-Satu-

22 7 4
                                    

"Ah, sial!" Umpat Rigel pelan ketika menggeledah isi tas nya tatkala Bu Sandra menuliskan beberapa materi di papan tulis.

"Kenapa, Rig?" Tanya Lea yang kini sedang asyik mewarnai kukunya dengan kutek yang baru saja ia beli kemarin sore.

Melihat Lea yang asyik mewarnai kukunya, bukannya menjawab pertanyaan yang gadis itu ajukan, Rigel malah mengambil paksa kutek Lea yang kuasnya masih berada di atas kuku, sehingga meninggalkan goresan bekas kuas yang terlihat sangat berantakan.

Lea mendecak sebal melihat kuku di telunjuk kirinya. Sudah susah payah ia membuatnya se-rapi mungkin, malah dirusak oleh makhluk menyebalkan di depannya.

"Mangkanya nggak usah macem-macem kalau di kelas," ujar Rigel sebelum mendapat teguran dari Bu Sandra.

"Rigel, Lea."

"Ah maaf, Bu, saya pinjam penghapus Lea, punya saya ketinggalan," kata Rigel sembari tersenyum canggung.

Saat Bu Sandra melanjutkan kegiatan menulisnya, Lea menepuk pelan bahu Rigel. Kembali menanyakan penyebab laki-laki itu mengumpat.

"Gue lupa nggak bawa kacamata, tulisan di papan nggak kelihatan."

"Mangkanya jangan belajar mulu, itu tuh yang bikin minus di mata lo makin naik," ujar Lea yang kemudian dihadiahi cubitan di hidung oleh Rigel. "Ngawur banget lo kalau ngomong."

Alhasil, Rigel harus melihat catatan Ajun yang duduk di sampingnya karena matanya kesulitan melihat tulisan di papan.

***

Namanya Aurigel Bagaskara. Laki-laki berhidung mancung dan berperawakan tinggi. Rigel tidak se-terkenal Dion sang kapten basket atau Arya sang ketua paskibra yang dikenal hingga sekolah lain. Tapi Rigel punya tempat tersendiri di hati teman-temannya. Si pintar yang tidak pernah pelit berbagi ilmu.

Saat ini Rigel tengah memasuki semester kedua di tahun kedua menangah atas. Bersama dua teman lelakinya yang lain, mereka bertiga dikenal sebagai circle paling sulit ditembus. Setidaknya itulah tanggapan semua orang yang mengenal Rigel, Jema, dan Ajun.

Mengapa disebut circle paling sulit ditembus? Penyebabnya hanya satu, ketiganya merupakan pemegang tahta tertinggi ranking paralel di SMA Nebula. Nama ketiganya selalu berganti-gantian untuk menduduki tiga peringkat teratas.

"Demi Tuhan gue ngeliat mereka bertiga duduk aja tuh aura pinternya kerasa banget. Padahal mereka cuma duduk sambil makan, nggak megang buku."

"Cowo pinter tuh gantengnya meningkat banget nggak sih."

"Gue berani ambis buat ranking paralel kalau circle nya Kak Rigel udah pada lulus."

Kira-kira begitulah tanggapan siswa lain ketika menemui Rigel dan dua kawannya.

Dan di antara tiga laki-laki itu ada satu perempuan cantik dengan poni yang selalu menghiasi dahinya. Namanya Kalea Aludra, akrab dipanggil Lea. Tetangga sekaligus teman Rigel yang tumbuh bersama sejak dalam kandungan.

Apakah Lea juga pemilik otak dewa seperti tiga lainnya? Oh, tentu saja tidak. Lea bukan pecandu belajar. Dia hanya akan membuka bukunya ketika ada tugas atau menjelang ujian. Selain itu apa yang Lea lakukan? Ya, dia hanya akan ikut Rigel belajar bersama Jema dan Ajun. Perlu digaris bawahi, Lea hanya ikut, tapi tidak belajar. Dia hanya duduk sembari melihat ketiga temannya yang lain bertukar pikiran.

Apakah Lea dengan suka rela mengikut sertakan dirinya untuk itu? Tentu tidak. Itu semua berkat paksaan dari seorang Rigel dan mata segarisnya yang nampak ketika laki-laki itu tersenyum. Lea kalah jika Rigel muncul dengan senyuman manis dan matanya yang tinggal segaris.

"Le, makan," ujar Jema ketika menyadari bahwa Lea membiarkan makanannya terbengkalai dan malah menatap ketiga temannya dengan tatapan jengah.

"Lo kenapa sih ngeliatinnya gitu amat? Kesengsem?"

Uhukk!!!

Wajah Lea memerah karena tersedak ludahnya sendiri sebab mendengar pertanyaan Jema yang sama sekali tidak masuk akal.

Rigel menepuk punggung Lea pelan dan memberinya sebotol air mineral. Lea meneguknya kemudian menarik napasnya perlahan untuk meredakan batuknya.

"Enggak, gue cuma nggak habis pikir aja bisa-bisanya gue terjebak di antara makhluk ambis kaya kalian."

"Hmm mulai deh mulai," sahut Jema sambil menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.

"Padahal harapan gue lo terjebak di sini biar bisa ikutan belajar tau, Le," ucap Rigel memberikan opininya atas pernyataan Lea.

"Kalian tuh nggak capek apa hidupnya serius terus, lurus, never break the rules, nggak hambar?" Tanya Lea kemudian.

"Le, pilihannya cuma dua, lo mau susah sekarang gara-gara belajar atau susah belakangan gara-gara nggak belajar?"

Itu suara Ajun. Dia berucap tanpa memandang lawan bicaranya. Bukannya tidak menghargai, tapi ia sungguh sangat lapar sekarang, sehingga membiarkan otaknya sejenak terpaku dengan sepiring nasi uduk di depannya.

"Yaa, hidup ini kan punya Tuhan, jadi meskipun lo berusaha sampai mati pun kalau Tuhan bilang 'enggak' , semua yang lo harapkan juga nggak bakal terjadi, kan?"

"Iya, bener. Tapi konsep kaya gitu nggak bisa ditelan mentah-mentah, Kalea. Gue udah bilang kan, jadi manusia itu harus berjuang. Lo nggak akan menemui keberhasilan kalau bukan lo yang ngejemput. Caranya gimana? Lo disekolahin, ya belajar yang bener. Usaha pelajar kaya kita ini ya belajar sungguh-sungguh. Lo nggak bisa terus-terusan pasrah. Ngelawan arus kehidupan memang nggak baik, tapi terlalu let it flow juga nggak baik. Kalo lo kaya gitu, itu bikin lo males buat berjuang," jelas Rigel panjang lebar yang tanpa sengaja mengundang atensi seluruh pengunjung kantin.

Setelah Rigel menyelesaikan ucapannya, ia baru sadar jika seluruh pasang mata sedang menatap ke arahnya dengan tatapan kagum. Selanjutnya, gemuruh tepukan tangan memenuhi kantin SMA Nebula. Bagaimana respons Rigel? Dia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum canggung.

"Bentar lagi kalau di sekolah ada acara talkshow, gue nggak kaget kalau Rigel diutus jadi pembicara," ujar Lea.

"Paan si lo, lebay," ujar Rigel sambil menarik poni Lea pelan.

"Rigel jangan pegang-pegang poni gue!"

"Lea ini agaknya extraordinary ya. PR nggak beres hidup tetap santai, giliran poni dipegang dikit udah mencak-mencak." Sindir Ajun yang kemudian menyuapkan suapan terakhirnya.

Mendengar penuturan Ajun, Lea hanya mencebik sambil merapikan poninya kembali.

"Eh pada mau ikutan try out UTBK nggak? Pendaftarannya murah nih, makin banyak yang ikut makin murah biaya daftarnya." Jema yang mendapat informasi dari instagram segera mengabari ketiga temannya.

Rigel dan Ajun tanpa ba-bi-bu langsung mengiyakan ajakan Jema. Kini tatapan mereka bertiga mengarah ke satu titik, ke gadis berponi yang sedang asyik menikmati makanannya.

Merasakan sedang ditatap, si empunya badan membalas tatapan ketiga temannya, "Fine, gue juga ikut!"

"Oke, kita langsung ketemu di tempat aja, gue berangkat bareng Lea," ujar Rigel.

"Lagian kalian ini kenapa sih? Kita masih kelas 11, UTBK masih lama." Protes Lea yang tidak habis pikir dengan ke-ambis-an teman-temannya.

"Mempersiapkan semuanya di awal nggak ada salahnya, Le," sahut Jema.

***

"Jadi Lea enak banget nggak sih, temenannya sama orang-orang pinter gitu." Itu suara dari meja depan Lea, yang kebetulan suara mereka sampai di telinga Lea.

"Nggak, nggak enak. Gue tertekan," ujar Lea kemudian menghela napasnya kasar.

AURIGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang