Rasa dan Teka-Tekinya

241 45 6
                                    

Sehabis menyantap nasi kucing plus mendoan hangat, Dimas pun mengantarkan aku kembali ke apartement, setelah berpisah di depan lobi, aku lantas menanti lift terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sehabis menyantap nasi kucing plus mendoan hangat, Dimas pun mengantarkan aku kembali ke apartement, setelah berpisah di depan lobi, aku lantas menanti lift terbuka. Ketika pintunya terbuka, aku terkesiap karena sosok Sangga muncul dengan wajah lesu dan pakaian khas orang mau tidur.

“Triss?” panggilnya yang sudah keluar dari lift, sedangkan aku diam dan menatapnya. “Kamu ngapain disini?”

“Aku habis keluar, Mas.” Balasanku sedikit kikuk diiringi gerik tangan menggaruk tengkuk. Sangga hanya mengangguk. “Terus kamu ngapain turun, Mas?”

“Aku nggak bisa tidur, jadinya delivery makanan, untung masih ada yang nerima pesanan aku —oh itu abangnya, tunggu bentar ya Triss.”

Entah kenapa, aku justru menunggu Sangga yang sedang melakukan transaksi pembayaran dengan deliver-nya, padahal kesempatan ini bisa aku gunakan untuk pergi duluan, soalnya aku bisa menebak bahwa Sangga bakalan banyak tanya, kenapa aku keluar, dengan siapa, ngapain aja? Ah sial, kesannya Sangga seperti pacar posesif, padahal hanya aku yang berprasangka.

Selesai dengan urusannya, Sangga kini berdiri disampingku menanti pintu lift. Ketika terbuka kami masuk. Apes sekali hanya dilift berdua dengan Sangga yang sibuk mengecek ponselnya, sedangkan aku? Aku hanya diam dan sedikit tegang.

“Triss.” Duh, kenapa panggilannya seperti guru BK sih. Aku langsung menoleh.

“Ya Mas?”

“Kamu habis keluar dari mana?” Ya kan.

“Em, cari makan Mas, he he he.”

“Kok nggak ngajakin aku? Apalagi udah malam begini, kamu kok nyari makanan sendiri sih, kalau ada apa-apa gimana?”

Aku nyengir. Maaf, aku harus bohong sekali saja, karena aku tak mau memperpanjang obrolan yang nantinya membuatku berspekulasi yang tidak-tidak.

“Dekat kok Mas, depan Apartement doang, aku juga nggak enak ganggu Mas Sangga tengah malam. Eh, nggak tahunya lapar juga.” Di akhir ucapan aku tersenyum lebar, Sangga nampaknya percaya karena ia juga senyum.

“Dasar, oh ya Ayah kamu tadi siang mampir ya? Malam tadi telepon aku soalnya.”

“Iya Mas, mampir bentar, karena mau ke rumah om.”

“Ck, kenapa nggak disuruh nginep aja sih, Triss, aku juga kangen sama Ayah kamu loh.”

Aku terbahak. “Ya tadinya sih gitu aku suruh nginep tapi nggak mau.”

Tiba-tiba Sangga mendekatiku dan memberikan tatapan yang sedikit aneh. “Terus kata Ayah kamu, tadi ada Aji kesini, katanya kamu lagi dekat sama dia. Jadi ternyata selama ini kamu deketnya sama Aji? Aku kira sama Pak Dimas, Triss!”

Ayah memang ya, bikin runyam situasi, aku hanya melotot karena kepalaku mendadak ngebug, tak ada kalimat sepatahpun untuk menangkis, astaga, Sangga langsung tertawa.

HELLO, DEWAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang