Sebelas

570 113 22
                                    

"Mbah, Dirga udah datang" Dirga mendengar Aksa berucap pada kakeknya. Dirga sudah menduga bahwa dia pasti akan terlambat setelah sebelumnya dia terjebak dalam situasi aneh yang bisa ia tebak sekalipun ia menjelaskan pada kakek dan sepupu-sepupunya, mereka belum tentu percaya padanya. Jadi Dirga memutuskan untuk datang seolah tidak terjadi apa-apa dan memasang senyum cerah seperti biasa.

Dirga segera menetralkan deru napasnya yang tersengal karena buru-buru, kemudian menghampiri Aksa dan tersenyum pada sepupunya itu. Dirga tahu, bukan hanya dia yang lelah karena urusan pekerjaan. Aksa juga sama sepertinya. Sejak ayah Aksa meninggal, keluarga Aksa tinggal bersama kakeknya karena rumah kakeknya adalah hak waris untuk ayah Aksa, anak pertama di Keluarga Malik. Aksa adalah adik Jendra sekaligus kakak Abim. Sayangnya karena Abim dan Jendra terlampau sibuk untuk selalu berada di rumah, akhirnya Aksa selalu berusaha untuk berada di rumah menemani ibu dan kakeknya, apalagi kalau ada pertemuan seperti malam ini.

"Assalamualaikum Mbah" Dirga langsung datang menghampiri kakeknya dan memeluk pria berusia senja itu dengan erat.

"Waalaikumsalam. Gimana kabarmu, Ga? Kantor aman?" tanya kakeknya.

"Aman, Bos" jawab Dirga dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Dirga itu seperti sinar matahari bagi keluarganya. Tidak pernah terlihat mengeluh dan selalu tersenyum. Aksa sangat senang berada di dekat Dirga karena Dirga selalu memberi energi positif padanya.

"Bang Jendra beneran ga bisa datang ya?" kata Dirga kemudian.

"Dia jadi datang dong. Keajaiban tau ga? Semua udah ngumpul di dalam" kata Aksa dan langsung membuat Dirga tertawa. Sudah jadi rahasia umum di keluarga Malik kalau Jendra itu jarang hadir di pertemuan keluarga, sama persis dengan Arkaan. Bedanya, kalau Jendra memang berhalangan hadir, sementara untuk Arkaan sebagian besar alasannya karena enggan.

"Ini gue beneran telat?" tanya Dirga memastikan.

"Iya. Untuk pertama kalinya. Tumben lo telat banget, Ga" ucap Aksa dengan raut menyelidik.

"Ah itu..." Dirga menjeda kalimatnya sebelum akhirnya sang Kakek menyela.

"Sudah, sudah. Kenapa jadi kalian yang ngobrol? Ayo, ke ruangan Mbah Kung. Kita ngobrol di sana aja. Yang lain udah pada nunggu" ajak sang kakek pada kedua cucunya itu.

Aksa dan Dirga kemudian mengikuti kakek mereka untuk masuk ke ruangan kerjanya. Ruangan itu masih sama dengan terakhir kali Dirga mengunjunginya. Masih rapi dan nyaman. Meski sudah pensiun sebagai Direktur Utama Malik Group, kakeknya masih melakukan banyak aktivitas di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Aksa dan Dirga duduk setelah kakek mereka duduk lebih dulu. Di sana kelima sepupunya yang lain sudah berkumpul lebih dulu. Rupanya memang sedari tadi Aksa dan kakeknya menunggu ia datang, pikirnya.

"Kalian tahu kan apa arti perjodohan keluarga ini buat keluarga kita?" ucap Sang Kakek pada ketujuh cucunya.

Suasana tampak hening. Ketujuh cucu keluarga Malik seolah enggan menjawab pertanyaan kakek mereka. Mereka tidak lupa mengenai tujuan perjodohan keluarga yang dilakukan Malik Group. Semua dilakukan dalam rangka menguatkan bisnis keluarga dan merangkul rekan bisnis Malik Group.

Tapi, di sisi lain mereka sebenarnya tidak menginginkan perjodohan itu, bahkan Abim sekalipun. Padahal Abim dijodohkan dengan Qilla bukan karena bisnis. Abim tahu kakeknya sengaja menjodohkannya dengan Qilla karena Abim menyukai Qilla sejak lama, bukan karena bisnis. Keluarga Qilla hanya bertetangga dengan kakeknya sehingga Abim menghabiskan masa kecil dengan Qilla. Tak hanya Abim, tapi Gala dan Jara juga.

Namun, ada hal yang Abim tidak ketahui. Abim tidak tahu bahwa kakeknya sengaja menjodohkannya dengan Qilla bukan semata karena kakeknya tahu perasaan Abim pada Qilla tapi karena nenek Abim yang ingin Qilla menjadi bagian dari keluarga Malik. Perjodohan Abim dengan Qilla sebenarnya adalah permintaan terakhir nenek Abim yang sengaja dirahasiakan agar Abim dan Qilla tidak terbebani.

YouniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang