Kali ini, biarkan aku menceritakan sebuah kisah yang menurutku cukup menarik untuk dibaca. Jika tidak, kau boleh menghujat orang yang akan kutulis kisahnya.
Nama, berikut lokasi yang ada dalam cerita, sengaja disamarkan. Kau tahulah, privasi. Orang yang bersangkutan pun tak ingin identitasnya diketahui.
Satria menatap bayangan dirinya di cermin. Setelah dirasa tampan, ia berangkat menuju ke rumah kekasihnya, Mayang.
Mayang yang sudah siap sedari tadi, tersenyum lebar tatkala mendengar suara motor yang tak asing lagi di telinganya. Ia segera ke luar untuk menemui pujaan hatinya.
"Yeeey, akhirnya nyampe juga! Ke mana aja, Bang Sat? Lama banget. Dandannya melebihi anak perawan!"
"Yeu, dibilanginnya, ya! Kalo manggil nama itu yang lengkap. Jangan Bang Sat! Bang Sat! Kasar ih!"
"Diiih! Salah sendiri namanya Satria. Lagian, kalo manggil Bang Satria, kepanjangan. Aku tuh orang Indonesia. Suka yang instan. Gak suka ribet."
Mereka berdua sama-sama anak rantau dan tinggal di kos-kosan. Ummm, awalnya mereka bersahabat. Namun, kalian semua pasti sudah sangat paham. Tidak ada persahabatan yang murni tanpa melibatkan perasaan. Salah satu atau keduanya pasti memendam rasa. Aish! Aku pusing sendiri dengan perkataanku.
Hari itu mereka pergi ke taman kota untuk merayakan ulang tahun Mayang. Sesampainya mereka di sana, Satria mengajak Mayang untuk makan seblak kesukaannya. Seusai itu, mereka memutuskan untuk menaiki perahu di danau.
"Selamat ulang tahun, May! Semoga, apa yang disemogakan, segera tersemogakan," ucap Satria seraya mengeluarkan sebuah cincin yang sebelumnya sudah ia siapkan. Ia lalu menyematkannya di jari manis Mayang.
Mayang tampak terkejut untuk sesaat. "Ngomong apa, sih? Belibet gitu. Tapi gak apa. Untung sayang."
"Hih, orang udah mau romantis, juga."
"Iya, iya. Maaf ya, Bang Sat."
"Oya, kamu mau hadiah apa selain ini?"
"Aku cuma mau, kamu nemenin aku sampai maut menjemput."
"Iya, pasti itu mah."
"Janji?"
"Iya, May. Janji!"
Begitulah kisah cinta antara Satria dan Mayang. Jujur saja, aku merasa geli melihat ke-uwu-an mereka. Lihat! Bulu kudukku sampai merinding gara-gara aku menulis cerita romantis!
Dibalik dua insan yang bahagia, selalu saja ada satu pihak yang terluka. Ya ... itu aku. Aku juga sahabat Satria, dan juga ... menyukainya. Sesak memang!
Kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Mayang tiada karena sebuah kecelakaan yang menimpanya. Setelah kejadian itu, Satria benar-benar terpuruk.
Setahun sudah berlalu. Kini, Satria sudah memulai hidup barunya.
Satria mendatangiku dan bercerita perihal dirinya yang belakangan ini seperti diikuti. Aku yang kebetulan bisa melihat hal yang orang lain tidak bisa, ikut tercengang saat melihat ada sesuatu di belakangnya.
"Bang Sat, itu ... Mayang!"
Satria terperangah. "Jangan ngaco!"
"Beneran, Bang Sat! Gue gak bohong. Dia bilang, mau nagih janji. Katanya, lo mau nemenin dia sampai maut menjemput? Tapi apa?! Malah nikah sama gue! Eh? Kok, jadi bawa-bawa gue, sih, May!"
Satria gemetaran. Aku mencoba berbicara pada Mayang. Syukurlah dia mau mengerti. Ia pun pergi dengan tenang. Satria menghembuskan nafasnya lega.
Aku berkacak pinggang. "Makanya, jadi cowok tuh gak usah kebanyakan janji! Giliran ditagih, nangis!"
"Iya, maaf."
"Dimaafin. Sini peluk!"
Sekian cerita dariku. Aku bersyukur memiliki orang yang mau menerimaku apa adanya. Meskipun awalnya sakit. Namun, ternyata jodoh itu tak ke mana, ya?