8 | Dokter UKS

12 5 0
                                    

Dua hari yang lalu, SMA Batavia digegerkan dengan penemuan mayat yang tergeletak di ruang UKS oleh seorang siswa yang hendak mengambil kotak P3K. Mayat tersebut tak lain adalah seorang dokter yang baru saja bekerja selama setahun di sekolah ini. Ia ditemukan tak bernyawa dengan mulut yang berbusa.

Pihak berwajib belum mengetahui dengan jelas apa penyebab dokter itu sampai harus mengakhiri hidupnya. Namun, sejauh ini mereka menyimpulkan bahwa penyebab utamanya yaitu karena faktor stress. Karena tak ditemukan tanda-tanda bahwa ia dibunuh.

Sontak sekolah diliburkan. Polisi juga menginvestigasi setiap staf dan orang yang terakhir kali melihatnya.

Aku sudah menunggu selama hampir satu setengah jam. Tak lama kemudian, seseorang memanggil dan mengisyaratkan agar aku menghampiri seorang detektif yang sedang menyelidiki kasus ini.

"Kau bilang, melihat seseorang berbicara dengan dokter di hari dia meninggal?"

Aku mengangguk. "Ya. Aku baru saja selesai membersihkan sekolah dan hendak membereskan peralatan ke gudang. Saat melewati ruang UKS, aku tak sengaja mendengar perdebatan mereka."

"Kau dengar apa yang mereka bicarakan?"

"Ya, dan aku melihat wajah orang itu. Dia berkata pada dokter untuk berhenti mengurusi masalah orang lain jika tak ingin celaka."

Detektif tersebut mencatat dengan seksama apa yang kukatakan. "Yasudah, kau boleh pergi. Terimakasih atas kerjasamanya."

Bruk!

Aku bertabrakan saat hendak membalikkan badan. Sejenak jantungku berhenti berdetak. Orang ini ....

Seminggu kemudian sekolah mulai aktif kembali. Kegiatan berjalan seperti biasa. Aku mendengar ada pegawai baru yang melamar sebagai dokter di UKS.

Ya ampun! Itu dia! Kenapa? Bukankah UKS adalah tempat di mana temannya meninggal? Kenapa dia malah bekerja di situ? Aku merinding saat dia melihatku dengan sorot mata yang tajam.

Beberapa hari ini, aku seperti diawasi oleh seseorang. Seperti sekarang. Padahal hanya ada aku di gudang ini. Tergesa-gesa aku menaruh alat kebersihan di pojok ruangan. Tak lupa aku mematikan televisi butut yang kuperbaiki, dan saat istirahat tiba aku biasanya menonton berita.

Hari sudah menjelang sore. Waktunya pulang dan makan rendang buatan istriku. Namun, aku mengurungkan niatku. Hey, dokter baru itu sedang apa? Gelagatnya mencurigakan!

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengikutinya secara diam-diam. Dia menuju ke gudang. Wah, bahkan dia punya kunci gudang!

Dia menuju ... ruang bawah tanah? Hoek! Seketika bau anyir menyeruak menusuk hidungku saat pintu terbuka. Dia menuruni tangga dengan perlahan. Aku bergegas menemukan senjata apa saja yang bisa kupakai untuk melindungi diri.

Aku tak mengikutinya ke dalam dan memilih untuk bersembunyi di balik tumpukan kardus usang. Beberapa menit kemudian, dia naik dan bergumam.

"Kenapa dia keras kepala? Sudah kubilang untuk tidak mencampuri urusan orang lain jika tak ingin celaka! Ini urusanku. Kenapa dia bersikeras untuk ikut campur? Hah ...."

Dia celingukan, lalu mengambil remot televisi yang tergeletak di bawah kursi.

Klik! Krsssskk!

"Eh, dia mau nonton TV? Percuma saja, hanya ada satu saluran dan itu berita," gumamku dalam hati.

Bruk!

Tak sengaja kakiku menyenggol kardus. "Siapa di sana?"

Glek! Aku memberanikan diri ke luar dari persembunyianku. "Ummm, ma-maaf sa-saya lagi beres-beres!" jawabku gemetaran. Sejenak keheningan terjadi.

"Berita terkini. Seorang dokter yang dulu diberhentikan secara paksa karena malpraktek, kini berkeliaran. Banyak sekali laporan orang hilang di daerah sekitar Jakarta Barat. Diduga, ini ulah orang yang sama. Polisi sedang berupaya untuk mengungkap penyamarannya bla bla bla ...."

Aku terkejut begitu melihat foto yang terpampang di layar televisi, begitupula dengan orang yang kini berdiri di hadapanku.

Duagh! Duagh! Duagh!

Seketika darah terciprat di mana-mana. "Sial! Aku ketahuan lagi!" umpatku sambil melempar tongkat baseball.

AnPen 2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang