Prolog
🧚♀️🧚♀️🧚♀️🧚♀️🧚♀️
"Hai, gue Rinjani Afiskha Sitepu. Kalian bisa panggil gue Rinjani. Salam kenal."
Seorang cewek asal Medan itu sebenarnya enggan sekali memperkenalkan dirinya sendiri di depan kelas. Bukan tidak mau, dia hanya risih dengan tatapan tatapan aneh dari teman teman barunya itu.
Untuk ukuran anak SMA kelas sebelas, umur Rinjani mungkin sudah terbilang cukup tua. Dia akan berumur delapan belas tahun dua bulan lagi. Berpindah-pindah sekolah sejak SMP sudah menjadi kebiasaannya karena ayahnya membawanya pindah pindah kota untuk urusan pekerjaan.
Rinjani berkali kali menolak untuk ikut ayah. Dia ingin tinggal di Medan saja bersama teman temannya yang lain. Tapi, tetap saja. Sebagai strict single parent, ayahnya sangat menolak keras untuk menyetujui permintaan anak semata wayangnya itu.
Jakarta menjadi kota ke sekian setelah terakhir kali dia kembali ke Medan. Memikirkan hidup di ibukota yang keras membuatnya bergidik ngeri. Bukan takut, dia hanya membayangkan jika Jakarta adalah kota untuk orang orang kaya.
Rinjani juga termasuk ke dalam orang orang berada. Namun, setelah pertama kali menginjakkan kaki di SMA Galaksi, dia yakin bahwa dia masih berada jauh dari keluarga berada. Mungkin karena gaya hidup mereka yang bersekolah disini sangat tinggi sehingga terlihat begitu mahal dan kaya.
"Nada ngomong lo lucu anjrit!" Seorang siswa laki laki yang duduk di ujung kelas itu tertawa kecil mendengar nada bicara khas dari Rinjani.
Walau sudah mencoba mengikuti gaya bahasa orang Jakarta, tetap saja logat yang keluar dari mulut Rinjani tetap logat Medan.
"Shht! Udah udah. Rinjani, silahkan duduk di sebelah Neo," perintah bu Rita.
Rinjani menatap malas ke arah guru berambut keriting itu. Sambil menaikkan satu alisnya, dia bertanya satu hal pada guru itu.
"Neo yang mana bu?"
Bu Rita yang tadi ingin mengambil spidol terurung karena pertanyaan Rinjani. Mungkin guru itu lupa kalau Rinjani masih berstatus anak baru.
"Itu yang duduk sendirian di bangku ke tiga dari depan," beritahu Bu Rita.
Setelah mengucap terimakasih, Rinjani berjalan tanpa memperhatikan sekitar menuju bangku yang tadi Bu Rita tunjukkan padanya. Ia meletakkan tasnya di atas meja sedikit kuat bertujuan untuk membangunkan cowok yang dia tau bernama Neo itu.
Entah tidur jam berapa cowok itu tadi malam-Rinjani juga tidak mau tau-bisa bisanya pagi pagi gini masih molor. Di sekolah pula tu!
Tanpa belas kasihan, Rinjani menjambak rambut Neo agar si empunya rambut terbangun. Sebenarnya, tidak masalah juga mau cowok itu tidur sampai kapanpun. Selamanya juga boleh. Tapi masalahnya, tangan kiri cowok itu menutupi meja bagian Rinjani. Gimana Rinjani mau belajar kalo gini caranya?!
"Apaan sih lo?!"
Neo menghardik Rinjani yang menganggu aktivitas tidurnya dengan suara yang keras sehingga seisi kelas menatap kearah mereka berdua. Tapi, Rinjani sungguh tidak peduli dengan tatapan itu.
"Neo, jangan berisik."
Setelah mengucapkan itu, Bu Rita kembali pada kegiatannya. Tanpa menegur kelakuan Neo yang seenaknya tidur di jam pelajarannya.
"Ngapai lo disini?" tanya Neo yang seperti merasa keberatan melihat Rinjani duduk di sebelahnya.
"Duduk."
"Lo siapa?"
Rinjani menghembuskan napas kesal. Sepertinya, baru lima menit yang lalu dia memperkenalkan diri di depan kelas. Dan dengan bodohnya cowok di sebelahnya ini malah bertanya demikian.
Tunggu! Rinjani hampir lupa kalau cowok ini tadi tidur saat dia memperkenalkan diri.
"Rinjani," jawab Rinjani tanpa menoleh. Dia mengeluarkan satu buku tulis dari tas nya.
"Oh."
Rinjani membuang napas kesal. Baru sepuluh menit dia masuk ke dalam kelas ini, sudah bisa dipastikan, dia akan terus terbawa sial.
Dengan melihat ke sebelahnya saja dia sudah tau bahwa kesialan sudah di depan mata. Cowok ini akan menjadi kesialan Rinjani.
"Berani banget lo ya bangunin gue," ujar cowok itu sembari menyisir rambutnya ke belakang.
"Emang lo siapa sehingga gue harus takut sama lo?" tanya Rinjani masih tanpa menoleh.
"Gue? Yakin mau tau? Ntar kalo tau lo malah jatuh cinta sama gue."
Rinjani memutar matanya malas. Sepertinya, selain membawa sial, cowok di sebelahnya ini juga narsis abis.
"Never in a million years!"
Neo tersenyum miring. Dia sedikit terkejut. Baru kali ini ada cewek yang terang terangan menolaknya. Biasanya juga dia yang menolak cewek cewek.
"Oke. Lihat aja nanti," ucap Neo lalu kembali meletakkan kepalanya di atas meja.
Rinjani kembali menjambak rambut Neo. Jujur saja dia tidak suka melihat ada murid yang tidur saat guru sedang menjelaskan. Cita cita Rinjani adalah menjadi guru. Jadi dia paham, bagaimana rasanya di abaikan saat mengajar.
"Apa sih ganggu aja!"
"Tidur mulu kerja lo. Emang nih sekolah bokap lo?!"
"Emang ini sekolah bokap gue!"
Neo kembali melanjutkan tidurnya sedangkan Rinjani bergeming di tempatnya. Antara percaya dan tidak percaya mendengar ucapan Neo barusan.
Namun, terlepas dari masalah Neo, Rinjani sadar daritadi dia diperhatikan. Cowok yang tadi tertawa ketika mendengar nada bicaranya itu entah mengapa seperti mengintimidasi Rinjani. Cowok yang duduk di ujung kelas itu seperti ingin Rinjani mengingat sesuatu. Entah apa itu.
🧚🧚🧚🧚🧚
#AuthorTime
this is my first story after something hard happend to me. my first acc wattpad has lost:((
kalian bisa cari akun pertama aku di nyxndda
jangan terkejut ya kl nanti bakal ada cerita beautiful hurts di akun ini yang sm persis ky di akun diatas. demii itu aku woeee
oke segitu aja, mau bilang makasi buat yang ud baca uuyy
i love u infinity
-dindaadaya-
30 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJANI
Teen FictionR.I.N.J.A.N.I Sebuah kisah di bulan Juni. Rinjani. Cewek asal Medan dengan rupa menawan yang selalu menjadikannya ratu sekaligus bahan nyinyiran. Hidupnya bukan seperti pelukis yang menetukan warna apa yang akan dia tuangkan ke kanvas. Rinjani tidak...