Malam semakin larut, namun Aksa belum bisa memejamkan matanya. Beberapa saat yang lalu Aksa mendengar sayup-sayup suara Qilla dan Abim yang ribut entah karena apa. Aksa juga mendengar Abim yang masuk ke kamarnya dan suara pintu kamar Abim yang tertutup karena kebetulan kamarnya berdekatan dengan kamar Abim. Aksa menduga kalau Abim baru saja pulang setelah mengantar Qilla. Aksa hanya bisa tersenyum saat teringat bagaimana rumitnya hubungan Abim.
Sedari tadi netranya menatap secarik surat dan sebuah pamflet acara Badan Eksekutif Mahasiswa universitas tempatnya mengajar. Tadi salah satu mahasiswanya membawakan undangan kepadanya untuk menjadi keynote speaker dalam acara yang membuatnya tidak percaya. Awalnya Aksa juga bertanya-tanya mengapa ia yang menjadi keynote speaker padahal bidangnya bukan bidang yang berhubungan dengan tema besar acara BEM tersebut. Namun, bukan itu yang sebenarnya menganggu pikirannya.
Aksa akan senang hati langsung menerima permintaan pihak BEM jika narasumbernya orang lain. Namun kini, pikirannya—dan mungkin juga hatinya—tertuju pada satu nama yang sangat familiar baginya.
Aruna Mazaya Hutama.
Nama itu tak sedetik pun hilang dari benaknya. Meski beberapa tahun telah berlalu sejak ia memutuskan hubungannya dengan Aruna—yang lebih tepatnya Aruna memutuskan hubungan mereka secara sepihak—namun Aksa terus memikirkan Aruna setiap waktu.
Dulu, Aksa bertanya-tanya kenapa Aruna tiba-tiba meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan yang tidak terjawab bahkan sampai sekarang. Kini, Aruna tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan. Jujur, Aksa benar-benar tidak siap dengan semua ini.
Pada akhirnya ia hanya mengulangi apa yang ia lakukan sejak tadi. Menarik napas dalam-dalam seraya berusaha mencari ketenangan. Setelah diam sejenak, Aksa memutuskan untuk pergi ke ruang makan.
Aksa membuka lemari es dan mengambil sebotol air Mineral kemudian menuangkannya di gelas yang ia bawa dari kamarnya. Setelah itu, ia duduk sambil menunduk dan meremas rambutnya.
"Ayolah, Sa. Cuma gara-gara satu nama doang lo jadi galau begini," batinnya berusaha menenangkan diri.
"Aksa?"
Aksa mengangkat kepalanya kemudian menoleh. Samar-samar ia melihat siluet kakeknya karena Aksa sengaja tidak menyalakan lampu di ruang makan.
"Kenapa gelap-gelapan di sini?" Tanya Sang Kakek yang langsung menyalakan lampu sehingga bisa melihat wajah cucunya yang tampak lesu.
"Ah, engga kok Mbah Kung. Cuma ga bisa tidur aja."
"Kamu ga biasanya susah tidur. Mbah Kung tahu betul dari dulu kamu ga bisa begadang" ujar sang Kakek lagi.
Aksa terdiam sejenak. Memang tidak ada gunanya mengelak dari sang Kakek. Kakeknya sangat mengenali semua cucunya, tak terkecuali Aksa.
"Kamu udah tahu kalau anak Pak Hutama balik ke Indonesia?"
Aksa hanya mengangguk pelan.
"Sejak kapan?"
"Mbah Kung tahu sejak kapan?"
"Belum lama."
"Mbah Kung sengaja ga ngomong sama Aksa soal ini?"
"Ya. Mbah Kung mau ngejaga perasaan kamu, Sa. Tapi sepertinya dunia memang terlalu sempit. Kamu akhirnya tahu juga."
"Aksa bakal satu forum sama Aruna."
"Trus, kenapa bingung?"
"Aksa ga siap."
"Loh, kenapa kok ga siap?"
"Aksa ga nyangka akan ketemu dia lagi."
"Tapi kamu ga bener-bener melupakan dia kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Youniverse
FanfictionMalik Group punya satu tradisi lama yang menurut Jendra Wiguna Malik dan keenam adik-adiknya adalah tradisi yang tidak masuk akal. Tapi, anehnya itu tetap harus mereka jalani. Tradisi yang membuat mereka harus memilih, menyerah pada perasaannya dan...