Tidak terasa hampir seminggu sejak Arkaan dilarikan ke rumah sakit karena usus buntu yang ia derita. Arkaan bersyukur operasinya berjalan lancar. Awalnya Arkaan berpikir rumah sakit akan menjadi mimpi buruk kesekian dalam hidupnya, namun ternyata hal itu tidak sepenuhnya benar.
Selain operasinya berjalan lancar, hal lain yang Arkaan syukuri adalah pertemuannya dengan salah satu dokter di rumah sakit tempatnya dirawat saat ini. Mungkin Arkaan harus berterima kasih pada Dokter Viona saat ia keluar dari rumah sakit nanti.
Selama masa pemulihan Arkaan menghabiskan hari-harinya di rumah sakit. Arkaan bisa saja meminta untuk segera pulang, tapi Arkaan tahu siapa yang berkeras menahannya di rumah sakit selama ini. Orang itu pastilah Jendra Wiguna, kakak sepupunya yang overprotektif padanya. Arkaan bukannya ge-er tapi Arkaan tahu Jendra mulai overprotektif padanya sejak ia menjadi direktur utama Malik Group.
Entah untuk alasan apa Jendra melakukannya. Menurut Arkaan, Jendra seperti itu karena merasa bersalah dan itu membuat Arkaan kesal. Tapi, untuk saat ini Arkaan memilih untuk menurunkan egonya dengan tetap berada di rumah meski ia merasa bersalah pada Dirga yang otomatis menggantikan seluruh pekerjaannya selama ia di rumah sakit. Arkaan tahu semua orang peduli padanya. Daripada membuat semua orang khawatir, Arkaan mau tidak mau menuruti saran dari Dokter Irene selaku dokter yang menangani operasinya. Arkaan juga senang karena bisa lebih lama bertemu dengan Viona.
Arkaan menoleh begitu mendengar ada yang membuka pintu. Arkaan nyaris tersenyum karena mengira yang masuk adalah Viona. Namun, Arkaan tidak jadi tersenyum dan justru terkejut karena yang muncul dari balik pintu adalah kakeknya.
Arkaan tidak menyangka kakeknya akan datang menjenguknya. Sejujurnya Arkaan belum siap bertemu kakeknya apalagi menjelang acara perjodohan keluarga. Arkaan malas jika harus membicarakan masalah itu, apalagi berdua saja dengan kakeknya seperti sekarang. Arkaan sampai berharap semoga Jendra datang tiba-tiba agar dia terlepas dari suasana canggung dengan kakeknya. Paling tidak, kalau ada Jendra di sini kakeknya tidak hanya fokus berbicara padanya.
"Gimana kabar kamu, Arkaan? Kenapa? Kaget ya Mbah ke sini?"
Setelah beberapa waktu, Arkaan akhirnya mendengar suara kakeknya lagi. Dulu, kakeknya adalah orang yang sangat ia kagumi, bahkan Arkaan lebih mengagumi kakeknya daripada ayahnya. Karena itu juga Arkaan sangat kecewa saat kakeknya justru memintanya menjadi direktur utama Malik Group padahal sejak awal kakeknya tahu Arkaan bercita-cita menjadi arsitek alih-alih menjadi direktur utama Malik Group. Dunianya runtuh saat ia harus merelakan impiannya demi meneruskan perusahaan keluarganya.
Sejak saat itulah Arkaan seperti membuat jarak dengan keluarga besarnya, terutama dengan kakeknya, begitu juga dengan Jendra. Arkaan mengakui bahwa dia jarang bertemu dengan kakeknya dan ia sengaja melakukannya. Awalnya karena Arkaan kecewa, tapi beberapa tahun terakhir Arkaan melakukannya agar Arkaan tidak terlalu lama menyalahkan kakeknya. Alasan itu juga yang membuat Arkaan tidak mau menemui Jendra. Arkaan tidak ingin menyalahkan salah satu dari mereka.
"Udah baikan, Mbah" akhirnya Arkaan bersuara setelah terdiam cukup lama.
"Kata dokter kapan boleh pulang?"
"Paling sehari atau dua hari lagi"
"Tumben kamu mau lama-lama di rumah sakit."
"Biar ga rame. Mbah tau kan kalo Arkaan ga suka jadi pusat perhatian?"
"Kesehatan kamu lebih penting, Nak."
"Iya, Arkaan tahu itu."
"Mbah ngomong begini bukan karena kamu direktur utama Malik Group. Mbah ngomong begini karena kamu cucu Mbah, sama kayak yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Youniverse
FanfictionMalik Group punya satu tradisi lama yang menurut Jendra Wiguna Malik dan keenam adik-adiknya adalah tradisi yang tidak masuk akal. Tapi, anehnya itu tetap harus mereka jalani. Tradisi yang membuat mereka harus memilih, menyerah pada perasaannya dan...