Alana tak bisa tidur malam ini, ia resah memikirkan nasib hubungan dengan Adrian. Di satu sisi ia ingin tetap bersama Adrian, di sisi lain ia tak mau pergi dari tanah airnya.
Bukan karena terlalu cinta tanah air, tapi ia tak mau berpisah dari orang-orang yang sangat dicintainya. Keluarga dan juga teman. Lagi pula dia tidak pandai berbahasa Inggris.
Alana pergi ke dapur untuk mengambil air di kulkas. Penat berpikir membuat tenggorokannya kering.
"Belum tidur lo?"
Paul yang sedang mengerjakan tugas dari kantornya menegur Alana, tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.
"Ish, abang ngagetin aja!"
Alana mengelus dada karena kaget, tangannya terkepal hendak menjitak kepala abangnya, tapi ia urungkan. Selain karena tak sopan, juga ia yakin kalau Paul tak akan tinggal diam. Paul pasti membalasnya.
"Kenapa sama idup lo?"
Alana menghela nafas berat, Paul memang selalu tau kalau ia sedang ada masalah. Ia menarik kursi di sisi Paul. Bersiap curhat pada abangnya.
"Bang, nikah itu enak nggak, sih?"
"Mana gue tau, gue aja belum nikah."
Paul menanggapi pertanyaan Alana seadanya. Membuat Alana merasa menyesal karena sudah bertanya.
"Adrian ngajakin lo nikah?"
"Darimana lo tau?"
Alana heran karena abangnya bisa tau isi hatinya. Apakah karena terlalu sering makan boba terus abangnya kini berubah menjadi seorang indigo?
"Nggak usah kaget gitu. Gue denger waktu dia ngomong sama bunda. Dia minta ijin buat bawa lo ke Sidney."
"Nah, tuh dia masalahnya, Bang!"
"Mau aja kenapa, sih? Kan enak lo bisa tinggal di luar negeri. Bisa ketemu bule tiap hari."
"Masalahnya gue nggak bisa bahasa Inggris, kalau ada bule yang ngajakin gue ngomong muka gue langsung pucet, perut gue mules. Udah gitu gue nggak biasa makan roti, gue juga nggak biasa boker pakai tisu."
"Alesan aja lo. Bilang aja lo nggak mau jauh sama gue," goda Paul.
"Ish, pede lo! Justru gue seneng, kalau gue lagi bikin mi instan nggak ada yang mintain. Nggak ada yang nyuruh-nyuruh gue!" bantah Alana.
"Udah, nikah aja sono! Bikinin gue ponakan yang lucu-lucu."
Alana tertawa miris, mendengar bentuk jamak dari kata lucu seolah mengisyaratkan kalau abangnya itu mengharapkan dia memiliki banyak anak.
"Enak aja, lo bikin aja sendiri."
"Stella nggak mau gue ajakin nikah, nunggu lulus S3 katanya." Paul malah curcol pada Alana.
Paul dan Stella memang sudah lama berpacaran, sejak jaman kuliah. Kini Paul sudah bekerja, sang bunda juga tak henti-hentinya menyuruh dia menikah.
Menurut bunda, umur Paul sudah sangat layak untuk membina sebuah keluarga. Selain itu tabungan Paul juga sudah lebih dari cukup untuk menggelar sebuah pesta pernikahan yang cukup mewah. Maklumlah dia bekerja di sebuah perusahaan multinasional yang gajinya dollar. Dollar Amerika, ya! Bukan Nigeria, tolong!
"Bang, menurut lo gue harus ikut dia apa nggak?"
"Ikut aja sono, biar meringankan beban bunda buat biayain lo kuliah. Kalau lo udah nikah sama dia 'kan lo udah jadi tanggungan dia."
"Kesannya lo nggak sabar banget pingin gue pergi?" tanya Alana curiga.
"Emang."
"Abang! Jahat banget, sih? Nggak ada sayang-sayangnya sama adek semata wayang yang paling imut dan menggemaskan, heran deh!" Alana mencebik kesal seraya merapikan poni Dora kebanggaannya.
"Imut dari Hongkong! Udah, gue mau tidur, besok ada meeting. Selamat menggalau, adekku sayang!" Setelah menutup laptopnya, Paul beranjak pergi ke kamarnya setelah mengacak rambut Alana.
"Dasar abang laknat!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.