01. New Friends
🧚🧚🧚🧚🧚
Karena dalam pertemanan bukan hanya perdamaian yang tercipta. Bahkan, bertengkar setiap hari dalam pertemanan bukan hal yang harus diherankan, bukan?
🧚🧚🧚🧚🧚
"Gue Giska. Ini Jisya, sepupu gue. Nah ini Kelia."
Seorang cewek berambut ikal itu berjalan mendekati Rinjani di mejanya. Rinjani yang sedang memasukkan buku tulis semata wayang nya itu terlihat sedikit terkejut namun seperti biasa, dia mengontrol keterkejutannya.
"Terus?" tanya Rinjani seadanya.
"Gue mau nawari lo jadi temen kita kita. Mumpung lo belom ada temen juga. Jangan sampe lo keduluan berteman sama tuh komplotan caper," jelas Kelia sembari menunjuk empat siswi perempuan berpenampilan seadanya duduk dengan nyaman di tempatnya masing masing di barisan paling depan.
"Kenapa gue harus jadi temen lo? Kenapa gue nggak boleh berteman sama mereka?"
Siapa coba yang nggak sebegitu penasarannya, tiba tiba di tawari berteman sama satu circle, terus dilarang berteman sama circle lainnya.
"Karena mereka itu manipulatif."
Kali ini, Jisya yang menjawab dengan tangan yang sibuk mengelap kaca kacamatanya dengan kain tanpa melihat kearah Rinjani.
"Right. Jangan tertipu sama tampang mereka yang sok polos itu. Aslinya mereka berempat mah temen makan temen," imbuh Kelia yang sepertinya tau semua hal.
"Kenapa lo pada seyakin itu mau berteman sama gue?" tanya Rinjani lagi tanpa ekspresi.
Giska menghela napasnya panjang. Merasa jika Rinjani ini banyak sekali tanya. Sebenarnya Giska juga nggak minat berteman sama Rinjani. Tapi, Jisya memaksanya. Kata Jisya, Rinjani terlihat seperti murid yang pintar. Cocok untuk menjadi partner belajarnya ketika kedua temannya yang otaknya bermain terus itu tidak mau diajak belajar.
"Banyak tanya anjir. Gue tanya, mau, mau. Engga, engga."
Giska menatap Rinjani malas. Sama hal nya dengan Rinjani yang menatap Giska sambil menaikkan satu alisnya.
Tadi nawari, lah ini marah marah. Aneh banget sih orang Jakarta, batinnya.
"Oke."
Setelah Rinjani mengutarakan jawabannya, Giska langsung melangkah pergi keluar kelas karena memang saat ini adalah jam istirahat.
Rinjani menaikkan bahunya masih tanpa ekspresi tidak peduli pada Giska yang sepertinya sangat kesal dengannya.
"SUMPAH MAAFIN GISKA PLEASE, DIA EMANG GITU ANAKNYA NGAMBEKAN!" Kelia menggebrak meja Rinjani. Mungkin terlalu kuat, menyebabkan penghuni meja itu yang duduk di sebelah Rinjani jadi terbangun.
Neo. Cowok itu kesulitan membuka matanya. Mencoba membiasakan cahaya masuk menerobos matanya. Mengerjap melihat Rinjani dengan Kelia dan Jisya. Sudah pasti ada yang tidak beres, batin Neo.
"Lo dua? Ngapain bully Rinjani?" tanya Neo dengan suara beratnya khas bangun tidur.
"Dih gila. Siapa juga yang lagi nge-bully. Malah gue mau ajak berteman nih!" sewot Kelia.
Sedari tadi, Jisya hanya diam tak menanggapi interaksi di sekitarnya. Dia hanya sibuk dengan earphone nya.
Bully? Bully apa yang manusia tukang tidur ini bicarakan?
"Hah? Nambah personil? Udah bosen bertiga mulu?"
Tiga-hampir empat jam Rinjani bersekolah disini, dan duduk di sebelah Neo, Rinjani menyimpulkan bahwa cowok di sebelahnya ini memang sangat sewot. Bahkan yang bukan urusannya pun kini dikomentarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJANI
Teen FictionR.I.N.J.A.N.I Sebuah kisah di bulan Juni. Rinjani. Cewek asal Medan dengan rupa menawan yang selalu menjadikannya ratu sekaligus bahan nyinyiran. Hidupnya bukan seperti pelukis yang menetukan warna apa yang akan dia tuangkan ke kanvas. Rinjani tidak...