Kalau ada hal penting yang Jendra lupakan selama sepekan terakhir jawabannya hanya satu. Temu janji dengan kakeknya. Tentu saja Jendra tidak sendiri. Kakeknya mewajibkan Jendra datang bersama dengan Irene.
Jadwal Jendra yang sehari-hari padat merayap, sepekan terakhir menjadi jauh lebih padat sampai-sampai Jendra lupa bahwa sekarang sudah akhir pekan. Saat berada di rumah sakit pun Jendra hampir tidak pernah bertemu dengan Irene kecuali di ruang operasi.
Jangan tanyakan bagaimana interaksi Irene dan Jendra di ruang operasi. Jendra bahkan hanya bisa melirik ke arah Irene sesekali. Alih-alih mengobrol, bertemu di ruang operasi saja sudah seperti satu dari tujuh keajaiban dunia. Jendra bahkan jadi bulan-bulanan rekan kerjanya karena dianggap tidak serius menjalin hubungan dengan Irene.
Setelah mengacaukan susunan perjodohan keluarga, Jendra masih bisa hidup tenang dan seolah tidak niat mendekati Irene. Sementara dalam hati Jendra agak khawatir dengan posisinya, kalau ayah Irene yang notabene-nya adalah direktur rumah sakit tempatnya bekerja mengetahui bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Irene setelah segala kekacauan yang sudah ia perbuat, mungkin Jendra akan masuk daftar hitam dan orang teratas yang akan di-PHK lebih dulu.
Akhirnya Jendra memutuskan untuk menemui Irene setelah jadwalnya yang menguras energi itu sudah lebih longgar.
Jendra mengetuk pintu ruangan Irene dengan hati-hati takut kalau Irene sedang beristirahat atau sedang tidak ada di ruangannya.
"Masuk..." Jendra langsung membuka pintu ruangan setelah mendengar ucapan sang pemilik ruangan yang memberinya izin untuk masuk.
"Jendra?" Irene terkejut begitu melihat Jendra muncul dari balik pintu sambil tersenyum lebar di balik wajahnya yang terlihat lelah. Irene sangat tahu Jendra pasti kurang tidur seminggu terakhir ini.
"Kenapa ngga telpon aja?" ucap Irene pada Jendra yang seolah bertanya pada Irene apa dia boleh duduk atau tidak.
"Dok, saya udah boleh duduk?" seperti prediksi Irene, itu ucapan yang pertama kali keluar dari lisan Jendra dan Irene hanya bisa menghela napas. Jendra memang tidak bisa ditebak.
"Iya, boleh. Udah jauh-jauh ke sini masa ngga boleh duduk?" jawab Irene yang langsung membuat Jendra duduk dan bersandar pada sofa di ruangan Irene.
"Saya sengaja ngga telpon soalnya masih di rumah sakit. Biar bisa ketemu langsung" ujar Jendra.
"Emang mau ngomong sesuatu?" tanya Irene.
"Ya kali aja Dokter Irene kangen sama saya" jawab Jendra asal.
Irene hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Jendra yang sangat random.
"Ngapain kangen? Kita kan hampir tiap hari ketemu" balas Irene.
"Iya, ketemuan di ruang operasi. Sekalian nge-date ngga sih kita?"
Irene akhirnya tertawa lepas mendengar ucapan Jendra. Irene tidak mengerti kenapa kalimat Jendra sangat mudah membuatnya tergelak. Padahal ucapan Jendra spontan dan asal saja. Tapi menurut Irene itu lucu.
"Kamu tuh ya, bisa ngga kalo ngomong tuh ngga asal nyeplos aja? Cape tau dengernya."
"Tapi Dokter Irene kan ketawa" sahut Jendra.
"Soalnya lucu loh. Kamu ada-ada aja."
Jendra masih terkejut saat Irene tidak lagi memanggilnya dengan sapaan formal dan hanya memanggilnya dengan kata ganti. Padahal seingat Jendra, hubungan mereka belum sejauh itu.
Jendra memang tertarik pada Irene, tapi seingat Jendra, dia membatalkan perjodohan Irene dengan Arkaan waktu itu karena lebih takut Arkaan ikut perjodohan keluarga daripada takut Irene menyukai Arkaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youniverse
FanfictionMalik Group punya satu tradisi lama yang menurut Jendra Wiguna Malik dan keenam adik-adiknya adalah tradisi yang tidak masuk akal. Tapi, anehnya itu tetap harus mereka jalani. Tradisi yang membuat mereka harus memilih, menyerah pada perasaannya dan...