Desir angin menyapa gadis berparas ayu itu. Ia sengaja duduk di kursi teras rumahnya. Menunggu kepulangan sang ayah malam ini.
Matanya melirik kendaraan yang sudah terparkir sempurna di depan rumahnya. Ayahnya datang.
"Ayah," sapa gadis dengan nama Rafellayara itu. Namanya lumayan rumit, jadi, kalian cukup memanggilnya dengan sebutan Rafella.
"Ada apa kau menungguku di teras rumah seperti ini? Dingin. Ayo, masuk!"
Rafella sedikit menarik sudut bibirnya ke atas. Setiap hari, ayahnya tak berubah, selalu mengkhawatirkan hal-hal kecil yang terjadi padanya.
"Aku ingin tidur. Tapi sebelum itu, aku ingin mendengar sedikit ceritamu tentang ibuku. Aku rindu dia." Rafella tersenyum lagi, berusaha menguatkan dirinya sendiri, mengingat ia telah ditinggal pergi oleh sang ibu.
Rylandi terkekeh mendengarnya, mengusap rambut Rafella lalu mengiakan permintaan putrinya. Tentunya, ia akan menuruti itu setelah dirinya bersih-bersih.
Rafella menunggu di kamarnya sesuai dengan perintah ayahnya. Selimut tebal berwarna hitam juga telah menutupi tubuhnya.
"Baiklah. Ayah akan memulai ceritanya."
Rylandi mulai menceritakan tentang istrinya. Wanita kesayangannya. Ia memulai dari pertemuan singkat yang menyebabkan mereka menyatukan rasa.
"Kau sungguh mencintai Ibu?"
"Tentunya. Ibumu mempunyai rupa yang sangat indah. Ayah sungguh mencintai ibumu dulu, bahkan sampai sekarang." Rylandi lagi-lagi tersenyum mengingat masanya dahulu.
"Hingga kami menikah. Diberi keturunan rupawan seperti kakakmu, Tara. Juga cantik jelita seperti kamu, Rafella anakku." Senyuman juga nada semangat tadi luntur seketika, "tapi sayang sekali, kebahagiaan kita direnggut teman ayah. Sebab, teman ayah juga sangat mencintai ibumu."
Rafella mengusap air mata Rylandi yang tiba-tiba berlomba-lomba untuk keluar. "Ayah tidak perlu melanjutkannya, Jika Ayah merasa terbebani."
Namun, sepertinya Rylandi ingin melanjutkan ceritanya. "Teman Ayah berkata, bahwa jika ibumu tak dapat dimilikinya, maka siapa pun termasuk ayah, tidak akan dapat memiliki Yodira, ibumu."
"Yodira dibunuh oleh teman ayah. Meskipun teman ayah itu sudah mendekam di penjara, itu semua tak dapat mengembalikan kisah cinta kami."
Tiba-tiba angin datang bergemuruh. Jendela kamar Rafella yang tertutup saja sampai terbuka olehnya. Jika jendela itu terbuka, maka langsung menampakkan bangunan besar namun sudah tak layak huni. Seperti bekas kebakaran.
Rylandi menutupnya dengan cepat. Mengunci jendela itu rapat-rapat. "Angin malam tak baik untukmu."
"Tidurlah dengan cepat, Sayang. Kau besok sekolah, bukan?"
Rafella mengangguk. Setelah itu, ayahnya hirap dari balik pintu. Rafella berusaha untuk tidur dengan terus memejamkan matanya. Namun, tiba-tiba ia seperti merasakan sebuah usapan pada rambutnya.
Ah! Ini akibat dari aku yang senang berhalusinasi.
♥ ♥
♪
<Rafella beranjak dari kasurnya ketika mendapat gangguan dari sang kakak. Begitu menyebalkan memang.
"Kau tidak perlu sampai mendekatkan dering alarm itu pada telingaku. Ingat! Adikmu ini tidak tuli!" Kemudian, langkahnya membawa ke luar kamar. Kamar mandi mereka hanya satu, dan itu terdapat pada belakang rumah. Terpisah dari rumah, dan cukup dekat dengan hutan belantara.
Namun, sebelum itu, Tara lebih dahulu berteriak, "Mandi dengan cepat! Aku akan menyiapkan bajumu. Setelah itu sarapan bersamaku!"
Sepertinya, perkataan adiknya tadi salah. Rafella tuli. Buktinya, gadis itu sama sekali tak menyahut teriakan Tara.
Tara pria yang cukup rajin. Setiap pagi ia yang selalu menyiapkan pakaian juga makanan ayah serta adiknya. Meskipun hanya makanan sederhana. Seperti kali ini, Tara hanya menyiapkan nasi goreng.
"Kakak!"
Jeritan Rafella mengalihkan segalanya. Tara yang tadinya memegang sendok, segera dijatuhkan begitu saja. Berlari menuju Rafella yang juga sedang berlari ke arahnya.
Tangan kanan Rafella memegang erat-erat kain panjang khusus untuk mandi yang membalut tubuhnya, sedang tangan kirinya memegang lengan Tara sebagai penyangga. Kepalanya menoleh ke arah belakang berulang kali.
"Ada apa?" tanya Tara khawatir melihat raut wajah Rafella yang begitu ketakutan.
"Tadi ... aku tak mungkin salah lihat! Aku melihat seseorang dengan berbalut kain hitam sedang menggantung di pohon belakang. Aku yakin, aku-"
Ucapan Rafella terpotong ketika tawa Tara begitu menggelegar. "Kau ingin jadi pelawak, Sayangku? Ini masih pagi." Tara menahan tawa seraya menunjuk sinar matahari yang masuk ke dalam jendela rumahnya.
"Kakak!"
"Sudahlah, aku tau kau suka berimajinasi. Tapi tak perlu berlebihan seperti itu. Lebih baik, kau tuangkan dalam cerita yang akan kau buat novel itu."
"Sepertinya, itu tak terlalu buruk," kata Rafella seraya tertawa kecil. Gadis itu segera melenggang pergi untuk memakai baju seragamnya.
Tara menggeleng. "Mungkin dia sakit."
To be continue ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Kuntilanak Hitam
HororSosok berjubah hitam terus menghantui pikiran Rafella. Bahkan, memberi Rafella sedikit demi sedikit sebuah clue, yang Rafella sendiri tak tahu-menahu apa arti puzzle-puzzle itu. Dari kepingan masa kecil, kejadian tak terduga, rumah kosong, hingga so...