Yang namanya hidup, ada masanya bahagia, ada juga susahnya. Kalo kata orang-orang mah, hidup bagaikan roda yang berputar. Walaupun lagi tenang-tenang aja, tanpa diundang pun kadang masalah dateng sendiri, udah mirip jelangkung.Diumur yang terbilang anak baru gede banget, Lia cukup kesulitan beradaptasi dengan keadaan sekarang. Yang dulunya dia masih suka main-main, dipaksa harus serius buat mikirin gimana masa depannya nanti.
Lia juga bukan anak yang pinternya kebangetan. Ia harus work hard dulu baru dapet hasil yang maksimal. Begitu juga dengan Lino yang notabene kakaknya Lia. Orang tua Lia untungnya sangat amat mengerti bagaimana keadaan anak-anaknya.
"Lia, lulus SMA mau lanjut kemana?" Tanya salah satu tantenya Lia, Tante Dina.
Iyap, Lia sekarang lagi ada acara keluarga. Kebayang nggak malesnya kaya gimana?
Berkedok acara keluarga, padahal isinya jadi ajang pamer antar keluarga. Segala macam hal juga pasti ditanyain, walaupun kadang ada yang cuma basa-basi yang beneran udah basi banget. Lia rasanya udah muak kalo ditanya;
"Wah Lia, udah gede ya?"
Yaiyalah Lia udah gede, wong dikasih makan yang enak-enak sama Ayah Bunda, walaupun kadang kelakuan Lino bikin pening kepala. Tapi setidaknya dia masih dikasih kebutuhan gizi yang cukup.
Lia tersenyum. "Belum tau sih tante hehe soalnya masih bingung, nanti dipikirin lagi."
Tante Dina mengeryitkan dahi tanda tidak percaya dengan apa yang barusan Lia ucapkan.
"Kok masih bingung segala sih? Anak tante aja udah punya planning loh mau kemana. Kamu nih kebanyakan main ya? Atau pacaran pasti nih?"
"Lia nggak punya pacar kok, Tante." Jawab Lia, tersenyum masam.
Lino yang sadar kalo Lia udah nggak nyaman dan kebetulan ia berada disebelah Lia pun mulai mengalihkam perhatian Tante Dina.
"Emang anak tante mau masuk mana?" Tanya Lino.
Tante Dina mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Anak tante mah mau masuk Hukum, ikutin ayahnya. Kamu juga Lino, kenapa kamu ambil Kedokteran sih? Kakek, Ayah dan Paman kamu kan berkecimpung di Hukum semua."
"Hehe, nggak minat tante."
Baru saja Tante Dina ingin membuka mulutnya lagi, Ayah Lia datang. Dengan santainya, ia duduk diantara Lia dan Lino sembari mengelus lembut bahu mereka.
"Dina, saya bebaskan anak-anak saya buat milih hidupnya sendiri. Tenang saja kamu nggak perlu khawatir, keponakan-keponakanmu ini sangat berbakat dibidangnya masing-masing." Jelas Ayah yang tentunya membuat Tante Dina bungkam.
Lia hanya bisa menatap Ayahnya dengan haru. Ia rasa, tidak semua orang bisa seberuntung dia yang merasakan kasih sayang seorang Ayah. Dan Lia sangat bersyukur akan hal itu. Sampai-sampai Lia selalu berdoa pada Tuhan, semoga jodoh Lia yang seperti Ayah.