paralel line

13 7 0
                                    

🥀

Pandanganku terpaku pada lembar jawaban kosong di atas meja. Lamat-lamat kubaca tiap kata berharap keajaiban segera datang. Sial. Selalu, setiap ujian diadakan, otakku tak pernah bisa diajak kerja sama.
Hhh.... Terkutuklah kau Lakha. Karena melayanimu semalaman penuh aku jadi tak sempat belajar. Lihat sekarang. Aku benar-banar tak tertolong lagi.

"5 menit lagi"
Ah ah ah.
Oh sial. bukan itu maksudku.
Maksudku.... Sial. Beneran 5 menit lagi.

Seperti kerasukan setan, aku meraih pulpen dan mulai menuliskan jawaban di kertas ujian. Sebenarnya bukan jawaban juga, karena aku hanya menulis ulang soal dan mengimprovisasinya sedikit dengan kesoktahuanku. Persetan dengan UP (Ujian Pengganti, semacam remedial), tubuhku rasanya remuk dan otakku mulai mengeluarkan asap panas.

Dengan langkah gontai aku menuruni anak tangga. Hari ini ujian diadakan di lantai 4 gedung D4. Tidak ada lift, hanya tangga. Kakiku yang tadi kupaksa berlari kencang menaiki tangga akhirnya mengajukan permohonan untuk menyerah. Di tangga terakhir lantai 2 aku terduduk. Menyandarkan kepala ke besi pegangan tangga.

Handphone dalam kantong kemejaku bergetar. Aku membukanya tanpa semangat dan mendapati notifikasi dari group kelas.

-Budaks GameTech 05-

Dimas: Photo

Dimas: Malang skuy?

Icha: Budalkeun!!

Ijah: Gassss

Depi: Serius Dim? Tumben Pak F absen.

Tetew: Kost Chandra? Grab food sekalian ngerjain tugas Pak Jiki loo

Dimas: Bener dep @depiidepos

Ijah: Skip Tew! Mending liburan lah yaa. List gaes siapa aja yang join ke Malang

Icha: Malang Skuy 1. Icha 2. Depi 3. Dimas. Lanjotttt

Kututup aplikasi chatting group kelas sambil tersenyum samar. Bisa-bisanya Tetew ngajak anak-anak ke kost Chandra buat ngerjain tugas Pak Jiki. Jelas anak kelas milih liburan ke Malang lah. Anak rajin emang beda.

Sejujurnya aku juga tergiur join ke Malang. Tapi memikirkan 2 jam berdiri di Kereta, tidak terima kasih. Aku lebih memilih tidur di kasur kost yang lumayan empuk. Hiks.

Sudah rutinitas kalau ada kelas kosong di hari Jumat, anak kelas pasti akan langsung pergi ke stasiun dan membeli tiket tujuan Malang, dan baru akan pulang Senin pagi kalau jadwal kelas siang. Seakan tak pernah bosan, kami akan tetap memilih ke Malang yang sepanjang perjalanan harus berdiri karena hanya kebagian tiket berdiri (harga paling ramah untuk mahasiswa kere), atau kalau beruntung bisa duduk di sembarang kursi asal kosong. Biasanya hal itu tidak berlangsung lama, karena tak lama setelah kita duduk, biasanya pemilik kursi akan datang dan kita harus menyingkir. Entah berdiri di dekat toilet, atau mencari kursi kosong dan bernasib sama lagi.

Huuh. Pak juga gak jelas. Padahal beliau yang minta kelas pengganti sehabis ujian hari terakhir, eh malah beliau juga yang batalin. Eh, sebenarnya syukur juga sih, bisa rebahan seharian di kost.

Drrrtt... Drtttt...
Satu panggilan masuk di handphone dan aku langsung mengangkatnya.

"Dimana?"

Hhh... Gak punya sopan santun makhluk ini. Pake prolog kek.

"Kampus," balasku ketus.

Tuttt

Panggilan diputus.
Sial.
Semuanya perkenalkan, yang barusan tadi meneleponku adalah makhluk yang sama dengan yang membuat aku tak bisa belajar karena semalaman melayaninya.
Dia Lakha. Kucingku. Bulunya lebat dan pipinya bulat.

Seandainya.
Seandainya dia memang seekor kucing, aku pasti jauh lebih bersyukur.
Tapi dia, Lakha. Manusia. Bocah kelas 2 SMA yang berlangak seperti orang dewasa yang keren.

Sialnya, kalian tak akan percaya kalau cuma melihat fisiknya. Dengan badan tinggi tegap dan bahu lebar -dan oh, perut rata dan keras- dia sama sekali tak mencerminkan anak sekolah. Oh ya, jangan lupakan bibirnya yang seksi itu.
Sial.

Aku mulai membayangkan kegiatan -sebut saja dosa- tadi malam.
Oh tidak! Aku mulai merasa seperi tante-tante mesum sekarang.

Paralel LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang