat semangkuk bubur ayam sudah tersedia. Rani duduk di meja makan dan mengangkat satu kakinya. Tangannya meraih sebuah kaleng bekas biskuit yang berisi kerupuk. Ia melihat ke arah dapur dan melihat ibunya sedang membersihkan piring bekas makan.

"Ini bubur buat Ani?"

"Iya"

"Tumben ibu beli bubur. Ibu udah makan?"

Ibu meletakkan segelas air putih dan berjalan melewati Rani.

"Bukan ibu yang beli. Tadi Ginan mampir sambil bawa bubur."

Rani kembali melongok ke arah dapur dan ia melihat dua gelas bekas teh yang masih tersisa sedikit. Itu pasti punya ibu dan Ginan.

"Kok ibu ga bangunin Ani?" tanya Rani sekali lagi.

"Kata Ginan dia ga niat ketemu kamu. Cuma mau sarapan di sini sama ibu."

Rani mendesah mendengar jawaban ibunya. Ginan dan ibu benar-benar dua orang manusia yang cocok. Mereka sama-sama tidak bisa minum kopi, sama-sama punya humor yang aneh, sama-sama suka menjailinya, dan yang paling penting sama-sama suka tidak terduga.

Seperti yang Rani lihat saat ini. Ibunya datang dari taman depan sambil membawa pot besar ditangan kanan dan sebuah kaktus kecil ditangan kiri. Waktu semalam Rani tanya kenapa kaktus kecil itu butuh pot sebesar itu, ibunya menjawab bahwa suatu saat nanti ia akan tumbuh besar seperti yang ibu lihat di film-film padang pasir. Padahal Rani yakin betul itu kaktus jenis kecil. Tapi apakah ibunya peduli soal informasi kaktus kecil? Tentu tidak. Rani yakin beberapa bulan kemudian ibunya akan mengomel panjang tentang kenapa kaktus kecilnya tidak kunjung besar.

Rani mengabaikan ibunya dan mengambil sendok di tengah meja. Ia mulai mengaduk bubur ayamnya. Hari ini Rani hanya akan bermalas-malasan di rumah setelah seminggu penuh ia apply lamaran pekerjaan ke sana ke kemari.

Telepon Rani bergetar sebanyak tiga kali. Ada tiga pesan baru dari Ginan.

Kira-kira begini isinya:

'udah bangun belum?'

'tadi gue bawa bubur ayam. Kayaknya sih enak, tadi nemu depan komplek. Gue ga nyobain sih'

'soalnya tadi gue sarapannya pake nasi goreng ibu lo'

Rani membalas pesan Ginan dengan senyum jahil di wajahnya. 'lumayan sih, tapi kayaknya pizza buat nanti sore enak deh.'

Tidak perlu menunggu lama, kata 'oke' dari Ginan langsung masuk ke notifikasinya.

Rani kembali meletakkan teleponnya tanpa berniat membalas pesan Ginan.

Rani dan Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang