D-Day Try Out
"Kata Rigel, hari ini kalian ada Try Out ya?" Ujar Mama di seberang telepon.
"Iya nih, Ma. Padahal juga kan masih kelas 11 ya, Rigel keburu-buru banget nggak sih," sahut Lea sembari memoleskan sedikit liptint berwarna peach di bibirnya agar terlihat lebih segar.
"Ya kan tahun depan juga udah kelas 12, Le. Lagian mempersiapkan semuanya lebih awal nggak ada salahnya kan?"
"Aduh kata-kata Mama persis banget kaya Rigel deh. Eh by the way kapan Rigel bilang ke Mama?"
"Semalem Mama telfonan sama Bundanya Rigel, ngobrol sama Rigel juga sebentar, terus dia bilang kalau hari ini kalian ada Try Out."
"Ih, kok Mama nggak telfon aku juga sih." Lea mengerucutkan bibirnya, masih berdiri di depan kaca sembari memeriksa kembali penampilannya hari ini.
"Udah malem,Le. Mama nggak mau ganggu kamu istirahat."
"Tapi Mama ganggu jam istirahatnya Bunda dong."
Tawa renyah mamanya menggema di sambungan telepon itu. Kalea tersenyum tipis, lega bahwa mamanya baik-baik saja meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu yang terkadang juga cukup menyiksa.
"Le, udah dulu ya. Nanti Mama telfon lagi, Mama harus berangkat kerja."
"Iya, semangat terus ya, Ma. Lea sayang banget sama Mama."
"See you anak cantik."
"Muach." Lea memandang layar handphone-nya setelah panggilan terputus, melihat waktu panggilannya dengan sang mama.
Hidup Lea banyak berubah sejak saat itu. Semesta hampir mengambil semua dari hidup Kalea Aludra, beruntung Tuhan masih berbaik hati dengan meninggalkan Rigel beserta keluarganya yang utuh untuk setidaknya menemani Lea.
Ketika itu, Lea masih mengenakan seragam putih birunya, masih berusia 14 tahun. Mengingat kembali hal itu, Lea tersenyum kecut. Punya dosa apa dirinya di masa lalu sehingga di kehidupannya saat ini, ia harus hidup di tengah kelucuan takdir yang digariskan pada dirinya.
Katanya, Lea lahir dari sebuah kesalahan. Katanya, Lea seharusnya tidak ada. Kerap kali kata-kata seperti itu keluar dari mulut laki-laki yang ia panggil Papa. Papa tidak pernah tahu jika Lea mendengar semuanya, begitu juga Mama.
Mama selalu mengatakan pada Lea bahwa hidup dan segala isinya sudah diatur Tuhan, semua hal sudah ditata dengan sangat rapi dan tepat oleh Tuhan, sehingga Lea tidak boleh menyalahkan apapun dan siapapun, Lea harus berlapang dada menerima segala hal yang terjadi dalam hidupnya.
Begitulah, hingga berakhir menjadi Lea yang menulikan telinganya dan mematikan perasaannya terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak ingin ia dengar dan ia rasakan.
Lamunannya terhenti ketika Lea mendengar suara ketukan pintu yang cukup keras. Ia segera berlari ke ruang depan, membuka pintu, dan menemukan Rigel yang hampir marah.
"Lea sumpah gue kira lo masih tidur. Ngapain aja sih? Dandan lo?!"
"Sorry gue barusan mengeluarkan isi perut, Rig." Lea berbohong, tidak mungkin ia mengatakan kepada Rigel bahwa ia sedang meratapi hidupnya. Khawatir Rigel akan memberi petuah panjang lebar yang tidak ada akhirnya.
"Ambil tas lo, kita berangkat sekarang. Jema sama Ajun udah di sana."
"Aira gimana? Tadi gue WA belum dibales."
"Kata Ajun, Aira sama saudaranya. Saudaranya juga ikut Try Out katanya."
Semburat merah muda terukir di pipi Lea dengan ujung bibirnya yang tersenyum malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURIGEL
Genç KurguKata orang, jika ada laki-laki dan perempuan yang bersahabat, maka di antaranya pasti tumbuh rasa. Namun ternyata Rigel dan Lea berhasil mematahkan asumsi tersebut. 17 tahun bersama dan mereka berhasil untuk tidak saling suka. Ah, atau sama-sama ber...