Part 6

5.1K 407 32
                                    

Valery menatap pria yang sedang terlelap di hadapannya dengan senyuman. Ia bahkan sudah mengecup dadanya berkali-kali, namun pria itu tak kunjung bangun. Evan hanya terus mendekap tubuhnya dengan erat dalam tidur nyenyaknya. Mungkin saja Evan kelelahan setelah semalaman penuh mereka bermain dengan begitu panas.

Drttttttt.... suara dering ponsel membuat fokus Valery beralih. Ia pun beranjak mengambil ponselnya, lalu mengangkatnya sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Iya Davino! Ada apa?" Dercaknya kesal. Menganggu pagi orang saja. Untung Davino adalah salah satu teman baiknya. Jadi ia sudi mengangkat panggilan itu pagi-pagi buta.

"Aku baru saja bertemu wanita." Ujar Davino dari sebrang sana dengan santainya. Jadi ia menelfon sepagi ini hanya untuk memberitahukan hal itu? Sepenting itukah kisah cintanya? Tapi yang Valery apresiasi, Davino hanya terbuka padanya selama tiga tahun terakhir. Davino menutup diri kepada siapapun selain dia. Sedekat itu mereka berteman.

Berhubung Valery juga ingin cerita tentang Evan padanya, Valery menanggapinya dengan senang hati.

"Aku juga baru saja bertemu pria." Valery membalasnya dengan malu-malu.

"Jadi adik kecilku sudah mulai dewasa sekarang? Berapa ronde yang kau lakukan malam ini?"

"50 maybe..." Ujar Valery sambil tertawa.

"Waoww, kapan-kapan kau harus mencoba denganku. Aku bisa kasi lebih dari 1000 ronde buat kamu." Candanya dari sebrang sana.

"Mulutmu!" Sentaknya, dan keduanya tertawa.

Sebenarnya pertemuannya dengan Davino tidak di sengaja. Mereka bertemu di makam. Saat itu ia mengunjungi makam orangtuanya, sedangkan Davino mengunjungi makam anaknya. Pertemuan mereka saat itu juga telah mengubah banyak hal.

Sejak pertemuan pertama itulah mereka menjadi dekat dan berteman. Keduanya tau masalah dan kekurangan masing-masing. Valery juga tau Davino seorang mafia. Terkadang disaat pria itu terluka karena tembakan musuh, Valery yang mengobatinya.

Itu adalah sebagai bentuk rasa terimakasihnya kepada Davino, karena pria itu telah membantunya menghilangkan sebagian ingatan di perusahaan gelap itu. Tanpa bantuan Davino, tentu Valery tidak akan bisa melalukannya. Uang saja ia tidak punya.

"Aku senang mendengarmu tertawa lagi. Setelah pulang ceritakan padaku siapa pria itu. Terkutuklah masa lalumu yang buruk. Kamu pantas bahagia." Ujar Davino yang terdengar serius dari sebrang sana.

"Aku tidak ingat masa laluku. Tetapi kamu selalu membahas itu." Ujar Valery dengan nada lemas. Ia serius memikirkan hal ini. Dirinya tidak mengingat apapun selain masa kecil, masa sekolah, dan kematian orangtuaya. Ia sendiri penasaran, namun takut jika hal itu menyakitkan. Dan pada akhirnya ia memilih acuh. Ia tidak ingin mencoba untuk mengingatnya sedikitpun.

"Ceritakan juga padaku siapa wanita itu. Aku harap dia bukan jalang-jalangmu. Aku harap dia wanita yang bisa memberimu seorang anak dan kebahagiaan lagi. Jangan cari wanita mandul sepertiku." Lirih Valery pelan, lalu menutup panggilan.

Ia memang berhasil menghilangkan Justin dan segala yang berhubungan dengannya. Tetapi entah kenapa kata mandul tidak bisa hilang dari kepalanya. Kenyataan bahwa dirinya mandul terus berputar-putar di kepalanya.

Seketika ia meneteskan air matanya. Jika begini, siapa pria yang bersedia menikah dengannya? Bukankah dalam sebuah pernikahan, seorang anak yang di tunggu? Wanita mandul sepertinya tidak akan pernah mendapatkan pernikahan yang indah. Seperti yang ia harapkan selama ini.

Saat ia membuka pintu kamar mandi, ternyata sudah ada seseorang yang menunggunya disana. Berdiri menunggunya dengan tatapan khawatir.

"Kenapa lama se... " Ucapan Evan terputus begitu melihat Valery meneteskan air mata dengan wajah yang begitu sendu. Wanita itu juga langsung memeluknya sambil terisak.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang