Obrolan Para Perempuan

254 42 4
                                    

Karena hari ini hari Sabtu, dan jatahnya libur kerja, jadi aku hanya santai diapartement sembari menunggu Katria datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena hari ini hari Sabtu, dan jatahnya libur kerja, jadi aku hanya santai diapartement sembari menunggu Katria datang.

Selagi mengisi waktu kosong, aku hanya tersenyum-senyum sendiri, mengingat bagaimana tingkah lucu Dimas dihari pertama resmi menjadi kekasih hati, dimana ia cemburu hanya karena Ayah bilang diajak besanan oleh keluarga Sangga.

Serius, mukanya Dimas lucu banget. Ngalahin Nafa.

Apalagi sedari pagi, Dimas sudah banyak mengirim pesan, hari sabtu tidak bisa libur karena ada seminar. Mana pamer lagi, pakai baju batik baru yang membuat pesonanya naik seribu derajat.

Selang 30 menit, bell apartementku bunyi, sosok Katria muncul dari balik pintu yang terbuka, ia langsung memeluk erat, maklum sejak menikah Katria belum bertatap muka dengan ku.

“Kakak kangen banget tahu.” Aku hanya menepuk pelan punggung Katria sembari mengembangkan senyum. “Aku sudah bilang Mas Dewa mau main seharian sama kamu besok, jadi ya, dijemputnya agak malam.”

“Mas Dewa ada acara apa sih Kak?”

“Biasa, greeting cabang kantornya. So, ceritain tentang kamu dong.” Katria berjalan masuk sembari membawa dua bag besar yang isinya makanan.

Ketika kami sudah duduk di ruang tengah sambil mengesap teh hangat, jujur, hubungan ku dengan Katria sangat erat, tak ada rahasia diantara kami, walaupun dulu sempat berjarak karena aku harus ke Jerman, tapi Katria rutin menceritakan rutinitasnya, bahkan dari awal jumpa sang Suami sampai kala ada masalah dan marahan. Kadang aku suka ngasih solusi tuh.

“Sangga gimana Triss?” aku menyerngit, apa jangan-jangan raga Ayah numpang ke Katria karena belum apa-apa yang ditanya pasti Sangga.

“Aku suka curiga yang anak ayah sama adeknya kakak tuh aku apa Mas Sangga sih, kok suka nanyain dia mulu.” Aku sedikit cemberut. Katria hanya terkekeh manja.

“Ya gimana ya, waktu kamu di Jerman, Sangga yang gantiin posisi kamu, dia hobi banget balik ke Bandung Cuma buat main sama Ayah.”

“Tapi, Mas Sangga baik kok, dia menjaga aku selama disini, dia rekan yang bisa diandalkan.” Diakhir kalimat aku tersenyum, Katria yang melihat lantas meletakan cangkirnya diatas meja lalu menatapku lekat.

“Kamu suka nggak sama Sangga?” reflek saja aku menggeleng. “Kenapa? Sangga juga lumayan tahu, cakep, cerdas dan orang sukses.”

Aku menunduk sambil memainkan cangkir yang tehnya tersisa setengah. “Kak, gimana ya ngehadepin orang tua yang nggak setuju sama pasangan kita? Ya ibaratin aja. Dulu awal-awal Kakak sama Mas Dewa, Ayah kurang setuju.”

Katria terbahak. “Kok jadi ngalihin pembicaraan sih, kayanya kamu bener-bener nggak mau sama Sangga ya, soalnya kan Ayah suka banget sama Sangga.”

“Kak..., gimana pun juga Mas Sangga tuh nggak lebih dari sekadar teman.”

“Oke-oke, kamu juga sudah dewasa, kamu berhak nentuin pilihan kamu sendiri, so, kenapa nanyain soal pasangan yang nggak direstuin keluarga?”

HELLO, DEWAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang