Yasmine Rosie Lea

70 5 0
                                    


Menit berlalu kaku sejak telfon yang tersambung tak juga memberi jawaban. Aku memilih bungkam dan menghitung detik pada jam yang terletak disamping telfon ini. Pada hitungan ke 67 ku ulangi lagi pertanyaan itu,

“Kamu beneran suka aku?”

“Dapat info dari siapa sih Ya?”

“Tinggal jawab aja apa susahnya sih Ge!”

“Lagian kamu aneh. Tiba tiba telfon ke rumah buat bahas ga penting kaya gini.”

“Oh ga penting ya? Oke deh kalau gitu bahas project wisuda kelas XII aja ya, sudah acc kan?”

“Udah. Besok tinggal kumpulin panitia dan nyari sukarelawan baru kita kerja nyari sponsor.”

“Hah? Semuda itu dapat acc kepsek Ge?”

“Kalau Pak Khanif mah gampang dapat acc nya yang susah tuh ngadepin ke ga pekaan mu Ya!”

“Hah? Siapa yang ga peka sih?”

“Kamu lah. Coba kasih tau aku info dari mana yang ngomong kalau aku suka kamu?”

“Mbak Dewi. Puas kamu!”

“Eh Dewi beneran ngobrol sama kamu?”

“Menurut kamu beneran apa engga Ge?”

“Oke besok aja ya pas disekolah aku jelasin semuanya. Kalau lewat telfon gini aku kaya laki pengecut Ya.”

“Eh jadi degdeg nih kalau besok beneran ditembak sama Gemilang Maharajasa.”

“Aku ga bilang nembak ya Yasmin! Besok aku jelasin semuanya. Udah tutup aja telfonnya. Bentar lagi Udah jam Ibu kamu pulang kan!”

“Eh hafal bener kamu sama jam pulang ibukku hahaha”

“Gimana ga hafal kamu selalu telfon dijam yang sama Ya.”

“Hahaha kamu emang keren Ge, ga salah aku jadi temenmu.by Ge”

“By Yaya.”

Katakanlah aku naïf karena merasakan kesenangan setelah melakukan rutinitas dengan Gemilang. Bagiku Gemilang bukan sekedar teman tapi dia adalah partnerku dalam menjalankan organisasi. Ya meski saat pemilihan dulu kemenangan dia bukan karena kapasitas otak atau karakter kepemimpinanya melainkan karena wajah tampan kulit putih dan badan tegapnya. Dari awal kelas X sudah banyak teman teman seangkatan ataupun kakak kelas yang mencoba untuk dekat dengannya. Melihat prospek yang bagus maka kakak OSIS kala itu merekrutnya. Menjadikan dia icon sekolah dan osis itu sendiri.

Sementara aku yang cupu ini hanya mengamatinya dari jauh. Tubuh tambun milikku menghentikan semua angan angan untuk berada dekat dengannya. Wajah lebar bulat milikku menahanku untuk tau diri dimana posisiku. Sialnya sepupuku yang berada di OSIS dan sudah kelas XII malah membuka bakat yang aku miliki. Satu satunya sisi positif yang ku miliki. Aku pandai berbicara didepan umum. Awalnya karena MC acara OSIS kala itu tiba tiba kecelakaan saat menuju acara yang akan diselenggarakan karena kondisi yang digolongkan ke force major maka secara dadakan anak anak OSIS memintaku atas saran dari sepupuku. Dan aku tak akan menolak kesempatan untuk berada dekat dengan Gemilang. Acara itu sukses besar. Warga sekolah dari satpam hingga dewan guru member apresiasi padaku. Aku diminta secara khusus oleh Pak Khusnul selaku kesiswaan untuk bergabung dengan OSIS. Tentu saja tak akan ku tolak.

“Mbaak, Kamu ngapain bengong disitu? Telfon telfonan lagi? Berapa kali Ibu bilang berhenti telfonan kalau ga penting Mba. Tagihan telfon bulan lalu udah banyak banget.”

“Habis telfon Gemilang bu. Tanya proposalnya apa udah disebarin.”

“Emang Ga bisa ya kalau diobrolin disekolahan. Itu hal sepele mbak. Bukan hal penting buat diobrolin. Dari pada waktumu buat telfon ga jelas kaya gitu kamu jemput adekmu dirumah Mak Mi. Ibu capek banget pulang ngajar.”

YasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang