Bab 4

17 3 1
                                    

  Jam di dinding menunjukkan pukul lapan malam. Juadah makan malam yang telah terhidang di atas meja ditenungnya lama.

" Lia, kenapa termenung je ni sayang? . Ada masalah ke? ", bahunya disentuh lembut.
Tiada respon. Pandangan Lia datar tanpa hijab.

" jangan makan makanan itu,Lia. Mereka semua berkomplot untuk racun kau ", bisikan halus itu diamatinya tanpa sebarang kata.

" tak.. Mana ada ! . Semua orang sayangkan aku. Takkan mereka sanggup buat macam itu? "

Semua orang yang berada di meja makan tersentak. Masing-masing saling berpandangan melihat karenah gila Lia yang seolah olah bercakap dengan seseorang yang tidak kelihatan dek mata kasar. Sesekali Lia akan menggeleng kepala berkali kali dan menekup kedua belah telinganya dengan tangan.

" Eyy.. Ya Allah. Menyampah aku tengok si gila ini ", Zarina melempar sekuntum senyuman sinis.

" Sayang? . Tiada orang sayangkan kau, kau.. Hanya suatu beban ! ", balas suara itu lagi. Lia menundukkan kepala.

" tak.. Tak. Jangan ganggu aku. Jangan.. Aku taknak dengar, taknak! " tangannya tergawang gawang bagaikan orang yang telah hilang akal.

" pergi.. Pergi ! ", jeritnya separuh gila. Lauk pauk yang sedia terhidang di atas meja ditepis hingga jatuh ke lantai.

" tak guna pun kau hidup ", dadanya bertambah kencang.
Nafasnya tersekat sekat. Lia meletakkan tangan di dada,merasa gelisah tidak bertempat.

" diam... ! ",

" sudah sudahlah itu,Lia !  . Kamu sedar tak apa yang kamu buat ni?  " , Lia terdiam seraya menggeleng.

Skru lututnya terasa longgar. Tubuhnya didorong ke hadapan, memacu momentum penuh lalu berlari masuk ke dalam bilik. Pintu dihempas kuat. Dia duduk membelakangi pintu.

" kenapa aku tak boleh jadi normal macam orang lain?  ", katanya sendiri sambil menyapu airmata yang tersisa di pipi.

Kepalanya tertunduk ke bawah. Rambutnya yang panjang mengurai menutupi hampir seluruh muka. Perlahan lahan jari jemarinya menguis helaian rambut itu lali menyisirnya ke tepi.

" Hahahaha.. ", gelaknya bersilih ganti dengan tangisan. Gincu yang berada di atas meja solek dicapai lalu dengan gaya ala-ala model, Lia berjalan menghampiri sebuah cermin yang terlekat pada dinding.

Dia menggoleskan warna merah jambu itu pada bibir seraya berkata,
" kita adalah satu. Dan aku akan lindungi kau sampai bila-bila, Lia ".

Pranovel: MimpiWhere stories live. Discover now